Contents
E44-50 2 Yang Mulia
44. Mulih Dilik Berkuda ke Utara
Jenderal Kafi membawa pergi tawanan. Tinggallah Cendani dan Jenderal Sauqy berdua. Jenderal Sauqy jadi ingin jahil pada Cendani. Jenderal Sauqy melangkah ke pintu, mengambil kunci yang ada di luar pintu, lalu mengunci pintunya dari dalam.
"Kenapa dikunci?"
"Aku mau membuatmu seperti dua orang yang sebelumya!"
Cendani merasa nafasnya tertarik kuat secara tiba - tiba.
"Bengis? Kamu bilang aku bengis?" Jenderal Sauqy melangkah mendekati Cendani.
Cendani bergetar ketakutan.
"Ampun Jenderal!"
Jenderal Sauqy menarik Cendani ke dalam pelukannya. Mengecup tiap detail wajah Cendani berulang kali sepuasnya dengan sangat gemas. Kemudian menarik Cendani ke area rantai dan merantai tangan dan kaki Cendani. Cendani takut, tapi diam saja, tidak melawan, pasrah, membiarkan terserah mau diapakan. Jenderal Sauqy mengeluarkan cambuk dan memainkannya berulang kali hingga cambuk bersuara menakutkan. Mencambukkannya ke Cendani tapi hanya ia kenakan pada rantai - rantai yang mengikat kedua tangan dan kaki Cendani. Cendani menutup mata ketakutan.
"Bagaimana kalau sekarang bermain dengan ini?!" Jenderal Sauqy mengeluarkan belati.
Cendani membuka mata dan melihat belati. Jenderal Sauqy menempelkan belati ke wajahnya menjalankan ke arah lehernya. Cendani kembali menutup mata pasrah dengan badan bergetar ketakutan. Melihat itu Jenderal Sauqy malah berhasrat dan melampiaskannya. Hal itu membuat Cendani membuka mata.
"Yang Mulia ini di kantor!"
"Hmm di sini aku Jenderal"
"Jenderal!" Cendani akhirnya pasrah.
Jenderal Sauqy segera melepaskan rantai - rantai dan menggendong Cendani ke tempat tidur. Setelah beberapa saat.
"Terimakasih sayang!" ucap Jenderal Sauqy. "Kamu sangat polos sehingga mudah aku kerjai seperti tadi. Mana mungkin aku akan menyiksamu seperti tadi! Sikapmu yang seperti tadi itu sungguh membuatku tergoda!"
"Yang Mulia, Jenderal, hamba akan katakan di mana gubuk hamba!"
"Masih membahas itu? Sayang sudah aku bilang tidak perlu!"
"Hamba akan tunjukkan saat telah sampai di Utara. Jadi hamba ikut!"
"Sudah aku bilang tidak perlu katakan, kamu malah mau ikut!" Jenderal Sauqy mengecup gemas wajah Cendani.
"Jenderal suami hamba, jadi harus tahu! Hamba tidak mau menyembunyikan apapun dari suami hamba!"
"Kamu keras kepala! Baiklah aku akan coba membicarakan hal ini kepada Yang Mulia Sultan Singa! Tapi aku tidak janji kalau Yang Mulia akan setuju! Sekarang beri aku dulu pelukan dan kecupan, balas aku!'
Cendani tersenyum dan dengan senang hati memberikan yang diinginkan Jenderal Sauqy.
Jenderal Sauqy menemui Sultan Singa.
"Hal apa yang membuat Yang Mulia Sauqy menemuiku?"
"Cendani berniat akan menunjukkan letak gubuknya, tapi dia akan menunjukkan saat sampai di Utara."
"Berarti ananda Cendani berniat ikut ke Utara?"
"Benar Yang Mulia!"
"Hal apa yang membuatnya hendak mengatakan dan ikut ke Utara?"
"Cendani menuturkan kalau hamba suaminya harus tahu, ia tidak ingin menyembunyikan sesuatu kepada hamba!"
"Aku bukan mau melarang tapi aku khawatir akan keselamatan ananda Cendani. Apa lagi Yang Mulia Sauqy tahu sendiri satu Prajurit Jenderal Prana kekuatannya bagaikan melawan puluhan orang. Tapi apa mungkin seorang Jenderal akan melukai orang yang telah menolongnya hingga mengorbankan dirinya?"
"Kalau Cendani mengkhianati dirinya bisa jadi Jenderal itu kecewa Yang Mulia dan menjadi tega. Apa lagi Jenderal itu punya pengalaman dikhianati dan itu yang menyebabkannya menjadi seperti sekarang ini. Yang Mulia selain itu hamba juga telah mendapatkan informasi dari tawanan penduduk Utara jika Jenderal Prana merampok untuk rakyat miskin dan yang dirampok orang kaya yang sombong dan jahat kepada warga miskin"
"Niatnya tidak buruk tapi caranya buruk dan di negeri ini ada hukum yang harus ditegakkan!" kata Sultan Singa. "Jangan lupa aku akan ikut!"
"Lalu Cendani?"
"Kalau ananda Cendani tetap keras kepala mau ikut, ananda Cendani harus selalu bersamamu atau bersamaku, demi keselamatannya!"
"Baik Yang Mulia!"
"Kapan harinya?"
"Jika menurut Yang Mulia tidak terburu - buru, malam hari ini, setelah isyak, hamba akan kerahkan pasukan, mengingat perlu waktu untuk mencapai tempatnya. Jika berangkat pagi akan sampai di sana tengah malam!"
"Kerahkan pasukan nanti malam!"
" Baik Yang Mulia!"
Jenderal Sauqy segera kembali ke kantor pertahanan keamanan untuk mempersiapkan. Mengingat kekuatan dari satu anggota pasukan Jenderal Prana bagaikan menghadapi sepuluh orang maka Jenderal Sauqy membawa pasukan berkali lipat banyaknya. Jenderal Sauqy membawa empat Jenderal, yang masing - masing membawa lima ratus Prajurit militer, sehingga total Prajurit dua ribu Prajurit militer.
"Jenderal apa akan ada perang?" tanya Cendani.
"Nanti malam setelah isyak, kami akan berangkat ke Utara!"
"Apa?!" Cendani terkejut.
"Jadi ikut?"
"Jadi!"
"Nanti gantilah baju pakai celana dan sepatu seperti biasa kamu pakai tapi jangan pakai gaun tuan putri!"
"Baiklah Yang Mulia!"
Cendani ke kamar taman dan memilih baju. Kali ini, ia pun mengikat rambutnya, yang biasa terurai sepanjang kaki, menggulungnya hingga atas tepat di leher.


Langit sangat cepat berubah gelap. Semuanya menggunakan kuda, kecuali Cendani. Cendani naik ke kereta kuda yang tertutup rapat. Ada dua puluh kereta lain tapi kereta barang untuk membawa bekal makanan.
Beberapa saat perjalanan Cendani ingin naik kuda berdua dengan Jenderal Sauqy. Cendani membuka Jendela dan memanggil Jenderal Sauqy yang berkuda di samping kiri keretanya.
"Yang Mulia Sauqy!"
"Ada apa?"
"Hamba ingin naik kuda!"
"Sayang, lebih baik kamu di kereta saja!"
Cendani kecewa dan menutup jendelanya.
"Kenapa Jenderal?" tanya Sultan Singa yang berkuda di kanan kereta Cendani.
"Ingin naik kuda Yang Mulia!"
"Dia akan sangat senang jika naik kuda berdua bersama Yang Mulia!"
"Aku juga senang saja, tapi jika dia bertingkah menggemaskan, aku bisa tergoda!" batin Jenderal Sauqy. "Kusir berhenti sebentar!" Kereta berhenti. "Cendani kemarilah naik kuda bersamaku!"
Cendani terkejut tersenyum senang. Ia segera turun dari kereta. Cendani naik ke kuda Jenderal Sauqy di bantu Jenderal Sauqy. Seperti biasa duduk di depan Jenderal Sauqy.
"Ayo jalan lagi!" perintah Jenderal Sauqy.
Kereta jalan lagi tanpa penumpang.
Jenderal Sauqy berulang kali mengecup gemas, apa saja yang bisa dikecup.
"Yang Mulia!" keluh Cendani.
"Salah siapa yang minta naik kuda? Lihatlah kereta jadi kosong! Untuk apa tadi membawa kereta?" Jenderal Sauqy kembali mengecup dengan sangat gemas lalu menggigit leher Cendani.
"Akh....! Yang Mulia!" teriak Cendani.
Jenderal Sauqy masih saja terus jahil. Akhirnya Cendani mencubitnya.
"Aduh!" teriak Jenderal Sauqy. "Kamu berani?!"
Cendani menggeleng dan menunduk takut.
"Sayang begitu saja kamu takut? Sayang aku tidak akan marah hanya karena kamu mencubitku. Salah, aku bahkan tidak akan pernah sanggup marah karena apapun, tapi aku akan sangat gemas dan semakin gemas!" Jendral Sauqy semakin parah jahil pada Cendani hingga Cendani merasa geli dan tertawa
Sultan Singa tersenyum lalu memilih memacu kudanya sedikit cepat menghampiri Jenderal Kafi yang berada di depan.
Jenderal Sauqy melihat Sultan ke depan.
"Cendani dari tadi aku belum meraih bibir. Berikan sekarang!"
"Yang Mulia!"
"Aku sudah menuruti mu sayang untuk naik kuda! Giliran kamu menurutiku!"
"Ya lakukan saja!"
Jenderal Sauqy segera meraih dengan beberapa sapuan tanpa henti. Kudanya pun melaju sangat pelan.
Sementara itu di depan.
"Yang Mulia apa Cendani akan kuat melihat pertumpahan darah?" tanya Jenderal Kafi kepada Sultan Singa. "Tadi pagi dia melihat dua kali introgasi sudah membuatnya ketakutan sampai menangis," terang Jenderal Kafi.
"Jenderal benar, aku tidak berpikir sampai ke situ!" Sultan Singa segera memutar kudanya memacu ke belakang dan kembali berkuda sejajar dengan Jenderal Sauqy. "Jenderal Sauqy, ananda Cendani!"
Jenderal Sauqy berhenti meraih bibir Cendani. Cendani menjadi malu, tapi tidak dengan Jenderal Sauqy. Yang Mulia Sauqy dan Yang Mulia Singa memang sudah seperti sahabat, dan saling mempercayai, dan jarang saling menyembunyikan sesuatu, sehingga Jenderal Sauqy tidak malu.
"Ananda Cendani apa ananda akan kuat melihat pertumpahan darah, terlebih ini dengan Jenderal Prana yang pernah ananda tolong?"
Cendani sangat terkejut dengan pertanyaan itu karena tidak pernah terpikir olehnya. Begitu juga Jenderal Sauqy juga menjadi khawatir. Cendani pun berpikir dalam.
"Aku tidak bisa melihat pertumpahan dara dua Yang Mulia dengan Jenderal Prana. Jenderal Prana orang yang pernah aku tolong sampai mengorbankan diriku. Dua Yang Mulia adalah orang tua dan suamiku," batin Cendani bingung. "Kalau aku tidak ikut justru aku bisa mati cemas dengan keselamatan kedua Yang Mulia kesayanganku! Aku harus ikut dan melindungi mereka semampuku!" batin Cendani.
"Sayang apa sebaiknya kamu pulang?" tanya Sultan Sauqy.
Cendani dengan mantap menggeleng.
"Jika tidak sekarang, kapan lagi aku akan belajar terbiasa dengan peperangan? Karena aku di militer berarti aku harus terbiasa!"
"Tapi ini dengan Jenderal Prana!" kata Sultan Singa.
"Bismillahirrahmanirrahim, hamba tidak akan mundur!"
"Sayang kesayanganku satu - satunya!" Jenderal Sauqy gemas dan kembali jahil ke Cendani.
"Akh! Yang Mulia!" keluh Cendani. "Dua Yang Mulia juga kesayanganku. Kalau bisa akan aku berikan umurku untuk dua Yang Mulia, agar umur dua Yang Mulia sangat panjang!"
"Apa yang baru ananda ucapkan?!" kata Sultan Singa tidak suka dengan ucapan Cendani.
"Dua Yang Mulia pemimpin yang baik dengan rakyat, jadi hamba rela memberikan umur hamba jika Yang Maha Kuasa mengizinkan!"
"Ananda!" bentak Sultan Singa.
Cendani jadi takut dan diam.
"Ananda, kata - kata adalah doa! Jangan bicara seperti itu lagi!" larang Sultan Singa.
"Biar aku makan saja biar tidak bicara ngawur lagi!" Jenderal Sauqy semakin mengerjai Cendani.
"Akh! Akh! Yang Mulia ampun! Yang Mulia!"
"Salah sendiri selalu membuat gemas! Kamu akan rasakan sampai di tempat tujuan!"
"Akh ampun Yang Mulia! Akh! Akh! Jika begini hamba naik kereta saja!"
"Tidak bisa kamu tadi sudah meminta naik kuda!"
"Akh ampun Yang Mulia!" Cendani terus berteriak geli karena setiap bagian wajah dan kepalanya tak henti dikerjai Jenderal Sauqy.