Try new experience
with our app

INSTALL

Contents

Ayam Jantan Berkokok Cinta 

7. Ori Bukan KW

Werkudara Bumi Legawa terbang mematuk copet. Kernet Budiman menjadi punya alasan menyalahkan Iip lagi.


 

"Maaf maaf maaf maaf ngapura ngapunten hapunten! Tidak akan terulang lagi!" ucap Iip Setiawan merasa tidak enak. Iip segera memasukkan ayamnya ke keranjangnya.


 

"Sial, gagal, gara - gara ayam jago itu!" gerutu Copet dalam hatinya.


 

"Maaf ngapura ngapunten hapunten, Pak!" ucap Iip kepada copet. "Apa anda terluka?" tanyanya kemudian kepada Copet.


 

"Saya tidak apa - apa," jawab Copet santai padahal hatinya mau menerkam bak siluman serigala yang sedang kelaparan.


 

"Mangga duduk!" kata Kernet Budiman mempersilakan kepada Copet.


 

"Saya masih mau berdiri saja, soalnya pegal kalau duduk terus!" alasan Copet untuk menolak karena masih mengincar.


 

Copet masih memperhatikan penumpang sasarannya. Ia masih mencari - cari kesempatan untuk kembali mengambil dompet penumpang sasarannya itu. Copet akhirnya melihat situasi kembali mendukungnya. Copet kembali mendekati penumpang sasarannya. Copet berhasil mengambil dompet penumpang itu. Sopri Sopir mendadak melihat mobil lain sehingga membuatnya mengerem mendadak. Copet terjungkal sehingga membuat semua hasil copetnya terjatuh ngglimpang, dompet dan smartphonenya jadi sak latar bus. Para penumpang mengenali dompet dan smartphone mereka.


 

"Itu dompetku! Itu smartphoneku! Dompetku! Hpku!" pekik para penumpang yang kehilangan bersahut - sahutan kayak burung di lomba kicau.


 

Para penumpang segera mengambil dompet dan smartphone mereka masing - masing dibantu Kernet Budiman.


 

"Wah, kamu teh pasti copet original bukan KW bukan plagiat!" kata Kernet Budiman gregetan tan tan.


 

"Saya teh sudah curiga ladi gaga dari awal kalau masih ada Copet di bus ini!" kata Sopri Sopir sambil menghentikan bus hingga bus bergerak ndut ndutan lalu berhenti grak.


 

"Tuh baru Copet, saya teh sanes! Demi Allah demi Rasulullah!" kata Iip. "Dasar kamu teh Copet ular melingkar - lingkar di pagar Pak Umar!" kata Iip kepada Copet.


 

Sopri Sopir menghapiri Copet, menarik bajunya bagian leher dan menyeretnya ke luar.


 

"Jjangan, ini sudah gelap!" kata Copet menolak diusir.


 

"Makan tuh gulita, kalau perlu nyalakan lilin buat ngepet!" kata Sopri Sopir.


 

Para penumpang kembali duduk. Semua penumpang sudah tidak curiga lagi dengan Iip kecuali Sofi Margareta. Sopri Sopir kembali melanjutkan perjalanan.


 

"Tarik Bang Sis!"


 

"Watermelon!"


 

Bus jalan lagi dengan slow sungguh slow.


 

"Ayam itu teh baik! Tadi teh pasti maksudnya mau memberi tahu kalau itu orang tadi copet!" kata Penumpang A. Semua penumpang manggut - manggut kecuali Sofi.


 

"Iya bener! Itu teh ayam baik dan pintar, tahu kalau tuh orang copet!" kata Penumpang B. Semua penumpang kembali mengangguk kecuali Sofi.


 

"Kalau ayamnya baik seperti itu pasti teh pemiliknya orang bener, soleh. Berarti tadi dompet penumpang itu memang tidak sengaja terselip!" kata Penumpang A. Semua penumpang juga mengangguk kecuali Sofi.


 

"Sekarang teh sudah benar - benar aman! Copet ori bukan KW bukan plagiat sudah dibuang pada tempatnya, ke tong sampah kegelapan malam!" kata Penumpang B. Semua penumpang mengangguk setuju termasuk Sofi tapi ia langsung menggeleng tipis perlahan.


 

"Kata Bibi Dinda tidak boleh mudah percaya!" tegas batin Sofi tidak ada yang mendengar kecuali dirinya sendiri dan Tuhan Yang Maha Mendengar. "Gue harus tetap waspada super extra panjang tebal bersayap," ujar hatinya kemudian.


 

Di jalan sepi bus dihadang para perampok yang mengendarai sepeda motor. Sopri Sopir mau tidak mau menghentikan bus. Ndut ndutan terus bus berhenti grak.


 

"Gawat darurat instalasi! Perampok!" teriak Sopri Sopir.


 

Semua penumpang yang baru saja merasa aman menjadi paduan suara terperanjat sampai terbelalak ternganga.


 

"Ini lebih ori dari yang tadi!" kata Iip.


 

"Bukan ori lagi, branded kelas berkelas!" tegas Sopri ketakutan.


 

Para penumpang ketakutan, panik, berkali lipat dari sebelumnya, sampai ada yang pura - pura pingsan, dan ada yang pingsan sungguhan.


 

Seorang perampok masuk ke bus dan langsung menghajar Sopri Sopir. Perampok yang lain masuk sambil menodongkan senjata api dan pisau. Ada sebagian perampok tetap berada di luar bus untuk mengawasi sekitar.


 

"Serahkan semua barang berharga kalian!" seru Perampok 1.


 

Para penumpang ketakutan sehingga segera menyerahkan semua barang berharga mereka. Seorang perampok melihat Sofi Margareta lalu memperhatikan Sofi dengan teliti dari ujung kaki hingga rambut berulang kali.


 

"Dia bisa kita jadikan sandera untuk keuntungan yang lebih besar!" kata Perampok 2 sambil menunjuk Sofi. Sofi terperanjat dan semakin ketakutan. Iip juga ikut terperanjat dan sangat khawatir dengan keselamatan Sofi. Perampok 1 tersenyum mengangguk.


 

"Bawa gadis itu!" seru Perampok 1. Dua orang perampok menangkap Sofi Margareta.


 

"Lepaskan! Lepaskan!" teriak Sofi Margareta.


 

"Jangan ganggu dia!" seru Kernet Budiman. Kernet Budiman langsung dihajar perampok. Iip Setiawan hendak melawan perampok tapi seorang perampok langsung menodongkan senjata api ke wajahnya. Para perampok turun dari bus membawa hasil rampokan dan Sofi Margareta.


 

"Lepaskan ... ! Lepaskan ... ! Tolong ... ! Tolong ... ! Lepaskan ... !" teriak Sofi.


 

"Lepaskan! Tolong ... ! Tolong ... ! Tolong ... ! Tolong ... !" teriak Sofi terus. Seorang perampok memukul Sofi hingga pingsan. Perampok menaikkan Sofi ke motor lalu mereka pergi.


 

"Ada yang smartphone hidup?" tanya Iip.


 

"Inalillahi wainaillahirojiun!" jawab paduan suara penumpang serempak kompak. Pasti menang deh kalau lomba paduan suara.


 

"Kan tadi dikasihkan ke perampoknya!" kata seorang penumpang dengan kesal. Iip nyengir.


 

"Ayo kejar Pak Sopir jangan sampai kehilangan jejak mereka kasihan Neng yang tadi!" seru Iip Setiawan.


 

"Iya bener, ayo kejar Pak Sopir!" seru para penumpang bersahutan kayak lomba kicauan lagi.


 

"Panggil saya Sopri Sopir bukan Sopir!" kata Sopri Sopir. Sopri Sopir segera bangkit dan duduk kembali di kursi kemudi.


 

"Tunggu! Biar aku turun mencari kantor polisi atau pertolongan!" ujar Kernet Budiman.


 

"Biar aku temani!" ujar penumpang dekat Iip.


 

Kernet Budiman dan penumpang dekat Iip turun dari bus. Bus melaju kencang mengejar perampok yang udah jauh karena melaju hiper kencang.


 

"Kenalan dahulu biar menyebutnya bukan penumpang dekat Iip!" kata Kernet Budiman. "Saya Kernet Budiman!" katanya memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya.


 

"Saya Arman!" kata penumpang dekat Iip sambil menyambut tangan Kernet Budiman bersalaman.


 

Sementara itu yang di bus.


 

Sopri Sopir mengemudikan bus dengan kencang sehingga beberapa penumpang ada yang terjungkal - jungkal padahal duduk, terantuk bangku di depan mereka masing - masing. Ada juga yang ketakutan dengan ekspresi wajah aneh - aneh. Iip Setiawan sambil bawa backpack dan ayamnya, berdiri, berjalan menghampiri Sopri Sopir. Ia berdiri di samping Sopir Sopir sambil terjungkal - jungkal. Ceritanya, maksudnya ia mau mengamati memantau perjalanan perampoknya.


 

"Pak Sopir apike jaga jarak rada adoh biar mereka teh tidak tahu kalau sedang kita ikuti, tapi tetap jangan sampai kehilangan jejak!" saran Iip Setiawan.


 

"Sudah saya bilang panggil saya Sopri Sopir! Cukup sebut sekali, jangan sebut namaku tiga kali!" kata Sopri Sopir mengingatkan.


 

"Oh namina Pak Sopri Sopir! Kulo Iip Se ... Allah hu Akbar!" sebut Iip karena terjungkal kesekian kalinya biar dapat piring. Iip bangkit lagi. "Abdi teh Iip Setiawan!" katanya memperkenalkan diri.


 

Sementara itu


 

Para perampok membawa Sofi Margareta masuk ke hutan yang lebat dengan pepohonannya rapat - rapat biar kayak DPR. Mereka membawa Sofi melalui celah sempit dan hanya motor yang bisa melintasi celah itu.


 

Bus parkir agak jauh dari celah sempit.


 

"Celah sempit! Bagaimana sekarang?" tanya Sopri Sopir karena bus tidak akan mungkin melewatinya, kecuali Bim sala Bim atau seluruh pohon tinggi - tinggi itu dicabut seakar - akarnya.


 

"Biar abdi ikuti dengan melampah!" ujar Iip Setiawan dengan ainul yaqin.


 

"Sebaiknya ada yang menemani!" sara Sopri Sopir.


 

Sopri Sopir dan Iip Setiawan melihat ke para penumpang. Para penumpang tampak menggeleng semua dan ada yang kakinya nangkring ketakutan di atas kursi bus.


 

"Mboten usah, mboten apa - apa! Semua tunggu saja ten mriki! Pak Sopri Sopir juga tunggu saja ten mriki! Cukup doanya saja!" kata Iip dengan yakin meski deg deg deg.


 

"Hati - hati!" kata Sopri Sopir.


 

"Insya Allah! Tapi tapi Ojo ditinggal nyingkrah loh! pesan Iip.


 

"Tenang saja! Saya teh setia kawan dijamin 100 persen!" kata Sopri Sopir.


 

"Assalamualaikum!" ucap Iip Setiawan.


 

"Waalaikumsalam!" jawab semua yang ada di bus.


 

"Bismillahirrahmanirrahim!" ucap Iip Setiawan. Ia lalu turun dari bus sambil tetap membawa backpack dan Werkudara Bumi Legawa.


 

"Lah lah! Kenapa pakai bawa ayamnya segala?" heran Sopri Sopir sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena melihat Iip pergi sambil membawa ayamnya.


 

Iip Setiawan cerdik karena bacaannya Sherlock Holmes dan Detektif Conan. Iip memperhatikan jejak - jejak roda - roda sepeda motor.


 

"Nah! Jejak sepeda motor mereka teh iso menjadi petuah petunjuk ke jalan yang benar, Insya Allah! Alhamdulillah ini pasti petunjuk dari Allah SWT! Bismillah!" kata Iip dengan semangat membara berkobar.


 

Gubuk hutan.


 

Perampok mendudukkan Sofi ke kursi kayu lalu mengikatnya dan menyumpal mulutnya dengan kain lalu diplester memutar berulang kali.


 

"Apa nih langkah kita selanjutnya?" tanya Perampok 1.


 

"Kita tanya dia, nomor telepon orang tuanya dan alamat rumahnya!" kata Perampok 2.


 

Seorang perampok segera ke luar ambil air lalu kembali masuk. Ia menyiramkan air itu ke wajah Sofi Margareta. Sofi agak sadar.


 

"Bagun ... !" bentak Perampok 1.


 

Sofi Margareta terkejut dan menjadi benar - benar sadar dengan terbelalak. Sofi ketakutan setengah mati. Seorang perampok membuka plester Sofi yang berlapis.


 

"Kerjaan siapa nih? Berapa lapis?"


 

"Berlapis - lapis!"


 

"Boros!"


 

"Berapa nomor telepon orang tuamu?!" tanya Perampok 1 dengan berteriak di telinga Sofi. Sofi mengangkat bahunya menahan berisik pekikan suara perampok itu. Sofi bergeming.


 

"Hei! Kuping ta kucur jamur ta centelan?!" teriak Perampok 1.


 

"Kalian mau apa?" tanya Sofi.


 

"Maunya - maunya, mau apa lagi kalau bukan uang? Cepat katakan! Berapa nomor telepon orang tuamu!" bentak lagi Perampok 1.


 

"Gue bukan orang kaya! Gue dari desa! Tampang gue memang kota tapi gue dari desa!" kata Sofi mencoba berbohong agar dilepaskan.


 

"Gue? bahasa Gue katanya dari desa! Lo pasti dari kota, Neng!" kata Perampok 1.


 

"Ya sudah kalau tidak percaya!" kata Sofi.


 

"Oh mungkin lo orang kota yang miskin yang asalnya dari desa? Tidak masalah Neng Geulis! Kalau lo bukan orang kaya, kita bisa lakukan yang lain yang lebih ekstrim! Kami bisa jual lo ke germo! Kami masih bisa dapat uang banyak Neng Geulis," kata Perampok 1. Sofi terbelalak ternganga dan lebih ketakutan. Perampok 1 kembali menyumpal mulutnya dengan kain lalu diplester tapi kali ini hanya sepotong plester gak pakai muter - muter berlapis - lapis. "Hemat!" katanya kemudian. Semua perampok mengangguk serempak.