Try new experience
with our app

INSTALL

E44-50 2 Yang Mulia 

48. Kemuliaan Hakim

Cendani tidur dalam keadaan demam dalam pangkuan Sultan Singa. Sultan Singa berdzikir dan berdoa berulang-ulang. Jenderal Prana membantu mengompres Cendani sambil berdzikir pula. Sultan Sauqy pun berkuda sambil berdoa untuk kesembuhan Cendani.


 

Saat subuh datang, Sultan Singa meletakkan sejenak Cendani di dalam masjid, di atas karpet, yang Jenderal Prana tambahkan sajadah masjid. Subuh berjamaah telah mereka kerjakan, dan Sultan Singa kembali menggendong Cendani.


 

Sampailah mereka di istana Rubi saat matahari telah satu tombak.


 

"Kau, cepat panggilkan para medis, dan perintahkan, siapkan semua peralatan medis di kamar taman Ananda Cendani! Jangan lupa semua yang menangani harus wanita!" perintah Sultan Singa pada seorang prajurit kemudian sultan bergegas menggendong Cendani ke kamar taman.


 

"Semua tawanan segera masukan ke sel!" perintah Jenderal Sauqy.


 

ketiga Jenderal dibantu prajurit menuju ke kantor pertahanan keamanan ke bangunan khusus sel.


 

"Jenderal Prana, Anda ikut aku ke ruang interogasi, silakan!" ajak Jenderal Sauqy. Jenderal Prana mengikuti Jenderal Sauqy.


 

Kamar taman Cendani.


 

Sultan Singa membaringkan Cendani ke tempat tidur rotan.


 

"Yang Mulia Sauqy! Yang Mulia Sauqy!" Cendani meracau.


 

Para medis datang dengan terburu - buru. Para medis segera menangani. Ratu Ana, Ratu Lia, dan Farhan juga datang. Sultan menghormat pada Ratu Ana. Ratu Lia dan Farhan menghormat pada Sultan Singa.


 

"Aku mendengar dari Jenderal Kafi kalau Ananda Cendani tertembak!" kata Ratu Ana dengan sangat cemas.


 

"Benar Ibunda, dia tertembak karena menghalangi peluru yang mengarah ke Ananda, Ibunda Ratu," beber Sultan Singa.


 

"Jadi karena melindungimu, Yang Mulia?" tanya Ratu Ana memastikan.


 

"Benar, Ananda berhutang nyawa pada Ananda Cendani Ibunda Ratu!" tegas Sultan Singa.


 

"Yang Mulia Sauqy! Yang Mulia Sauqy!" Cendani terus meracau.


 

"Sepertinya Ananda harus memanggilkan suaminya, Ibunda Ratu." Sultan Singa menoleh ke Cendani. "Farhan, siapkan sarapan pagi spesial ke ruang interogasi, segera!" Sultan Singa menunduk sejenak ke Ratu Ana, menyentuh lembut puncak kepala Ratu Lia, lalu bergegas pergi. Farhan juga bergegas pergi.


 

Kantor pertahanan keamanan, ruang interogasi.


 

"Silakan!" Jenderal Sauqy mempersilahkan Jenderal Prana masuk ke ruang interogasi.


 

Jenderal Prana masuk ke ruang introgasi. Sedikit heran ada tempat tidur yang sangat empuk ala tuan putri. Jenderal Kafi ikut masuk.


 

"Bagaimana Cendani?" tanya Jenderal Kafi.


 

"Sudah sadar, tapi ia memaksa pulang, dan sekarang sedang demam," jawab Jenderal Sauqy. "Silakan duduk, Jenderal Prana!"


 

"Ini ruang interogasi?" tanya Jenderal Prana heran sembari duduk.


 

"Pasti tempat tidur tuan putri yang membuatmu heran!" kata Jenderal Kafi.


 

"Tempat tidur tuan putri?" tanya Jenderal Prana.


 

"Iya, Tuan Putri Cendani pernah diinterogasi perkara Jenderal Prana! Yang Mulia Sultan Singa sangat menyayanginya, jadi beliau membiarkan kami menginterogasinya, tapi tempatnya harus ada tempat tidur, ada alat sholat, dan dibersihkan dari kecoa. Jadilah berubah ruangan ini seperti ini!" terang tegas Jenderal Kafi.


 

"Apa kalian menyiksanya?" tanya Jenderal Prana.


 

"Tentu, kami menjepit tangan dan kaki, juga memukul bahunya, bentakan sudah pasti! Sungguh dia tetap setia pada Anda, Jenderal Prana!" tegas Jenderal Kafi.


 

"Jadi aku telah membuatnya susah!" Jenderal Prana sedih. "Lalu bagaimana dia bebas?"


 

"Sebelum interogasi dia ke tempat ini bersama Jenderal Sauqy, saat itu kami sedang membahas sketsa wajah Jenderal dan ia langsung mengenali dan menceritakan. Jadi saat introgasi yang kami kejar adalah gubuk. Saat Sultan Singa tahu kami telah mendapatkan banyak informasi, Sultan Singa meminta kami untuk memaafkan satu pertanyaan itu, karena darinya, kami sudah mendapatkan banyak informasi. Jadi akhirnya Cendani bebas."


 

Sultan Singa masuk ke ruang introgasi. Semua berdiri dan menunduk.


 

"Jenderal Sauqy, pergilah temui istrimu, aku sendiri yang akan menginterogasi Jenderal Prana!" tegas Sultan Singa.


 

"Baik, Yang Mulia!" Jenderal Sauqy menunduk sejenak lalu pergi.


 

"Silakan duduk Jenderal Prana, Jenderal Kafi!" perintah Sultan Singa. Jenderal Prana dan Jenderal Kafi duduk.


 

"Jenderal Kafi bagaimana yang aku perintahkan?"


 

"Sampai pagi tadi, masih berjalan, Yang Mulia!" tegas Jenderal Kafi.


 

"Besok tetap lanjutkan, sampai putriku Cendani melewati masa buruknya!"


 

"Baik, Yang Mulia!"


 

"Jenderal Prana sebaiknya sebelum aku mulai aku akan meminta pelayanku untuk menyiapkan sarapan dahulu."


 

"Terima kasih, Yang Mulia, tapi maaf langsung saja, Yang Mulia menginterogasi!" tolak Jenderal Prana.


 

"Ini perintah, Jenderal tidak bisa menolak!"


 

"Baiklah, Yang Mulia!"


 

Farhan datang membawa troli makanan. Jenderal Kafi membantu mengambil meja dan menata meja. Meja diletakkan antara tiga kursi dan tempat tidur.


 

"Silakan, Jenderal Prana! Silahkan, Jenderal Kafi!" seru Sultan Singa.


 

Kedua Jenderal mengambil makanan. Sultan Singa juga mengambil makanan.


 

"Jenderal Prana, nama Jenderal begitu besar, dan Jenderal sangat hebat di darat dan di laut. Apa yang membuat Jenderal harus menjadi perampok?" tanya Sultan Singa.


 

"Hamba melihat ada banyak orang susah di Utara, tapi hamba tidak bisa membantu. Suatu hari dan sering kali hamba melihat orang - orang miskin, susah itu, sering kali diperlakukan semena - mena, oleh orang yang kaya. Jadi apa yang bisa hamba lakukan? Hamba tidak punya kuasa di sini. Hamba akhirnya memutuskan menolong mereka dengan merampok orang - orang yang berbuat semena - mena itu, dan membagikan hartanya ke orang - orang miskin lagi susah di wilayah Utara itu," jawab Jenderal Prana.


 

Sultan Singa makan. Kedua Jenderal juga makan.


 

"Apa Jenderal memiliki bukti dan saksi perbuatan semena - mena mereka?" tanya Sultan Singa lalu makan lagi.


 

Beberapa saat Jenderal Prana diam karena sedang makan.


 

"Tentu ada, Yang Mulia! Korban - korban orang kaya itu pastinya!" tegas Jenderal Prana setelah menelan makanannya.


 

"Jenderal ingat berapa banyak orang kaya yang telah Jenderal rampok dan siapa saja mereka?" tanya Sultan Singa sambil teringat Cendani sehingga mulai tidak nafsu makan.


 

"Hamba ingat, Yang Mulia!" kata Jenderal Prana dengan yakin.


 

"Baik, aku mau semua data mereka! Lengkap dengan perbuatan mereka yang menurut Jenderal semena-mena, korbannya, dan buktinya!" tegas Sultan Singa.


 

"Tentunya hamba harus ke sana mengumpulkan itu semua, Yang Mulia!" tegas Jenderal Prana.


 

"Bisa Jenderal utus prajurit Jenderal saja?" tanya Sultan Singa.


 

"Sangat bisa, Yang Mulia!" tegas Jenderal Prana.


 

"Siapa yang akan Jenderal percayakan? Akan kami bawa ke ruang ini!" kata Sultan Singa.


 

"Raka!" tegas Jenderal Prana lalu kembali makan.


 

"Jenderal Kafi, bawa Raka ke mari!" perintah Sultan Singa.


 

"Baik, Yang Mulia!" Jenderal Kafi berdiri menunduk sejenak lalu pergi.


 

Sultan Singa berhenti berbicara dan makan dengan enggan.


 

"Yang Mulia!" seru Jenderal Prana. Jenderal Prana ingin bertanya tapi ragu.


 

"Katakan saja apapun itu!" perintah Sultan Singa.


 

"Boleh hamba tahu apa yang terjadi dengan Cendani semuanya, bagaimana bisa datang ke istana ini, dan apa yang terjadi? Karena Cendani tiba - tiba menghilang dan tidak pernah kembali ke gubuk sementara agensi budak memberikan kabar buruk."


 

"Akan aku ceritakan. Sangat buruk. Karena Cendani masih perawan, agensi itu tidak membawanya untuk menjadi pelayan seperti keinginan Cendani, ia memberikannya kepadaku, ya untuk melayaniku di tempat tidur. Sebelumnya, tentunya aku menanyainya dahulu, ternyata ia menolak, lalu aku tawarkan banyak harta. Berapa petipun, apapun, ia menolak. Posisi, ia juga tidak tertarik. Malah ia menyatakan, akan tetap menolak jika itu menjadi ratu atau raja. Untuk membuatnya berkata iya, aku menyiksanya, mencambuknya dan menyiramnya dengan air es," jawab Sultan dengan berkaca - kaca dan tidak minat lagi dengan makanannya.


 

Jenderal Prana terkejut dan sedih mendengar hal itu. Jenderal Kafi datang bersama Raka.


 

"Silakan duduk!" perintah Sultan Singa.


 

Raka duduk di tempat tidur dan Jenderal Kafi duduk di kursi.


 

"Siapa namamu?" tanya Sultan Singa.


 

"Raka, Yang Mulia!" jawab tegas Raka.


 

"Raka, makanlah!" perintah Sultan Singa.


 

"Tidak, terima kasih, Yang Mulia!" tolak Raka.


 

"Ini perintah, kau tidak bisa menolak, makanlah!" tegas Sultan Singa.


 

Jenderal Kafi mengambilkan alat makan di troli dan memberikan pada Raka.


 

"Baiklah, Yang Mulia!" Raka akhirnya mau makan.


 

"Aku sudah tidak tega, aku putuskan ia menjawab iya atau tidak, aku akan membawanya ke kamarku, ia malah memohon untuk disiksa saja atau dibunuh. Sampai akhirnya ia pingsan," kata Sultan melanjutkan ceritanya. "Aku membawanya ke rumah sakit istana. Sebelum dirawat, ia sadar, berontak tidak mau dirawat, ataupun mengganti bajunya yang basah. Aku bawa saja ke kamarku, aku sudah tidak minat lagi, dan mau bicara baik-baik saja. Dia sangat ketakutan, aku tidak tega, jadi aku terus berusaha bicara baik - baik, tapi dia tetap ketakutan. Sudah aku tegaskan tidak akan menyentuhnya, ia tetap ketakutan, dan berusaha melawan kondisinya yang lemah, agar tidak pingsan. Ia mengambil pedang berat, tapi ia tidak kuat mengangkatnya. Aku berikan ia pedang biasa, tapi ia sama sekali tidak berniat menggoresku, apalagi membunuhku. Saat akhirnya aku tergores olehnya, dia malah merasa khawatir. Ia sudah sangat lemah, aku khawatir dan berusaha menangkapnya, agar ia mau dirawat, tapi ia malah mencabut belati di pinggangku. Dia mengacungkannya kepadaku, tapi ia membaliknya dan menusuk dirinya sendiri," tidak terasa air mata Sultan Singa menetes. Jenderal Prana lebih terkejut lagi dari cerita sebelumnya yang ia dengar.


 

"Aku sungguh takut kehilangan gadis baik itu. Saat itu, buat aku kehadirannya adalah amanah. Syukur Alhamdulillah dengan darah dari Jenderal Sauqy, Allah masih mengizinkannya tetap bersamaku. Aku berusaha, agar dia tidak takut lagi kepadaku. Aku berusaha mengerti dirinya lewat matanya. Apa pun keinginannya. Aku melihat dimatanya tidak ada dendam atau amarah kepadaku. Malah ia berkata jika ia mengerti, kalau ia budak, dan ia menganggap salahnya sendiri, karena sudah seharusnya ia menurut kepada pembelinya. Sejak saat itu aku sangat menyayanginya. Jenderal Sauqy aku perintahkan untuk menyelidiki identitasnya. Jenderal Kafi yang mendapatkan informasi jika ia putri dari Hilal dan Sarah. Jadi dia adalah putriku, yang sejak lahir aku inginkan, yang kalau saja aku tega, aku hampir merebutnya dari sahabatku Hilal." Sultan Singa tidak bisa menahan air matanya.


 

"Jujur hamba tidak bisa menerima apa yang terjadi pada Ananda Cendani, tapi mendengar semuanya, hamba mengerti ini sudah takdir, semuanya juga terjadi karena hamba, dan hamba bisa merasakan Cendani bahagia bersama Yang Mulia," ucap Jenderal Prana.


 

"Raka, setelah makan kau langsung pergilah kembali ke Utara! Bawa semua korban perampokan kalian, bawa orang - orang miskin yang pernah dizalimi korban perampokan kalian, bawa bukti - bukti dan saksi - saksi! Hukuman Jenderal Prana dan juga kalian semua bergantung pada itu semua! Kau akan ditemani pasukan dan jenderal lain dan semua yang dibutuhkan untuk membawa semua itu segera, ke pengadilan istana Rubi!"


 

Raka menatap Jenderal Prana, Jenderal Prana tersenyum dan mengangguk.


 

"Baiklah, Yang Mulia!" jawab Raka.


 

"Satu lagi, aku minta tolong, bawakan juga agensi budak itu!" pinta Sultan Singa.


 

"Baik, Yang Mulia!" jawab Raka.


 

"Jenderal Kafi, aturlah keberangkatannya, dan tugaskan seorang atau beberapa Jenderal untuk mendampinginya!" perintah Sultan Singa.


 

"Jenderal Yusya dan Yunan?" tawar Jenderal Kafi.


 

"Jangan mereka! Sebenarnya aku sudah khususkan mereka untuk mengawal Ananda Cendani! Kemarin aku tidak setuju mereka dibawa ikut menangkap Jenderal Prana di Utara, tapi tidak masalah karena Cendani sedang ikut bersama ke Utara! Sekarang sudah cukup, mereka khusus Ananda Cendani!" tegas Sultan Singa. "Tuan Raka, ikutlah dengan Jenderal Kafi!" perintah Sultan Singa setelah tampak Raka selesai makan.


 

Jenderal Kafi berdiri dan menghormat, begitu juga dengan Raka, kemudian keluar dari ruang introgasi.


 

"Jenderal aku rasa cukup interogasinya. Silakan Jenderal lanjutkan makan dan Jenderal juga bisa tidur! Farhan, layani Jenderal Prana, jangan mengecewakanku!" perintah Sultan Singa.


 

"Baik, Yang Mulia!" jawab Farhan.


 

"Jenderal, aku mau melihat ananda Cendani dahulu!"


 

"Terima kasih, Yang Mulia!" ucap Jenderal Prana sambil berdiri menunduk.


 

Farhan juga menunduk. Sultan Singa pergi.


 

Kamar taman Cendani.


 

Ratu Ana dan Ratu Lia duduk di kursi. Jenderal Sauqy duduk di ranjang rotan sambil merunduk mengecup lembut tanpa henti Cendani yang sedang tidur. Sultan Singa datang.


 

"Yang Mulia Sultan Badar Saifulah Husam tiba!"


 

Semua berdiri dan menunduk. Sultan datang dan menunduk pada Ibundanya.


 

"Bagaimana ananda Cendani?" tanya Sultan Singa.


 

"Alhamdulillah, Yang Mulia, membaik!" jawab Jenderal Sauqy.


 

"Alhamdulillah!" ucap Sultan Singa. "Bagaimana dengan kandunganmu, Ratu Lia?" tanya Sultan Singa.


 

"Alhamdulillah, baik, Yang Mulia!" jawab Ratu Lia dengan senang hati.


 

"Ibunda Ratu, juga baik?" tanya Sultan Singa.


 

"Alhamdulillah, Ibunda sehat, Yang Mulia!" jawab Ratu Ana.


 

Tiga hari kemudian Raka kembali dengan membawa yang diminta oleh Sultan Singa. Pengadilan pun digelar.


 

"Apa Tuan adalah salah satu korban perampokan di Utara?"


 

"Benar, Yang Mulia!"


 

"Berapa harta benda Tuan yang hilang?"


 

"Seratus peti emas dan sepuluh peti Dinar, Yang Mulia!"


 

"Jenderal Fais ambilkan seratus peti emas dan sepuluh peti Dinar lalu berikan kepadanya!"


 

Jenderal Fais segera pergi mengambil.


 

"Tuan kenal bapak tua ini?"


 

"Ia pernah bekerja pada hamba, Yang Mulia."


 

"Aku juga menerima laporan, jika Tuan telah zalim dengan berbuat kasar, dan tidak memberikan upah sesuai haknya!"


 

"Ampun, Yang Mulia!"


 

Peti - peti emas dan dinar datang.


 

Tuan kaya senang melihat peti - peti emas dan dinar.


 

"Tuan boleh membawa pulang semuanya, tapi setelah Tuan keluar dari kurungan selama dua bulan!


 

Tuan kaya terkejut. Sultan Singa memandang salah satu jenderal dan mengkode. Jenderalnya itu langsung mengkode juga dua prajurit untuk membawa tuan kaya itu.


 

"Ampun, Yang Mulia!" teriak tuan kaya.


 

"Berikan bapak tua ini satu peti emas dan satu peti Dinar!" perintah Sultan Singa sambil memandang Jenderal yang lain. "Setelah itu bisa langsung pulang ke Utara dan terima kasih telah datang!" serunya sembari memandang ke bapak tua.


 

"Terima kasih, Yang Mulia!" Bapak tua itu sangat senang.


 

Jenderal lain mengerti, dan langsung pergi dan kembali memberikan hadiah itu, untuk bapak tua.


 

"Bereskan semua!"


 

Prajurit membereskan semua peti - peti emas dan Dinar yang untuk tuan kaya tadi.


 

"Hadirkan lagi dan yang terkait!" perintah Sultan Singa.


 

"Apa pekerjaan Tuan?"


 

"Hamba pedagang sembako yang memiliki toko terbesar di Utara Yang Mulia!" seru juragan sembako dengan bangga.


 

"Korban perampokan?"


 

"Benar, Yang Mulia!"


 

"Berapa hartamu yang dirampok?"


 

"Seluruh sembako di toko hamba, ditambah sepuluh peti emas dan sepuluh peti dinar, Yang Mulia!"


 

"Berapa nilai seluruh sembako, satu toko Tuan, jika diganti emas atau Dinar?"


 

"Sepuluh peti emas, Yang Mulia!"


 

"Berikan kepadanya dua puluh peti emas dan sepuluh peti Dinar!"


 

Jenderal dan para prajurit bergegas mengambilkan.


 

"Apa kamu kenal bapak tua ini?"


 

"Dia pedagang sembako juga, tapi tokonya kecil, Yang Mulia!"


 

"Kenapa kau menghancurkan usahanya? Aku ada bukti dan saksi!" tegas Sultan Singa. Pedagang besar terkejut.


 

"Ampun, Yang Mulia, karena saingan bisnis, dia lebih laris dari pada hamba, Yang Mulia!"


 

"Tentu saja, karena juga ada laporan, jika Tuan berdagang dengan mengurangi timbangan, apalagi jika rakyat kecil yang membeli!"


 

"Kurung dia selama satu tahun, baru boleh pulang membawa ganti ruginya!"


 

"Ampun, Yang Mulia! Ampun!"


 

Jenderal dibantu dua prajurit segera menyeret pedagang besar ke kurungan.


 

"Berapa kerugian sembako bapak, atas ulah pedagang besar, jika diganti dengan emas atau Dinar?"


 

"Dua peti emas, Yang Mulia."


 

"Berikan bapak ini tiga peti emas dan satu peti dinar!"


 

Begitulah seterusnya, semua korban perampokan, dan warga miskin yang dizalimi, diperlakukan sesuai perbuatan masing - masing.