Contents
Ayam Jantan Berkokok Cinta
1. Naik Bus Sendiri Pertama Kali
Halaman dekat parkir sekolah menengah atas, siang hari, saat pulang sekolah.
Sofi Margareta dan Lisa pulang sekolah. Mereka jalan sambil berbincang. Melintas beberapa siswa SMA bermacam - macam penampilan, yang keren dan tampan. Siswa - siswa kece itu ada yang hanya tersenyum dan ada yang menyapa mereka berdua.
"Sofi menurut lo cowok yang keren itu seperti apa?" tanya Lisa.
"Seperti apa ya? Gue belum pernah memikirkannya," jawab Sofi Margareta.
"Kalau cowok yang lo suka seperti apa?" tanya Lisa.
"Gue kan belum punya cowok Lisa. Gue belum pernah punya cowok. Gue juga belum pernah suka sama cowok," jawab Sofi Margareta dengan santai.
"Mungkin lo punya bayangan cowok idaman lo, Sofi?" tanya Lisa lagi.
"Cowok idaman gue pastinya ya cowok yang baik, Lisa," jawab Sofi Margareta.
"Besok kan libur panjang, kita liburan yuk!" ajak Lisa dengan semangat. "Kita liburan bareng temen - temen cowok gue! Mereka keren - keren dan tajir melintir abis loh!" ujarnya. "Siapa tahu lo bisa jadian dengan salah satu dari mereka!" katanya lagi tetap dengan semangat.
"Maaf gue tidak bisa, Lisa," kata Sofi Margareta.
"Kenapa?" tanya Lisa dengan tidak semangat.
"Karena hari ini gue mau ke rumah Nenek gue di desa," terang Sofi Margareta. "Lihat nih! Tas gue penuh sama baju buat menginap," kata Sofi sambil menunjukkan tas backpacknya yang berukuran sedang dalam kondisi penuh dan berat. "Dari sini gue akan langsung ke terminal bus. Ini pertama kalinya loh gue pergi jauh sendirian," terangnya. "Pergi jauh, sendirian, naik angkutan umum pula!" tegasnya kemudian.
"Kenapa tidak pergi dengan Nyokap, Bokap lo sih?" tanya Lisa.
"Nyokap dan Bokap gue masih sibuk. Sedangkan gue udah kangen banget sama Nenek gue, Lisa. Jadi gue putusin, gue akan pergi sendiri, Lisa!" kata Sofi Margareta dengan niat.
"Yakin berani lo, Sofi Margareta?" tanya Lisa ragu dan khawatir.
"Insya Allah gue, Sofi Margareta akan berani!" jawabnya dengan yakin padahal hatinya deg deg deg.
"Nyokap, Bokap lo setuju lo pergi sendiri, Sofi?" tanya Lisa.
"Nyokap dan Bokap gue malah mendukung kok," jawab Sofi Margareta. "Kata mereka supaya gue belajar mandiri dan berani," terangnya.
"Sekarang gue anterin Lo ke terminal!" ujar Lisa. "Lo tunggu sini, gue mau ambil motor gue dulu!" perintah Lisa.
"Apa tidak merepotkan lo, Lisa?" tanya Sofi Margareta.
"Ya tidak lah, Sofi!" jawab Lisa dengan antusias.
Lisa pergi ke parkiran mengambil motornya lalu kembali menghampiri Sofi Margareta. Sofi Margareta naik ke motor lalu mereka pergi menuju ke terminal bus. Lisa membonceng Sofi dengan melaju kencang.
"Lisa jangan ngebut dong!" protes Sofi Margareta yang ketakutan.
Sofi Margareta dan Lisa akhirnya sampai di terminal bus.
"A...............BCD!" seru Sofi Margareta.
"A................BCD!" seru Lisa juga karena terkejut teriakan Sofi Margareta. "Kenapa lo teriak, Sofi?" tanya Lisa sedikit membentak karena terkejut lalu mengerem motornya.
"Itu bus jurusan ke rumah Nenek gue!" jawab Sofi Margareta.
"Sepertinya udah mau berangkat! Untungkan tadi gue ngebut!" kata Lisa. Lisa melaju lebih kencang untuk mendekati bus yang dimaksud Sofi Margareta. Sofi Margareta turun dari motor Lisa. Lisa tetap duduk di motornya.
"Terima kasih ya Lisa! Lo memang benar - benar sahabat!" seru Sofi Margareta.
"Lo buruan naik, busnya udah mau berangkat!" seru Lisa.
"Assalamualaikum!" ucap Sofi Margareta dengan semangat
"Waalaikumsalam!" jawab Lisa dengan semangat pula.
Sofi Margareta baru melangkahkan kakinya ke pintu bus Lisa berteriak.
"Semoga di desa lo bertemu pria idaman lo, Sofi!" teriak Lisa. Teriakan Lisa membuat Sofi Margareta diperhatikan orang - orang disekitarnya dan ia menjadi merona.
"Aamiin!" jawab Sofi Margareta dengan berteriak juga.
"Aamiin!" seru orang - orang yang mendengarnya.
Sofi Margareta masuk ke dalam bus. Bus berangkat. Lisa pergi dengan motornya.
Jalan raya menuju desa Nenek pada siang hari.
Sofi Margareta sangat berhati - hati dengan setiap para penumpang bus di sekitarnya. Ia sangat menjaga setiap barang bawaannya, tasnya, smartphonenya, dompetnya, dan dirinya sendiri.
Sementara itu.
Di desa halaman rumah Iip Setiawan, pada siang hari yang sama.
Iip Setiawan membantu pekerjaan Ibu dan Ayahnya menjemur pisang sambil banyak berbicara. Iip Setiawan berbicara sampai kedua orang tuanya tidak ada kesempatan berbicara atau menanggapi cerita Iip Setiawan.
"Nanti di kota, Iip Setiawan teh bade ambil kuliah jurusan TIP. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Jurusan itu teh cocok dengan usaha Ayah saat ini. Iip nanti bisa memanfaatkan usaha Ayah ini untuk kuliah Iip. Selain itu agar Iip bisa memproduksi makanan dari pisang selain sale atau keripik. Mungkin bisa juga menemukan teknologi yang bagus untuk memproduksi sale dan keripik pisang dengan lebih baik. Bisa juga Iip nanti memproduksi makanan dari bahan lain. Di kota nanti Iip teh akan duwe konco katah dari berbagai kota, provinsi, dan pulau, bahkan juga dari luar negeri," kata Iip Setiawan sangat panjang lebar.
"Stop...........!" pekik Ayah Iip. "Giliran Ayah yang bicara!" bentak Ayah Iip. "Ibu sama Ayah tolong diberi kesempatan berbicara! Kamu selalu saja kalau bicara seperti kereta!" tegur Ayah Iip.
"Maaf Iip teh memang senang bicara sampun kebiasaan," alasan Iip. "Ayah kalian Ibu bade tanya naon?" tanya Iip Setiawan kemudian.
"Ayah teh mau tanya kalau soal jodoh kamu, bagaimana?" tanya Ayah Iip.
"Kamu teh tidak memikirkan cari jodoh di Jakarta?" tanya Ibu Iip. Iip bereaksi malu - malu.
"Soal jodoh Iip teh sudah pasti memikirkannya. Iip bade cari yang geulis kayak artis selebritis. Tinggi, ramping, cute, imut - imut seperti boneka, bukan imot - imot atau imit - imit. Terus gayanya modis dis, fashion trendi dan selalu wangi semerbak bunga - bunga bertaburan, bermekaran. Kalau dibawa jalan, semua mata akan tertuju dan iri dengki srei. Kalau dibawa kondangan semua akan memuji - muji," Iip menerangkan panjang kali lebar kali tinggi kali luas.
Sementara itu kembali ke bus yang sedang dalam perjalanan. Sofi Margareta di dalam bus duduk dengan sangat takut tasnya dijambret.
Kembali ke desa.
Iip kembali menerangkan panjang kali lebar kali tinggi kali luas soal jodoh yang ia mau.
"Akan tetapi hatinya, wataknya, sifatnya teh juga harus geulis lis lis. Gadis berkepribadian baik itu yang harus Iip pilih. Tidak dapat cantik buat Iip tidak masalah. Buat Iip yang penting dapat gadis yang geulis hatinya. Dengan hati yang baik rupa jelek akan menjadi cantik. Kata orang namanya inner beauty," terang Iip kemudian, setelah berpikir dan merasakan pilihan jodoh yang tepat terbaik.
Kembali ke bus.
Sofi Margareta duduk di dalam bus dengan ketakutan. Kali ini ia juga takut smartphonenya dan dompetnya dicopet.
Kembali ke desa.
"Iip juga harus mencari gadis yang cinta sama Iip. Iip juga harus mencari gadis yang Iip cintai. Kalau tanpa cinta buat apa menjadi pasangan? Kalau sama - sama cinta, baik, buruk akan saling menerima. Kecantikan dan ketampanan tidak lagi penting. Suka dan duka akan dilewati bersama - sama," terang Iip lagi dengan panjang kali dan kali.
Ayah Iip dan Ibu Iip saling berpandangan dan menggelengkan kepala. Ayah Iip mendekati telinga Ibu Iip.
"Baru diingatkan sudah bicara seperti kereta lagi!" bisik Ayah Iip ke telinga Ibu Iip.
"Dia juga harus sayang dan hormat sama Ayah dan Ibu. Dia juga harus menganggap Ayah dan Ibu seperti orang tuanya sendiri. Ia harus mau merawat Ayah dan Ibu. Pokoknya cari jodoh harus dilihat bibit bobbbb....," kata Iip tapi terputus karena Ayah Iip keburu membekap mulut Iip.
"Bobot, bebet!" lanjut Ayah Iip dan Ibu Iip secara bersamaan.
Kembali ke bus.
Sofi Margareta duduk di bus masih dengan sangat takut. Ia takut sampai membayangkan dirinya dirampok dan dibunuh.
"A......................................!" teriak Sofi Margareta sangat panjang.
Sopir bus menjadi mengerem mendadak dangdut. Semua penumpang menoleh ke arah Sofi Margareta. Sofi Margareta malu dan mencari alasan.
"A.........BCD!" kata Sofi kemudian.
"Naon?" tanya penumpang 1.
"Maaf saya teh mengantuk, saya teh mimpi," bohong Sofi Margareta.
"Oh...................................................!" seru panjang para penumpang bus.
Sopir bus kembali menjalankan busnya.
Kembali ke desa.
Warga desa sedang menyabung ayam. Iip Setiawan yang sedang jalan - jalan, melihat warga desa sedang berjudi, dengan mengadu ayam.
"Ora genah tenan ini teh wis judi, pitik diadu! Stop stop!" teriak Iip Setiawan. "Kalian semua apa tidak punya hati?" tanya Iip Setiawan dengan amarah. "Ayam - ayam teh mahkluk Allah SWT, awas iso kuwalat!" kata Iip mengingatkan.
"Jangan ikut campur kesenangan orang!" seru warga desa 1.
"Kalau tidak suka, pergi jangan di sini!" bentak warga desa 2.
"Kalian kan tahu, judi itu haram! Mengadu ayam juga dilarang! Kalau sampai polisi melihat, tahu tempe, kalian teh iso di jeruji!" kata Iip Setiawan dengan emosi meluap.
"Awas saja kalau kamu lapor polisi! Habis kamu!" ancam warga desa 1.
"Abdi hanya mengingatkan!" kata Iip.
"Ah udah, kita hajar habis saja dia, sekarang!" seru warga desa 2.
Para warga desa yang ikut menyabung ayam mengeroyok Iip Setiawan. Iip berusaha menahan serangan, tetapi kewalahan dan akhirnya habis dihajar warga.
"Sudah - sudah, cukup!" seru warga desa 2.
"Pergi sana!" usir warga desa 1.
Iip Setiawan berjalan kesakitan menghindari arena adu ayam.
Sementara itu Sofi Margareta sudah sampai dan turun dari bus.
Dari kejauhan Iip Setiawan melihat seekor ayam jantan di arena adu ayam yang sangat menarik perhatiannya. Iip Setiawan merasa kasihan kalau ayam jantan itu diadu.
"Kasihan pisan pitik iku, hati abdi teh ora tega. Berapa regane yo? Tak tuku waelah!" kata Iip Setiawan yang merasa kasihan kepada ayam jantan itu. Iip Setiawan kembali menghampiri arena adu ayam.
"Stop, stop!" teriak Iip menggelegar.
"Belum jera juga rupanya!" bentak warga desa 1. Warga yang ikut menyabung ayam hendak menghajar Iip kembali.
"Tunggu, tunggu!" pekik Iip sambil menyilangkan kedua tangannya menutupi wajahnya, takut dihajar warga lagi. "Abdi teh bade tuku pitik!" terangnya sambil berteriak kencang. "Berapa harga ayam itu?" tanyanya. "Abdi beli ayam itu!" ujarnya kemudian.