Try new experience
with our app

INSTALL

E44-50 2 Yang Mulia 

46. Kritis

"Allah ...," sebut Cendani pasrah kalau ia harus mati.


 

Sultan Singa segera mengambil pasmina Cendani untuk menekan pendarahannya. Rambut panjang Cendani yang terikat menjadi ikut tertarik dan terurai.


 

"Sayang, bertahanlah!" Jenderal Sauqy menangis.


 

"Aku akan ke rumah sakit!" Sultan Singa segera menggendong Cendani ke kereta.


 

"Jenderal Kafi, kawal Yang Mulia dan istriku, biar aku yang melanjutkan penyerangan!" perintah Jenderal Sauqy.


 

"Baik, Jenderal!" jawab Jenderal Kafi.


 

"Cendani!" Jenderal Prana berlari mendekati, tetapi Sultan Singa sudah menggendongnya pergi.


 

Beberapa Prajurit militer mengarahkan pedang ke Jenderal Prana untuk melindungi Jenderal Sauqy. Beberapa Prajurit Jenderal Prana juga mengarahkan pedang ke para Prajurit militer untuk melindungi Jenderal Prana.


 

"Aku berhutang nyawa kepada Cendani, demi Cendani aku menyerahkan diri!" tegas Jenderal Prana.


 

Semua Prajurit Jenderal Prana terkejut.


 

"Para Prajuritku yang setia, kalian bebas menentukan pilihan kalian sendiri!" seru Jenderal Prana kemudian.


 

Jenderal Prana membuang senjatanya dan berlutut.


 

"Jika Jenderal menyerah, kami akan ikut Jenderal!" seru para prajurit Jenderal Prana. Lalu semuanya membuang senjatanya dan ikut berlutut.


 

Jenderal Sauqy dan ketiga jenderal terkejut dengan keputusan Jenderal Prana dan para prajuritnya. Jenderal Sauqy berpikir sejenak.


 

"Jika demikian, mari Jenderal Prana ikut aku, ke rumah sakit untuk melihat kondisi Cendani!" ajak Jenderal Sauqy sambil menatap Jenderal Prana yang menunduk. "Yang lainnya tetap di hutan!" perintahnya kemudian, sambil mengarahkan pandangannya ke arah para prajurit militer.


 

"Baik, Jenderal!" jawab para prajurit militer.


 

"Berikan dua kuda!" perintah Jenderal Sauqy.


 

Dua orang prajurit militer mengambilkan dua kuda.


 

"Silakan, Jenderal Prana!" seru Jenderal Sauqy.


 

Jenderal Prana bangkit, menunduk sejenak pada Jenderal Sauqy untuk memberi hormat, lalu naik ke kuda. Jenderal Sauqy juga naik ke kuda. Mereka bergegas menuju ke rumah sakit yang ada di wilayah Utara itu.


 

Sementara itu di kereta. Sultan Singa terus menekan pendarahan dengan pasmina.


 

"Cendani, jangan pingsan!" kata Jenderal Kafi.


 

Cendani tidak kuat dan kehilangan kesadaran. Jenderal Kafi dan Sultan Singa saling pandang terbelalak.


 

"Kusir, lebih cepat!" perintah Jenderal Kafi.


 

Kereta melaju lebih cepat. Mereka akhirnya sampai di rumah sakit. Jenderal Kafi turun lebih dahulu dan membuka pintu kereta lebar-lebar. Sultan Singa menggendong Cendani turun dari kereta dan segara masuk ke dalam rumah sakit.


 

"Dokter, Suster, cepat tolong Tuan Putri! Beliau Sultan Badar Saifulah Husam bersama putrinya!" kata Jenderal Kafi.


 

Semua terkejut, segera menghampiri, dan menghormat. Kemudian segera mengantar ke kamar tindakan.


 

"Sebelah sini, Yang Mulia!"


 

Sultan Singa sambil menggendong Cendani bergegas mengikuti suster ke kamar. Sultan meletakkan Cendani di tempat tidur. Semua para medis segera menangani.


 

"Aku mohon izinkan aku tetap di sini, aku janji tidak akan mengganggu kerja kalian!" pinta Sultan Singa.


 

"Baik, silakan, Yang Mulia!" jawab seorang dokter. "Silakan duduk Yang Mulia!" Dokter memberikan sebuah kursi.


 

"Terima kasih!" Sultan Singa duduk dan mulai berdzikir.


 

Jenderal Kafi menunggu di luar kamar dengan gelisah hingga mondar - mandir.


 

Jenderal Sauqy dan Jenderal Prana sampai di rumah sakit.


 

"Di mana Tuan Putri Cendani?" tanya Sultan Sauqy saat telah masuk ke dalam rumah sakit.


 

"Sebelah sana, Jenderal!" jawab seorang pegawai.


 

Jenderal Sauqy dan Jenderal Prana bergegas menuju tempat yang ditunjukkan. Jenderal Kafi terkejut dengan kedatangan Jenderal Prana.


 

"Demi Cendani, Jenderal Prana menyerahkan diri, seluruh pasukannya juga!" terang Jenderal Sauqy yang mengerti ekspresi terkejut Jenderal Kafi. "Prajuritnya dan prajurit militer kita tetap di hutan!" tambah Sultan Sauqy. Jenderal Kafi mengangguk mengerti.


 

"Yang Mulia Sultan Singa ada di dalam, tidak mau ke luar," terang Jenderal Kafi.


 

"Aku juga ingin ke dalam!" kata Jenderal Sauqy.


 

"Tenanglah, biarkan para medis bekerja!" tegas Jenderal Kafi.


 

"Aku suaminya, jadi aku juga harus di dalam!" kata Jenderal Sauqy dengan nada penekanan.


 

"Tenanglah, tenangkan dirimu, mereka para medis tidak bisa konsentrasi dan malah akan membahayakan nyawa istrimu!" kata Jenderal Kafi, juga dengan nada penekanan.


 

Seorang suster ke luar dari dalam kamar tindakan.


 

"Bagaimana istri saya?"


 

"Kritis, permisi!" Suster segera bergegas pergi. Tidak lama datang dan masuk lagi ke dalam kamar tindakan.


 

"Dok, kantung darah O habis!" kata Suster itu.


 

"Yang Mulia kami perlu darah O sekarang juga!" kata Dokter.


 

Sultan Singa berhenti berdzikir.


 

"Suaminya bergolongan darah O! Aku akan memanggilnya!" Sultan Singa bergegas ke luar.


 

Di luar ternyata sudah ada Sultan Sauqy.


 

"Syukurlah Yang Mulia Sauqy ada di sini! Istrimu membutuhkan darah O sekarang juga!"


 

Jenderal Sauqy bergegas masuk.


 

Perhatian Sultan Singa tertuju pada Jenderal Prana, sehingga ia tidak ikut masuk ke kamar tindakan.


 

"Jenderal Prana di sini?"


 

Jenderal Prana menghampiri Sultan Singa. Menunduk memberi hormat.


 

"Hamba menyerahkan diri, Yang Mulia!" tegas Jenderal Prana sambil masih menunduk. "Seluruh pasukan hamba juga menyerahkan diri, Yang Mulia!" kata Jenderal Prana dengan tetap menunduk.


 

"Aku sudah punya firasat kalau aku akan mendapatkan mu hidup - hidup, dengan baik - baik, tapi ternyata harus begini kejadiannya, Putriku...."


 

Di dalam kamar tindakan.


 

"Cendani, Sayang!" Jenderal Sauqy menghampiri.


 

"Tenanglah, biarkan kami menangani dengan baik!"


 

"Aku O, ambillah, tidak perlu waktu untuk mengecek, karena sudah pernah sebelumnya aku mendonorkan darah untuknya, dan aku juga sangat sehat!" tegas Jenderal Sauqy yang tidak sabaran dan sedikit mengancam dengan pedagangnya.


 

"Kita akan lakukan transfusi secara langsung!" kata dokter.


 

"Berbaringlah di sini, Tuan!" kata suster menunjukkan tempat tidur kosong di sebelah tempat tidur Cendani.


 

Jenderal Sauqy segera berbaring dan para medis segera melakukan transfusi darah langsung.


 

Di depan kamar tindakan.


 

"Silakan duduk Jenderal Prana dan Jenderal Kafi!" kata Sultan mempersilahkan duduk di kursi panjang yang ada di dekat mereka.


 

Mereka menurut untuk duduk. Lalu Sultan ikut duduk di kursi dan kembali berdzikir. Tidak terasa air mata Sultan Singa mengalir. Jenderal Kafi dan Jenderal Prana melihat air mata itu.


 

"Jenderal Kafi, kirim sekarang juga seorang prajurit untuk kembali ke istana! Sampaikan pesanku ke istana agar membagikan emas, Dinar, juga sembako, sampai ananda Cendani melewati masa kritisnya dan bisa pulang ke istana!" perintah Sultan Singa.


 

"Jika demikian, biar hamba saja yang pergi, Yang Mulia!" tegas Jenderal Kafi.


 

"Baiklah!" Sultan Singa setuju.


 

"Tapi hamba akan memanggilkan Jenderal Yusya di hutan terlebih dahulu, untuk mengawal Yang Mulia!" tegas Jenderal Kafi.


 

"Tidak perlu!" tolak Sultan Singa.


 

"Tapi?" Jenderal Kafi khawatir meninggalkan Sultan bersama Jenderal Prana.


 

"Berangkatlah sekarang juga, Jenderal!" perintah Sultan Singa.


 

"Tidak usah khawatir, aku tidak akan melukai Yang Mulia, kau bisa pegang janjiku!" kata Jenderal Prana.


 

"Assalamualaikum!" Jenderal Kafi bangkit menunduk sejenak lalu bergegas pergi.


 

"Waalaikumsalam!" jawab Sultan Singa.


 

"Waalaikumsalam!" jawab Jenderal Prana.


 

Jenderal Kafi ke luar, bingung naik apa, karena kudanya ditinggalkan di hutan. Ia melihat dua kuda yang terparkir di rumah sakit.


 

"Inikan kuda - kuda yang kami bawa? Pasti Jenderal Sauqy yang membawanya dari hutan!" Ia mengambil salah satu kuda yang terparkir di depan rumah sakit lalu bergegas memacu kuda.


 

Di depan kamar tindakan, beberapa saat kemudian.


 

"Sudah ashar, Jenderal mau ke masjid?" tanya Sultan Singa.


 

"Iya, Yang Mulia!" jawab Jenderal Prana.


 

"Mari kita pergi bersama!" ajak Sultan Singa.


 

"Baik, Yang Mulia!" jawab Jenderal Prana.


 

Mereka pergi ke masjid dekat rumah sakit.


 

Di dalam kamar tindakan.


 

"Boleh aku mendekat ke istriku sebentar?" tanya Sultan Sauqy.


 

"Silakan!" kata dokter.


 

Jenderal Sauqy merunduk ke telinga Cendani.


 

"Sayang Cendani, berjuanglah, jangan tinggalkan aku, cepatlah sembuh!" kata Sultan Sauqy lalu mengecup kedua pipi dan kening istrinya. "Tolong lakukan yang terbaik!" katanya kemudian kepada para medis.


 

Jenderal Sauqy ke luar dari kamar tindakan dan pergi ke masjid juga. Mereka bertiga bertemu di masjid.


 

"Jenderal Sauqy!" sapa Sultan Singa. Sultan Sauqy menghampiri lalu menunduk sejenak.


 

"Cendani sudah mendapatkan darah," terang Sultan Sauqy.


 

"Selebihnya kita hanya bisa berdoa," kata Sultan Singa.


 

Mereka bertiga sholat berjamaah dengan warga yang lain.