Contents
Temporary
Part 4
Hari akan berganti, waktu terus berputar dan sudah jauh hari jadwal piket kelas telah ditentukan. Sekarang Hana sedang menyapu ruang belajarnya karena saat ini gilirannya untuk membersihkan kelas.
Sebagai murid baru Hana juga tidak mau melanggar apa yang telah ditentukan dan hal yang tidak dikira oleh Hana, teman-temannya sangat disiplin meski hal kecil seperti membersihkan ruang belajar mereka di sekolah.
Namun, tiba-tiba para siswa-siswi bergerombol lari membuat Hana bingung sendiri, ia pun mencoba tanya kepada temannya yang sedang piket bersama, tapi nihil hasilnya. Akhirnya, setelah gadis berambut hitam pekat itu menuntaskan kegiatannya menyapu, Hana berjalan ke arah mading yang di geromboli siswa-siswi itu, dan di sana pula ternyata ada Yeshy yang masih menggendong tasnya.
"Eh, Yesh. Ada apa sih?" tanya Hana mengerutkan alisnya.
Yeshy sedikit terkejut tiba-tiba di sampingnya ada Hana.
"Eeh kapan ke sininya coba," ujar Yeshy tertawa sendiri.
"Yeeah."
"Itu tuh mau ada lomba," katanya sambil mengunya permen karet.
"Emang lomba apa, Yesh?"
"Banyak ... ada fashion show, tari, pidato tiga bahasa, sama puisi," terangnya.
Hana mengangguk-angguk paham.
Yeshy mulai berjalan pergi meninggalkan kerumunan di mading, Hana pun mengekorinya.
"Eh emang ada apa kok tiba-tiba ngadain lomba?"
Yeshy menatap Hana dengan dahi yang dikerutkan.
"Yaa, gak ada apa-apa, sekolah ini tuh tiga bulan sekali ngadain lomba-lomba gitu, dan tiap lomba itu kadang beda-beda." Hana mengangguk-angguk mencoba memahami.
"Kayak sekarang nih, seni-seni kan lombanya, mungkin besoknya lomba olahraga, gitu-gitu lah," lanjut Yeshy menerangkan.
"Kenapa? Lo mau ikutan? Ikut gih sono," seru Yeshy.
Hana masih menimbang perkataan Yeshy barusan. "Pengen sih, tapi ...."
"Alaah gak usah banyak tapi, nih ya gak perlau takut kalah tau. Tiap bulannya yang juara tuh ganti-ganti, bukan anak itu-itu doang jadi seru gitu pas pengumuman juaranya siapa," terang Yeshy lagi.
Mereka mulai memasuki kelas dan duduk di bangku masing-masing. "Rencana mau ikutan lomba apa?" tanya Yeshy.
"Pengen ikut lomba puisi sih-"
"Wahh, cepet deh sono ambil formulir terus daftar dan lo kudu banget persiapan diri, teksnya juga jangan lupa, abis itu sering-sering latihan gue jamin lo bakal menang," sahut Yeshy begitu antusias.
Hana tertawa terpingkal-pingkal mendengar itu. "Kamu bersemangat banget, Yesh."
"Iya lah biar temen gue jadi juara," katanya yang masih mengunyah permen karet.
Hana hanya menggeleng-geleng seraya tersenyum dan tertawa.
***
Di saat bel istirahat pun Hana dan Yeshy pergi ke kantin seperti siswi pada umumnya. Di sana mereka pun sudah tak merasa sungkan lagi, terbukti jika saat ini Yeshy sedang bercerita dan begitu pun sebaliknya.
Dan di SMA Warna selain disiplin, juga tidak ada geng-geng atau pun siswa-siswi ter-hits. Mungkin beberapa, tapi tidak menonjolkan diri seperti dalam cerita di novel-novel. Semua sama, dan itu yang membuat mereka selalu akur. Hana pun merasakan kenyamanan bersekolah di sana.
"Haus, Han. Dari tadi gue ngomong mulu," ujar Yeshy dengan cengiran.
Hana tertawa. "Iya juga sih, beli es yuk!"
"Nahh, ini lah yang gue mau dari tadi," seru Yeshy.
Lagi-lagi Hana terhibur dengan gelagat Yeshy.
"Gue aja deh yang pesenin, Han. Sekalian mo beli roti goreng juga," ucap Yeshy setelah membuang permen karetnya di tong sampah.
"Ya udah deh, makasih ya Yeshy ...." ujar Hana tersenyum manis di hadapan Yeshy.
Sebelum pergi Yeshy menyengir lalu disusul dengan gelak tawa keduanya, dan Yeshy pun meninggalkan Hana yang sedang duduk sendiri di bangku kantin untuk memesan jajanan yang tadi mereka inginkan.
***
Hari sudah diselimuti oleh petang yang akan menjemput malam. Hana pulang, tapi sebelum gadis remaja itu kembali menuju rumahnya, ia masih harus pergi ke suatu tempat yaitu perpustakaan yang sudah merekrutnya untuk bekerja. Karena kemarin Hana sedang berkepentingan dengan Reyhan, alhasil sekarang ia harus menambah waktu.
Hana pun mulai membersihkan tumpukan-tumpukan buku yang ada di rak buku, sambil sesekali bersenandung di dalam hati dengan lagu yang random asalkan bisa menghibur diri.
Bangku, jendela, serta pintu kaca itu pun di lap oleh Hana dengan kain basah. Dan ketika membersihkan pintu yang terbuat dari kaca itu tiba-tiba ada seseorang yang mendorong pintu ke dalam, alhasil dahi Hana terbentur tanpa sengaja.
"Awshh," ringis Hana sambil memejamkan matanya.
Hana membuka matanya secara perlahan, dan terkejutnya ketika yang dilihat ialah teman satu sekolah yang ia baru kenal kemarin.
"Eh, gue gak tau," katanya. Padahal sudah jelas jika pintu kaca itu transparan bisa lihat luar dalam keadaan.
"Kok lo bisa di sini?" tanya Reyhan. Tapi Hana hanya diam karena peraturan di perpustakaan memang tidak boleh berisik.
Reyhan pun meninggalkan Hana yang masih sedang tersenyum ke setiap pengunjung yang datang. Meski sesekali ekor matanya melirik ke arah gadis berparas manis tersebut.
Hingga langit sudah menampakkan bintang dan bulan, pukul 20.30 sudah waktunya Hana untuk pulang. Namun, masih ada satu pengunjung yang sedari tadi tidak berpindah tempat, tapi sudah menghabiskan beberapa buku yang ada di mejanya.
"Rey!" panggil Hana. Tapi yang bersangkutan tak menoleh.
"Rey ...." Lagi-lagi Reyhan tak menoleh.
Dan kini Hana tau penyebab cowok pemilik suara indah itu tak menoleh. Hana langsung mencabut earphone yang ada di telinganya.
"Eh eh," ujar Reyhan mengikuti arah tarikan tangan Hana.
Sampai akhirnya headset itu terlepas dari telinga Reyhan.
"Maaf ya, untuk pengunjung yang sudah datang ke sini harap patuhi peraturan, jika jam sudah menunjukkan pukul 20.15 dengan paksa harap tinggalkan perpustakaan!" terang Hana dengan senyumnya yang sopan.
Reyhan melipat kedua tangannya di dada. "Iya, gue tau."
"Terus?"
"Ya terus?" Reyhan mengangkat kedua pundaknya.
Membuat Hana menghembuskan napas besar. "Ya terus kenapa gak keluar, Reyhan?!"
Reyhan membereskan buku-bukunya yang berserakan di meja tempatnya membaca tadi.
"Okey," jawabnya dengan santai.
Hana pun menunggu Reyhan yang masih mengemaskan bukunya.
"Ngapain masih di sini?" tanya Reyhan yang masih sibuk mengembalikan buku.
"Ya nungguin Reyhan keluar lah ... masa nungguin ayam bertelur," jawab Hana yang sama sekali tak menunjukkan rasa penatnya.
"Iya gue tau lo nungguin gue," ujarnya memutar bola matanya. "Maksudnya, ngapain nungguin gue keluar? Gue juga bisa keluar sendiri."
"Ih, Hana kan petugas perpus di sini. Mau, Hana kunciin di sini?" terang Hana sambil menunjukkan kunci yang ada di genggamannya.
Reyhan masih berkutik di rak buku untuk memilih buku yang akan dia pinjam. "Ohh, lo petugasnya."
Gadis pemilik keunikan senyum itu memijat pelipisnya.
"Gak keliatan kalau lo petugas perpus ini," katanya sambil menyodorkan beberapa buku ke Hana untuk di stempel–dipinjam.
Hana menatap Reyhan dengan bibir yang masih mengembang. "Gak liat Hana pake id card ini?"
Hana menunjukkan id card yang ada di kalung leher.
"Gue bukan orang yang kurang kerjaan!"
Hana melotot sambil mengerutkan dahinya. Lalu menghembuskan napas pelan.
"Cepet stempel ini buku, katanya mau pulang, hm?"
Hana pun segera menyelesaikan pekerjaannya dan memberikan buku itu pada Reyhan.
Suasana perpustakaan pun sunyi ketika Reyhan keluar dari ruangan, hingga lampu teras yang terakhir akan Hana matikan. Lalu Hana kembali ke rumahnya dengan Citybike. Di redupnya malam, dinginnya angin yang berembusan, Hana menyempatkan waktu sebentar untuk membeli gorengan di pinggir jalan untuk pengganjal perutnya ketika malam sebelum ayah dan ibunya pulang.
***