Try new experience
with our app

INSTALL

Air Mata Mualaf 

Chapter 4

  Semua itu membuat luluh lantak segala kesombonganku di masa lalu. Aku menangisi masa laluku dan tangisan itu mengundang kerinduanku yang mendalam terhadap Rasulullah. Ingin aku berdoa mengucap terima kasih telah membawakan islam pada seluruh umat di dunia. Agama yang sebenarnya penuh damai. Bahkan membuat diriku takut merasa paling benar, kalau arogansi bisa menyeret kedalam bujukan berkedok putih. Seperti yang pernah aku dengar dari Cak Nun jangan salah akal membela islam karena justru islam telah membela kita kedalam kebenaranNya. Dari riwayat Nabi Muhammad itu membuatku merinding akan kecongkakanku di masa lalu. Kali ini aku ingin menebus kekeliruanku dengan sederhana. Yaitu mendoakan Pak Ustadz supaya diijinkan Allah diberi kesembuhan, diberikan panjang umur untuk membagi-bagi ilmu dalam memberi jalan kebenarannya dan membukakan pintu rindu kepada Nabi Muhammad yang telah membawa islama kepada kita di dunia. 

  Betapa bersyukur dan bahagianya aku mengetahui inyaallah itu membukakan segala pintu ilmu tentang damainya islam. Ingin aku menyerukan wahai seluruh umat di dunia ini bacalah riwayat Nabi Muhammad baik yang muslim belum membacanya maupun yang belum masuk islam, tolong bacalah. Buku itu akan membuatmu rindu yang pilu. Rindu yang getir akan segala ilmu hidup yang dicerminkan dalam perjalanan hidupnya. Pikiranku yang terus mengembara itu mengantarkan aku sampai pada mushola mungil di rumah sakit itu. Aku sholat dan berdoa untuk kesembuhan Pak Ustadz. Dalam doaku juga tak henti-hentinya aku berterima kasih kepada Nabi Muhammad telah membawakan islam padaku dan berterima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah untuk menengok, mendatangi dan memasuki islam dengan sepenuh hatiku sendiri.

  Keseharian mengunjungi dan menengok Pak Ustadz terus berulang hingga hampir 3 minggu berturut sehingga kondisi Pak Ustadz pun membaik sudah dipindah ke ruang rawat inap biasa. Masya Allah pengunjungnya semakin banyak. Rombongan demi rombongan membacakan doa bersama untuk kesembuhan Pak Ustadz dan aku hanya berdiri disamping Pak Ustadz. Hingga memasuki minggu ke 4 dimana Pak Ustadz sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Tentu para jama’ah di kampungnya telah merindukan diimaminya lagi. Dalam beberapa hari Pak Ustadz di rumah juga sudah pulih untuk mengimaminya di mushola. Niatku sore ini ingin turut serta berjama’ah sholat maghrib seperti pertemuanku pertama kali dengan Pak Ustadz. Niatku ingin mengucap terima kasih dan mengembalikan buku riwayat Nabi Muhammad kepadanya. 

  Seperti biasanya maghrib selalu dipenuhi jama’ah. Hingga salam terakhir aku masih menunggu sampai Pak Ustadz memimpin membacakan doa-doa. Namun belum selesai doa-doa itu dibacakan tiba-tiba Pak Ustadz terjatuh pingsan. Semua jama’ah spontan mengusungnya untuk dibawa ke rumah Pak Ustadz. Bahkan seseorang sudah menelfon ambulance dari Rumah Sakit. Sesampainya di rumah putih itu, Pak Ustadz siuman saat direbahkan di tempat tidurnya. Mungkin Pak Ustadz memang perlu istirahat 2 atau 3 hari lagi. Masih bisa aku tunggu hingga aku bisa bertemu langsung untuk mengembalikan bukunya. Karena ada yang ingin ku sampaikan secara pribadi pada Pak Ustadz. 

  Tiga hari kemudian, pada suatu subuh. Aku melihat Pak Ustadz keluar dari rumahnya. Dia menuju mushola saat qomat dikumandangkan. Bersamaan dengan itu aku juga berjalan menuju mushola yang sama. Untung aku selalu membawa bukunya. Mungkin ini kesempatanku untuk mengembalikan buku itu. Karena siapa tahu akan berguna untuk orang lain yang bisa dipinjaminya. Kalau aku berencana membelinya sendiri di toko buku untuk menjadikannya koleksi favoritku. Subuh ini seperti pertemuanku kedua dengan Pak Ustadz saat dia dibawa ke rumah sakit karena serangan jantung. Semoga Pak Ustadz akan selalu sehat dan diberi umur panjang. Sholat subuh pun sudah dimulai. Aku mengikutinya. Buku ku letakkan disampingku sholat. Hanya 9 orang termasuk diriku. Seperti biasa usai salam terakhir membaca doa-doa dipimpin Pak Ustadz. Dia sempat melirik kearah bukunya sekali. Karena aku duduk searah dengan pandangannya dia duduk. 

  Setelah bersalam-salaman Pak Ustadz berbicara kepada 8 jama’ah yang ada itu. “Biarkan saya mau sendiri di mushola sebentar” “Kenapa Pak Ustadz, saya temani” “Tidak usah” Semuapun keluar mushola. Memakai alas kaki masing-masing sembari berjalan ke arah rumah masing-masing dengan penuh penasaran memandangi kearah Pak Ustadz yang berjalan menghampiriku dan duduk disampingku. “Buku itu tidak harus kamu kembalikan. Kamu juga sudah mengucapkan insyaallah kamu kembalikan. Jadi kalau tidak kamu kembalikan juga tidak apa-apa.....” Aku ingin menjawab tapi sepertinya Pak Ustadz inging meneruskan kata-katanya “Kamu tidak harus selalu berjama’ah kesini supaya rumah kamu juga kamu gunakan untuk sholat. Coba kamu sholat di tempat biasa kamu sholat yang sudah lama tidak kamu gunakan untuk sholat. Nanti insyaallah saya akan berkunjung ke rumahmu. Sekali-sekali kita berjama’ah di rumahmu ditempat kamu biasa sholat dan saya akan mengambil buku itu di rumah kamu... Sekrang saya harus istirahat dan berdoa kepada Allah ingin mengucap syukur atas segala nikmat juga nikmat dipertemukan mualaf seperti dirimu.. yang rindu dengan Nabimu setelah membaca buku itu... Pulanglah, bawalah buku itu, insyaallah saya akan segera kesana...biarkan aku disini sendiri berdoa” 

  Aku pun tanpa seucap kata segera bangkit membawa buku itu keluar dari mushola. Aku berjalan menuju rumahku melewati rumah Pak Ustadz yang seperti biasa terdengar suara ngaji istri dan anak-anaknya. Aku memasuki gerbang rumahku. Membuka pintu rumahku. Menaiki tangga menuju kamarku di lantai atas. Terdengar suara pintu gerbangku dibuka paksa dan sebuah mobil memasuki halaman rumahku. Pintu rumahku juga dibuka dengan paksa. Terdengar suara kakakku “Norman... Norman....” Aku juga terkejut melihat Pak Ustadz dan beberapa warga kampung yang tadi jama’ah subuh memasuki halaman rumahku dengan mengendarai motor berboncengan. “Maaf kalian siapa dan ada apa kemari” “Saya Cuma mau mengambil buku yang dipinjam Mas... “ ujar Pak Ustadz “Norman? Pinjam buku apa Norman sama kamu?” “Buku Nabi Muhammad” “Norman... Ini ada yang mau ambil buku, ayo Pak ikut keatas, kamarnya diatas mungkin masih tidur” Pak Ustadz berjalan naik keatas mengiringi Kakakku. Kubuka tempat aku biasa sholat dan begitu terkejutnya aku melihat diriku tersungkur kaku diatas sajadah sambil memegang buku riwayat Nabi Muhammad. Rupanya aku telah meninggal sejak 39 hari yang lalu. Tetesan air mataku jatuh mengenai buku itu. Kakakku shock menangis memelukku. Warga berdatangan keatas. Salah satu menelfon ambulance. Pak Ustadz mengambil buku itu. Tetes air mataku di usapnya. Tetes air mata rinduku pada Nabi Muhammad.