Try new experience
with our app

INSTALL

E44-50 2 Yang Mulia 

49. Masya Allah

“Menteri, tolong kirim utusan, untuk mengirimkan emas, Dinar, bahan makanan bangsawan, juga bahan makanan biasa untuk dibagikan di kampung putriku Cendani!” perintah Sultan Singa.


 

“Baik, Yang Mulia!” jawab seorang menteri yang bertanggung jawab soal itu.


 

Kini, saatnya tiba, menghadirkan Jenderal Prana dan agensi budak.


 

“Prajurit, tolong panggilkan Ananda Cendani!” perintah Sultan Singa sambil menatap seorang prajurit.


 

“Baik, Yang Mulia!” Prajurit menunduk sejenak lalu pergi.


 

“Hadirkan Jenderal Prana, sekaligus agensi budak!” perintah Sultan Singa dengan menatap Jenderal Kafi.


 

“Baik, Yang Mulia!” Jenderal Kafi menunduk sejenak lalu pergi.


 

Tidak lama kemudian Cendani datang bersama Jenderal Sauqy. Mereka menunduk sejenak.


 

“Mari Ananda, mendekatlah kepadaku!” perintah Sultan Singa. Cendani mendekati Sultan Singa. Sultan Singa merangkulnya lembut, berhati-hati, takut membuat lukanya terasa sakit.


 

“Bagaimana kondisi Ananda sekarang?” tanya Sultan Singa dengan lembut.


 

“Alhamdulillah, Yang Mulia, Ananda lebih baik!” jawab Cendani antusias.


 

“Alhamdulillah!” ucap Sultan Singa.


 

Jenderal Kafi datang bersama Jenderal Prana dan agensi budak. Mereka menunduk sejenak.


 

“Lihatlah Ananda, di depan Ananda, ada dua orang yang Ananda kenal! Katakan kepadaku mana yang harus aku bahas lebih dahulu!” kata Sultan Singa.


 

“Terserah Yang Mulia saja!” kata Cendani. Sultan Singa mengangguk.


 

Sultan Singa memilih agensi budak.


 

“Tuan Agensi, apa Anda mengenal, yang sedang aku peluk ini?” tanya Sultan Singa.


 

“Hamba mengenal, Yang Mulia. Dia gadis yang hamba beli untuk Anda, Yang Mulia. Dia masih perawan, jadi hamba tidak menempatkannya menjadi pelayan, hamba 

memberikannya khusus untuk Yang Mulia, sesuai pesanan Anda, Yang Mulia,” jawab tuan agensi.


 

“Apa sebelum memberikannya kepadaku, Tuan Agensi pernah bertanya kepadanya, apa dia mau menjadi pelayan atau mau menjadi milikku?” tanya Sultan Singa.


 

“Hamba tidak bertanya, Yang Mulia. Lagi pula dia budak, jadi sudah hak Anda, Yang Mulia, karena Anda yang membelinya,” jawab tuan agensi.


 

“Baik, semua memang salahku! Lain kali, jangan pernah memberiku lagi, budak untukku pribadi! Aku tidak mau lagi! Aku hanya mau mereka, untuk menjadi pelayan! Jika kau melakukan lagi, baik untukku atau untuk bangsawan yang lain, aku akan menghukummu! Kecuali, jika gadis atau wanita tersebut, yang menginginkannya!” tegas Sultan Singa.


 

“Kenapa Yang Mulia, apa gadis ini tidak memuaskan Anda, Yang Mulia?” tanya tuan agensi heran.


 

“Aku tidak pernah menyentuhnya, Tuan Agensi!” bentak Sultan Singa membuat agensi budak itu terhenyak ketakutan. “Apa Tuan Agensi tahu, siapa gadis ini?” tanya Sultan Singa kemudian.


 

“Siapa, Yang Mulia?” tanya tuan agensi.


 

“Dia putriku, tuan putri! Kau menjual putriku sendiri kepadaku, Tuan Agensi!” terang Sultan Singa dengan tegas.


 

“Apa? Bagaimana bisa?” heran Tuan Agensi.


 

“Dia putri sahabatku Hilal, yang sejak lahir sudah pernah aku dan Ratu Ana beli untuk menjadi putriku! Sejak kelahirannya, aku dan Ibundaku, Ratu Ana menginginkannya, bahkan hampir memaksa menggunakan kekuasaanku! Akan tetapi karena aku tidak tega dengan Hilal dan istrinya, aku urungkan niat itu! Walaupun aku tidak bisa memilikinya, tetap bagiku, 

dia tuan putri, milikku!” terang Sultan Singa.


 

“Ampun, Yang Mulia, hamba tidak tahu, gadis itu sendiri yang datang kepada hamba, dan menjual dirinya sendiri, untuk biaya pengobatan seseorang!” Tuan Agensi menjadi ketakutan.


 

“Aku tahu, Tuan Agensi! Ananda mau menghukum agensi ini?” tanya Sultan Singa kepada Cendani.


 

“Ananda sendiri yang salah, Yang Mulia,” ujar Cendani.


 

“Tapi tujuan Ananda menjadi pelayan, bukan yang lain, dan Tuan ini membuat Ananda dalam masalah!” kata Sultan Singa.


 

“Benar, tapi Ananda memang budak, jadi tentunya terserah pembeli Ananda. Ananda waktu itu bodoh, tidak mengerti budak seperti apa. Ananda kira hanya untuk bekerja,” kata Cendani memahami jika itu memang kebodohannya sendiri.


 

“Berarti aku yang salah. Aku sejak awal harusnya melarang penyalahgunaan penjualan budak, dengan tujuan yang tidak baik. Jadi apa Ananda akan menghukumku?”


 

“Tidak, Yang Mulia, tidak!”


 

“Aku sudah menyakiti Ananda, sudah seharusnya Ananda menghukumku!”


 


 

"Iya, tapi Yang Mulia sudah menggantinya dengan kasih sayang. Jika demikian Yang Mulia akan lebih menyakiti Ananda! Lebih, lebih, dan lebih dari saat itu, karena Anda, 

Ayahanda Ananda sekarang, yang sangat menyayangi Ananda! " Cendani memeluk erat Sultan Singa dan menangis.


 

“Oh, jangan menangis, Sayang, nanti asma Ananda muncul lagi!” Sultan mengusap kepala dan punggung Cendani. “Lalu apa gantinya, untuk kesalahanku saat itu, Ananda?”


 

“Berikan saja, kasih sayang Anda, Yang Mulia!” tegas Cendani.


 

“Oh, tentu, aku akan sangat menyayangi Ananda, sampai kapan pun, Insya Allah! Sudah-sudah jangan menangis lagi!” Sultan melepas pelukan Cendani dan menghapus air mata Cendani. “Ananda menyayangiku seperti Hilal?” tanya Sultan Singa dengan menatap mata Cendani.


 

“Tentu, Yang Mulia! Apa Yang Mulia masih perlu bertanya?” jawab Cendani sambil mengangguk dan membalik bertanya lalu memeluk Sultan lagi.


 

“Masya Allah, subhanallah, iya tentu saja, Ananda sudah mengorbankan nyawa Ananda, untukku, saat di Utara!” Sultan Singa memeluk erat Cendani.


 

“Tuan Agensi, jangan lakukan lagi penyalahgunaan perdagangan budak!


 

“Baik, Yang Mulia, hamba tidak akan melakukannya lagi!” jawab Tuan Agensi.


 

Aku juga minta kepada Jenderal Sauqy, untuk membuat surat edaran, edarkan ke seluruh negeri Rubi dan seluruh negeri bagian dari negeri Rubi, soal peraturan baru mengenai hal ini! Selain itu umumkan juga, jika aku sudah mendapatkan kembali putriku yang waktu itu masih bayi! Perkenalkan Tuan Putri Cendani ke seluruh negeri Rubi dan negeri-negeri bagian dari negeri Rubi!” perintah Sultan Singa.


 

“Baik, Yang Mulia!” jawab Sultan Sauqy.


 

“Tuan Agensi, bagaimana pun juga, karena dirimu, aku jadi bisa bersama dengan putriku! Prajurit, ambilkan satu peti emas dan satu peti Dinar untuknya!” kata Sultan Singa. Seorang prajurit menunduk sejenak lalu pergi. Kemudian ia segera kembali dengan dua buah peti.


 

“Terima kasih banyak, Yang Mulia! Tuan Putri Cendani, hamba minta maaf!” ucap Tuan Agensi.


 

"Kau boleh pergi!" seru Sultan Singa. Agensi budak menunduk sejenak lalu pergi.


 

“Jenderal Prana, sekarang giliran Anda!” kata Sultan Singa.


 

“Silakan, Yang Mulia!” kata Jenderal Prana.


 

“Ananda mau kembali istirahat?” tanya Sultan Singa.


 

“Bolehkah Ananda tetap di sini, Yang Mulia?” tanya Cendani yang mengkhawatirkan Jenderal Prana.


 

“Baiklah, Ananda boleh tetap di sini!” kata Sultan Singa.


 

“Terima kasih, Yang Mulia!” ucap Cendani antusias senang.


 

“Jenderal Prana, aku mengerti, Jenderal membantu rakyat kecil, tapi negeri ini ada hukum. Aku harus tetap menghukum Jenderal, juga para prajurit Jenderal!” kata Sultan Singa.


 

Cendani melepas pelukannya ke Sultan Singa dan beralih memeluk suaminya. Jenderal Sauqy memeluk dan mencium Cendani gemas.


 

“Jenderal!” keluh Cendani.


 

“Hamba dan para prajurit hamba, dengan senang hati, akan menerima hukuman apa pun, yang akan Yang Mulia berikan!” ujar Jenderal Prana.


 

“Aku tadi, sudah mengganti kerugian para korban, akibat perampokan yang dilakukan Jenderal Prana dan para prajurit Jenderal! Untuk itu, aku akan menghukum Jenderal, sebagai ganti kerugian yang telah aku keluarkan! Jenderal dan para prajurit Jenderal, harus melatih di militer istana Rubi, kantor pertahanan keamanan, hingga satu tahun ke depan! Setelahnya, Jenderal Prana dan para prajurit Jenderal, bebas! Akan tetapi, jika mau tetap, dengan senang hati aku menerima!” kata Sultan Singa.


 

“Itu hukuman?” Jenderal Prana heran.


 

“Iya, itu hukuman untuk kalian, Jenderal Prana! Kenapa, Jenderal tidak terima?” tanya Sultan Singa.


 

“Hamba terima, Yang Mulia! Terima kasih atas kemuliaan Yang Mulia, kepada kami!” ucap Jenderal Prana.


 

“Masya Allah, terima kasih, Ya Allah! Terima kasih, Yang Mulia!” ucap Cendani lega hingga berjingkrak senang. Hal itu membuat semua melihat sisi Cendani yang masih kekanak-kanakan yang selama ini tidak begitu nampak karena penderitaan yang menimpanya.


 

"Bayi kecilku," batin Sultan Singa.


 

“Jenderal, apa boleh hamba besok masuk, hamba bosan di kamar?” tanya Cendani pada suaminya.


 

“Baiklah, tapi setengah hari!” Jenderal Sauqy menyetujui.


 

“Tidak mau, hamba mau sampai selesai!” kata Cendani.


 

“Sayang, kamu masih sangat lemah!” kata Jenderal Sauqy.


 

“Hamba hanya membuat kopi, ikut pertemuan, dan mencatat, bukan mau ikut latihan militer!” rengek Cendani.


 

Jenderal Sauqy memandang Sultan Singa. Sultan Singa mengangguk.


 

“Baiklah, tapi kalau tiba-tiba kondisimu memburuk, kamu harus kembali ke kamar!" kata Jenderal Sauqy.


 

“Setuju!” seru Cendani antusias dan tersenyum lebar.


 

“Jenderal Sauqy, berikan tempat di camp militer untuk Jenderal Prana dan para pasukannya! Selain itu, berikan hak yang sama dengan para prajurit dan jenderal yang lain!” perintah Sultan Singa.


 

“Baik, Yang Mulia!” jawab Jenderal Sauqy.


 

“Ikut!” rengek Cendani.


 

“Sayang …!” gemas Jenderal Sauqy.


 

“Biarkan saja, tapi tetap awasi kondisinya, jangan lolos dari pengawasan Jenderal!” kata Sultan Singa.


 

“Terima kasih, Yang Mulia!” Cendani tersenyum senang sedikit berjingkrak.


 

“Ayo!” ajak Jenderal Sauqy sambil menggandeng tangannya. “Mari Jenderal Prana!” Cendani, Jenderal Sauqy, dan Jenderal Prana menunduk sejenak kepada Sultan Singa lalu pergi.


 

Akhirnya Jenderal Prana dan pasukannya, mendapatkan tempat di militer istana Rubi, sebagai hukuman untuk mereka.


 

Pagi yang indah datang, Cendani dan Jenderal Sauqy semangat mengawali hari untuk bekerja. Mereka baru saja mandi bersama dan dalam balutan handuk.


 

“Sayang, biar aku membantumu, memakai pakaianmu yang bertumpuk itu!” Jenderal Sauqy membantu Cendani berpakaian dengan jahil.


 

“Jenderal!” keluh Cendani dengan malu.


 

“Baiklah, sudah selesai!” ucap Jenderal Sauqy sambil mencium gemas wajah Cendani. “Sekarang giliran sepatu boot nya! Mau pakai yang mana sayang?”


 

“Jenderal memesankan banyak sekali boot, hamba jadi bingung mau memakai yang mana, jadi terserah Anda, Jenderal!”


 

“Baiklah, ini saja!” kata Jenderal Sauqy sambil hendak memakaikan.


 

“Ah, jangan Jenderal, hamba bisa sendiri!”


 

“Ah, sudah tidak mengapa! Duduk dan biarkan aku memasangnya!”


 

“Oke, tapi setelah ini, izinkan hamba, giliran memakaikan pakaian hingga sepatu Anda, Jenderal!” kata Cendani sambil duduk dan membiarkan suaminya memakaikan sepatu.


 

“Baiklah, sekarang pakaikan pakaianku!”


 

Cendani membuka balutan handuk Jenderal Sauqy dengan malu-malu. Setelah itu segera memakaikan pakaian suaminya, hingga terakhir sepatu.


 

“Terima kasih, Istriku Sayang!” ucap Jenderal Sauqy lalu mengecup kening Cendani.


 

Farhan datang mengetuk pintu kaca yang masih tertutup rapat dan tertutup tirai kain tebal ditambah tirai bambu. Jenderal Sauqy membuka lebar-lebar pintu yang diketuk Farhan. Setelah itu ia juga membuka semua pintu lebar-lebar. Farhan membawa troli makanan berisi semangkuk bubur dan beberapa makanan yang lain. Farhan menunduk sejenak lalu menata makanan di meja rotan.


 

“Terima kasih, Farhan!” ucap Cendani.


 

“Aku permisi dulu Tuan Putri, Jenderal, karena aku juga harus mengurus Jenderal Prana!” Farhan menunduk lalu pergi.


 

Mulai sejak Jenderal Prana di ruang interogasi, Farhan harus melayaninya secara langsung. Selain yang biasa ia layani secara langsung, seperti Sultan Singa, Ratu Ana, Ratu Lia, Pangeran Fikar, meja makan keluarga istana, dan Cendani. Tapi jika Sultan Singa, Ratu Ana, Ratu Lia, Pangeran Fikar, dan Cendani, sedang makan bersama keluarga istana, tentunya Farhan hanya mengurus meja makan keluarga istana, ditambah dengan Jenderal Prana. Farhan melakukan dengan baik penuh semangat, karena tidak mau mengecewakan Sultan Singa lagi.


 

Jenderal Sauqy lekas mengambil mangkuk bubur dan menyuapi Cendani. Cendani juga tida mau kalah menyuapi suaminya.


 

“Masya Allah, aku bahagia memilikimu, Sayang!” Jenderal Sauqy mencubit lembut pipi Cendani.


 

“Masya Allah, hamba juga sangat bersyukur, dan bahagia, memiliki Anda, Jenderal, yang sangat menyayangi hamba!” Mereka berpelukan dan bercumbu.


 

“Ayo, kita berangkat ke kantor!” ajak Jenderal Sauqy. Mereka berjalan menuju ke kantor dengan bergandengan tangan.


 

Kantor pertahanan keamanan.


 

Sesampainya semua yang berpapasan dengan Cendani dan Jenderal Sauqy menyapa dengan salam. Cendani langsung ke dapur sedangkan Jenderal Sauqy masuk ke ruangannya. Semua Jenderal sudah datang termasuk Jenderal Prana. Cendani mengantarkan kopi ke semua Jenderal senior termasuk Jenderal Prana.


 

Ruang Jenderal Prana.


 

Jenderal Prana duduk sambil membaca sebuah berkas kasus. Terdengar suara pintu ruangannya diketuk.


 

“Masuk!” seru Jenderal Prana.


 

“Assalamualaikum!” ucap Cendani sambil membuka pintu.


 

“Waalaikumsalam!” jawab Jenderal Prana. Cendani masuk. Jenderal Prana berhenti membaca dan meletakkan berkas ke meja.


 

"Ah, Ananda Cendani! Jenderal Prana terkejut hingga berdiri dari duduknya. “Ananda kenapa repot-repot membuatkan Paman kopi?” ucapnya saat melihat kopi yang dibawa Cendani.


 

“Suami Ananda, memberi Ananda tugas, setiap pagi membuatkan kopi untuk semua jenderal, Paman Jenderal!” jawab Cendani.


 

“Oh, baiklah, terima kasih, Ananda!” ucap Jenderal Prana.


 

“Paman Jenderal, berkas apa itu?” tanya Cendani saat melihat sebuah berkas di atas meja Jenderal Prana.


 

“Jenderal Kafi, tadi memberikan berkas kasus ini, untuk Paman selesaikan, Ananda,” terang Jenderal Prana.


 

“Boleh Cendani melihatnya?” tanya Cendani.


 

“Tentu boleh! Kemari, duduklah, dan baca!” Jenderal Prana duduk dan mengarahkan berkas ke arah bangku Cendani. Cendani duduk dan membaca.


 

“Kasus kebakaran sebuah ruangan berkas sebuah kantor. Dari hasil penyelidikan diduga kebakaran disengaja. Karena ditemukan aroma bahan bakar,” baca Cendani.


 

“Jenderal Kafi telah menyelidiki dan ia menemukan kejanggalan. Ada aroma bahan bakar yang seharusnya tidak ada di dalam kantor. Sekarang tinggal aku menyelidiki siapa pelakunya,” terang Jenderal Prana.


 

“Paman Jenderal, menurut Cendani, pelakunya belum tentu pelaku utamanya,” pendapat Cendani.


 

“Kenapa demikian?” tanya Jenderal Prana.


 

“Ini kantor, Paman Jenderal! Ada berkas-berkas penting! Mungkin sengaja dibakar, untuk menutupi sebuah berkas, Paman Jenderal! Jika demikian, berarti kemungkinan yang membakar adalah orang suruhan, agar tidak ketahuan, Paman Jenderal,” terang Cendani dengan yakin.


 

“Masya Allah, Masya Allah! Ananda sangat peka. Paman bangga dengan Ananda! Sangat tepat Ananda bekerja di kantor ini. Paman sangat beruntung bisa bertemu dengan Ananda. Paman juga senang, sekarang ini, bisa bekerja satu kantor dengan Ananda. Ananda telah 

menyelamatkan hidup Paman, dengan pengorbanan yang sangat besar, yang Paman rasa, tidak akan pernah bisa Paman balas. Biarlah Allah SWT yang membalas dengan segala kebaikan, kebahagian selalu buat Ananda, dunia akhirat, jauh dari masalah, dan penderitaan!” kata Jenderal Prana dengan takjub kepada Cendani.


 

“Aamiin, Paman Jenderal! Jika bukan karena Paman Jenderal, Ananda sekarang ini belum tentu bisa bertemu dengan dua Yang Mulia, yang sangat menyayangi Ananda dan Ananda juga sangat menyayangi dua Yang Mulia itu!” Cendani tersenyum bahagia. “Baiklah Paman, sekarang Cendani harus mengantarkan kopi ke suami Cendani!” Cendani berdiri, menunduk sejenak lalu pergi.


 

Cendani masuk ke dalam ruangan Jenderal Sauqy sambil membawa kopi. Jenderal Sauqy segera menghampiri dan mengambil kopi dari tangan Cendani, menghirup aroma, lalu meminumnya.


 

“Jenderal tidak pakai gulanya?” tanya Cendani.


 

“Diminum pahit dahulu untuk merasakan kopi originalnya, baru sekarang diberi gulanya!” Jenderal Sauqy menaruh di meja lalu memasukkan sedikit gula, mengaduk dan meminumnya lagi. “Terima kasih, Sayang!” ucapnya kemudian, lalu mengecup lembut bibir Cendani.


 

“Jenderal yang akan ke pertemuan atau Jenderal Kafi atau Jenderal Fais?” tanya Cendani.


 

“Jika sedang ada aku tentu saja aku, Sayang!” Jenderal Sauqy segera merapikan berkas dan memberikan kepada Cendani, lalu pergi meninggalkan ruangannya sambil memeluk pinggul Cendani.


 

Ruang kerja Sultan Singa. Semua sudah datang. Jenderal Sauqy tidak melepas pelukannya ke Cendani. Cendani merona tapi membiarkannya dan ia juga senang.


 

“Yang Mulia Sultan Badar Saifulah Husam tiba!” seru prajurit di pintu masuk ruang kerjaSultan Singa.


 

Jenderal Sauqy baru melepas pelukannya. Semua menunduk sejenak. Seperti biasa pertemuan dibuka dengan doa lalu para menteri melaporkan tugas masing-masing. Hari ini semua laporan positif, beritanya sangat-sangat baik, dan membahagiakan, bahkan keuntungan berlipat-lipat dalam bisnis, di dalam maupun di luar negeri, yang tidak disangka-sangka.


 

“Alhamdulillah!” ucap Sultan Singa. “Terima kasih, para menteri telah bekerja dengan sangat baik. Pertemuan aku akhiri, semua bisa kembali ke kantor masing-masing, kecuali Yang Mulia Sauqy dan Ananda Cendani!” kata Sultan Singa. Semua menunduk sejenak lalu pergi.


 

Sultan Singa menghampiri kedua pasangan itu. Sultan mencium pipi Jenderal Sauqy dan mengusap puncak kepala Cendani. Sultan Singa memeluk mereka berdua.


 

“Masya Allah aku bahagia memiliki kalian berdua!” kata Sultan Singa.


 

“Ada apa Yang Mulia, kenapa tiba-tiba memeluk kami begini?” tanya Jenderal Sauqy.


 

"Tidak ada, aku hanya bahagia mendengar berita-berita tadi, dan ingin melampiaskannya dengan memeluk kalian berdua, Alhamdulillah!"


 

“Alhamdulillah!” ucap Cendani.


 

“Alhamdulillah!” ucap Jenderal Sauqy. “Semuanya karena kemuliaan Yang Mulia kepada rakyat!”


 

“Baiklah, kalian boleh kembali ke kantor kalian!” ucap Sultan Singa sambil mengecup kening Cendani dan Jenderal Sauqy.


 

“Kami permisi, Yang Mulia!” ucap Jenderal Sauqy. Jenderal Sauqy dan Cendani menunduk sejenak lalu pergi.