Try new experience
with our app

INSTALL

The Secret Book of Hana 

Bagian 3: Pertemuan

  Otak manusia adalah bagian tubuh paling kompleks. Terdapat ribuan jaringan saraf. Perlu kalian ketahui, bahwa otak akan bereaksi terhadap hal-hal yang menyenangkan. Dua ratus milidetik saraf akan menyala atau memberi respon bahkan bisa lebih. Selain itu ada juga fungsi otak yang masih menjadi misteri. Seperti Hana dan semua pesonanya yang masih menjadi misteri hingga kini. Walau aku sudah bersahabat hampir sepuluh tahun lebih. 

  Hana adalah perempuan sederhana, dia memiliki ciri khas yaitu kacamata. Dia selalu memakai kacamata. Bukan karena dia ingin terlihat pintar tapi karena memang dia memiliki iritasi mata. Matanya sangat sensitif dan indah. Kalau dia sedang males memakai kacamata dia selalu taruh kacamatanya di atas kepala dengan rambut yang diikat kuda. Beuh, cantik tiada tanding.

  Selain membahas soal pelajaran kampus. Aku dan Hana selalu punya topik menarik untuk dibahas. Misalkan saja film, Hana sangat suka film Korea berjudul “A Moment To Remember”,sebuah film yang menceritakan tentang alzheimer. Menurutnya, film itu adalah bentuk keromatisan sebuah hubungan. Terlepas dari temanya tentang seorang survival kepikunan. Film tersebut juga adalah film yang mempertemukan antara Dito dan Hana. Lebih tepatnya, karena kebodohanku mereka bertemu dan sampai akhirnya sekarang mau menikah. Hal yang kusesali seumur hidup.

  Dito adalah seorang atlet kampus, dia ketua tim basket kampus. Tim basket kami terkenal dikalangan para perempuan yang rela antri untuk hanya sekedar meminta foto dan tanda tangan. Klasik memang, tapi memang tim basket kami berbeda. Tim basket kami sudah tiga kali berturut-turut menjadi juara liga antar kampus se-Jakarta. Maka dari itu, para mahasiswi rela antri untuk mendekati para pemainnya. Tak terkecuali Dito, adalah urutan teratas menjadi daftar pacar bagi mahasiswi. Anehnya, dari semua mahasiswi yang cantik Dito suka dengan Hana, tapi awalnya Hana tidak suka dengan Dito. 

  Suatu hari Dito yang tau aku adalah sahabat Hana memohon untuk memberitahu apa hal yang disukai dan tak disukai Hana. Pada saat itu aku enggan memberitahu, namun Dito terus dan terus memohon untuk bilang kalau dia tergila-gila kepada Hana. Seperti putik bunga, Hana itu adalah putik bunga yang tercipta dari misteri Ilahi dan keindahan yang ada di dunia. Segala hal sudah dilakukan Dito. Seperti, dia rela selebrasi buka baju dan di dadanya tertulis nama Hana. Akibat kelakuan Dito yang sok gentle itu membuat Hana jadi bahan omongan mahasiswi satu kampus, dan tak jarang Hana dapat perlakuan kurang mengenakkan. Saat seperti itulah aku selalu hadir untuk membalas tindakan oran-orang yang mengerjai Hana. 

  Karena tidak tega atas usaha Dito, aku pun memberi saran kepadanya untuk memberikannya sebuah buku. Karena Hana sangat suka dengan buku. Benar saja, keesokannya setelah kuberitahu loker Hana penuh dengan buku. Tapi tetap saja, terkadang untuk memahami apa yang disukai wanita memang sulit. Seperti mencari jarum di dalam tumpukan jerami. 

“Kangen yah suasana kampus kayak gini.” Sambil minum es di kantin.

“Iya, Bude masih sehat dan masih jualan bakmi kesukaan kita.” Ucap Hana.

“Jadi, apa yang mau lo selidiki di sini?” Tanyaku penasaran.

“Di sini kira-kira aku pertama suka sama Dito.”

“Oh ya gue inget… waktu..”

  Belum selesai aku bicara tiba-tiba muncul Damar. Kakak tingkat yang memang terkenal kurang ajar. Dia duduk di depan Hana dan menggoda Hana. Dia memegang dagu Hana. Aku refleks menjauhkan tangannya dari dagu Hana. Tiba-tiba saja aku dipukul dengan keras. Saat aku ingin membalas ternyata sudah ada Dito yang menghajar Damar. Hana memisahkan mereka berdua. Damar pergi seperti seorang petarung kalah set dan Dito mendapatkan nomor Hana. Seperti itulah kejadiannya.

“Sial, bagian ini yang paling gue gak mau ulang.”

Hana tertawa mengejek.

“Tapi, lo keren loh berani belain gue.”

“Belain sih belain. Tapi muka gue nih jadi bonyok. Tapi gak papa demi lo deh.” Jawabku menggoda.

Hana lalu menarik tanganku. Kita masuk ke dalam sebuah ruangan. Setelah keluar, waktu tiba-tiba berjalan lebih cepat menjadi sebulan setelah itu. 

  Aku ingat betul, hari ini aku membawa sebuah surat kaleng. Sebenarnya, aku ingin sampaikan perasaanku kepada Hana. Sebelum semuanya terlambat. Namun, rasa takut lebih kuat saat itu. Hubungan Hana dan Dito sudah dalam tahap hangat-hangatnya pada waktu itu. 

“Han, jangan.” Kataku.

“Kita balik aja yuk. Ke masa depan!” Ucapku kemudian.

“Kenapa? Kita belum selesai di sini.”

“Pokoknya..”

“Hana” Suara Dito terdengar.

“Hai, kemana aja aku cariin kamu.” Kata Hana.

  Di sini kami menjadi orang lain. Aku menjadi petugas Tata Usaha. Hana menjadi dosen bernama Vina. Kami seperti menyaksikan pertunjukan yang pemainnya adalah kami sendiri di masa lalu. Kami berdiri berjarak dari Hana dan Dito di masa lalu.

“Gak ada acara sih. Emangnya kenapa?” Hana menyelidik

“Aku mau ajak kamu ke tempat favorit aku kalau sedang menyendiri.” Kata Dito.

Dari kejauhan aku datang sedang membawa tiket yang akan kuberikan kepada Hana. Namun melihat Hana dan Dito mesra aku mengurungkan niatku. Aku lalu pergi.

Di seberang, aku dan Hana yang menjadi orang lain melihat adegan itu seperti adegan film. Berlalu cepat. Hana melihat ke arahku.

“Lo bawa apa Da?” Tanya Hana

“Eh, itu bukan apa-apa kok.” Aku kikuk.

“Biar gue liat.”

Dia lalu menuju ke arahku di masa lalu untuk mencari tahu apa yang gue bawa. Lalu aku keburu mencegahnya.

“Hana, eh Bu Vina.. tunggu. Jangan Bu. Itu bukan apa-apa.” 

Tapi Hana tidak menghiraukanku.

“Hei kamu.” Bu Vina sedikit teriak.

“Iya Bu?” Jawabku, eh Mada.

“Kamu mau kemana?” 

Aku berusaha menahan Hana namun semua sia-sia. 

“Han, Eh Bu Vina mending kita balik ke masa depan aja yuk.” Bisikku kepada Hana.

“Kalo yang lo bawa itu bukan apa-apa. Kenapa lo harus takut. Atau jangan-jangan yang gue cari selama ini itu jawabannya ada di benda yang lo bawa.”

“Ada apa ya bu?” Mada dari masa lalu bertanya lagi.

“Tadi saya lihat kamu mau menemui Hana ya?” kata Vina, eh Hana.

“Iya bu. Memangnya kenapa?” 

“Akhir-akhir ini di kampus sering menemukan surat kaleng. Tadi, saya lihat kamu seperti bawa sesuatu yang mau dikasih ke Hana. Coba saya lihat!” Hana terlihat tegas.

  Bocah kurus itu kaku kering. Mungkin karena dia terkagum dengan kecantikan Bu Vina atau entah memang sedang pucat menyembunyikan malunya karena ketahuan mau memberi sesuatu kepada seorang mahasiswa namun tidak jadi.

Hana mengambil langsung surat yang ada di tangan mahasiswa itu. Dia terkaget dan melihat ke arahku. Lalu geleng-geleng kepala tidak percaya.

  Begitulah misteri perasaan kita tidak akan pernah tau sampai kita merasakannya. Sebenarnya, aku mencintai Hana jauh sebelum Dito datang ke kehidupan Hana. Namun seperti awan yang terbit di ufuk penuh dengan keraguan. Akupun begitu. Awalnya aku masih bingung apakah perasaanku ke Hana itu hanya sebatas sahabat atau memang cinta.