Try new experience
with our app

INSTALL

Pohon Cinta 

Sakitnya di PHP

Ternyata enggak hanya orangnya saja yang dingin, tapi juga surat-surat yang ia tuliskan. Harusnya aku enggak berharap lebih, hingga jatuhnya akan terasa sakit sesakit-sakitnya. Untuk ukuran diriku, sudah ditanyain keadaannya saja udah syukur. Apalagi sampai dikirimin bunga alias bunga deposito. Akhirnya aku mulai menurunkan tingkat harapanku padanya, dari level 10 jadi level 4! 


 


 

1995

Hari terus berlalu tanpa bisa kuhentikan, karena bumi selalu berputar sesuai titah Yang Maha Kuasa. Ya, semua yang terjadi di alam semesta ini sudah ada yang mengatur termasuk jodohku. Kalau memang Mr. Kulkas ditakdirkan berjodoh denganku, harusnya tak perlu galau. Meskipun aku enggak yakin doski naksir diriku, mengingat hanya sesekali aku dapat surat yang jauh dari gambaran surat cinta. Tak ada kata-kata mesra atau sayang, apalagi ucapan cinta. Isi surat Mr. Kulkas tak lebih hanya basa-basi menanyakan kabarku, mirip perhatian abang pada adik. Ya, sebatas bertanya keadaan dan sekolahku. Ternyata enggak hanya orangnya saja yang dingin, tapi juga surat-surat yang ia tuliskan. Harusnya aku enggak berharap lebih, hingga jatuhnya akan terasa sakit sesakit-sakitnya. Untuk ukuran diriku, sudah ditanyain keadaannya saja udah syukur. Apalagi sampai dikirimin bunga alias bunga deposito. Akhirnya aku mulai menurunkan tingkat harapanku padanya, dari level 10 jadi level 4! 


 

Akupun mencoba melupakan doski bersamaan dengan pindahnya diriku ke asrama yang baru. Asrama yang letaknya tak begitu jauh dari asrama lamaku karena masih sekitar Notoprajan. Memang syaratnya begitu naik ke kelas tiga SMA, anak-anak harus pindah ke asrama khusus. Katanya, sih biar lebih konsentrasi belajar untuk bisa lulus perguruan tinggi. Sementara Lulu dan Mimi memilih asrama yang lain khusus kelas 3 SMA juga. Sedangkan Esti sudah lulus dan masuk Fakultas Kedokteran universitas swasta di Yogya. Jadi ceritanya kami pisah asrama tapi tetap saling berhubungan di sekolah. Aku dapat kamar yang isinya 8 orang anak, sama seperti di asrama yang lama. 


 

Di asrama yang baru, lagi-lagi aku menemukan teman-teman yang ajaib bin unik. Untungnya enggak ada yang suka ngutil kayak di asrama sebelumnya, cuma kleptomania ada. Tetap, berasa enggak aman. Kamu tahu kan klepto? Yang jelas bukan nama sejenis makanan atau artis beken. Tapi nama sebuah penyakit kejiwaan yang menjangkiti seseorang untuk berbuat sesuatu yang bisa menyenangkan dirinya, but merugikan orang lain. Lho, kok enak? Pasti pikirmu begitu kan? Dia yang senang, kita yang rugi. Kleptomania berasal dari dua kata yaitu klepto dan mania. Klepto artinya mencuri. Sedangkan mania artinya sebuah kegemaran yang berlebihan. Kleptomania masuk dalam kategori gangguan penguasaan diri, ketika hasrat mencuri muncul, tak ada kesanggupan pada penderita untuk mencegahnya. Jadi dari awal penderita kleptomania tidak merencanakan pencurian, ia bertindak atas dorongan sesaat saja. Seringkali pencurian pada kleptomania dilakukan bukan karena kegunaan atau nilai yang terkandung pada benda yang ia curi. Biasanya barang curian diberikan kepada orang lain atau dibuang. Dalam kasus tertentu, barang itu tetap disimpan, sih. Sesaat sebelum melakukan pencurian, biasanya si individu merasakan ketegangan dan keresahan yang amat sangat! Kayak lagi nonton film thriller gitu. Sesudah berhasil mencuri, ia akan merasa lega dan puas. Jadi pencurian pada kleptomania dilakukan bukan sebagai ungkapan kemarahan dan balas dendam kepada pihak tertentu, apalagi karena perlu. Penderita kleptomania menyadari bahwa perbuatannya salah dan sering merasa tertekan dan sedih. Namun ia tidak bisa menguasai dirinya ketika hasrat itu muncul. Para pelaku klepto terdapat di mana saja, jadi enggak hanya di asrama tempatku. Uniknya barang yang suka diambil itu CD alias celana dalam termasuk sahabat karibnya bra. Jadi bukan CD musik ya. Yang diambil tentunya CD yang ciamik, keluaran terbaru dan modelnya keren.


 

Kejadiannya ketika suatu sore yang cerah, saat anak-anak asrama sedang semangat-semangatnya mengangkat jemuran yang sudah kering, tiba-tiba terdengarlah suara histeris salah satu anak. Kami pun berkerumun bak semut mengerubungi gula. Mendekati si korban yang sedang menangis Bombay.


 

“Arghhh, CD gue yang baru beli kok enggak ada? Siapa sih yang tega mengambil CD gue untuk yang ke seratus kalinya?” Lebay!

“Lo lupa naruh kali?” salah satu anak asrama mencoba menghibur.

“Enak aja! Gue belum pikun tahu! Gue sendiri yang cuci tuh celana subuh tadi. Sudah disayang-sayang tuh celana sampai dicucinya penuh perasaan, eh malah raib hiks.”

Semenjak kejadian itu, anak-anak asrama pun makin waspada terhadap barang miliknya masing-masing. Ada yang seharian duduk terus di depan jemuran. Tapi begitu ketiduran, “Huwaaaaa! CD gue akhirnya hilang juga.” Jadi, percuma aja kan diawasi terus? Wong si klepto tau kapan saat yang tepat untuk main embat.


 

Tapi ada juga yang cuek bebek. “Mau hilang kek, mau ada kek, bodo amat! Soalnya CD gue bolong semua. Kan enggak mungkin si klepto tertawan sama tuh daleman,” ucap salah satu anak sambil ngikik. Untung enggak CD trio macan yang dicuri. Bisa-bisa tuh klepto mati konyol karena disobek-sobek perutnya.


 

Hari berganti hari. Anak asrama makin resah karena setiap hari ada saja yang mengaku kehilangan CD, termasuk aku. Tapi yang paling meresahkan, si klepto tetap enggak ketahuan batang hidungnya. Alias masih bebas berkeliaran di asrama. Jadi pelakunya bisa anak asrama, atau yang kerja bantu-bantu di dapur asrama. Atau pihak luar yang mengambil saat berkunjung ke asrama. Kemungkinannya banyak dan tragisnya tak jua ketahuan siapa pelakunya. Mulailah anak-anak berlaku paranoid. Siapa aja yang sedang mengangkat jemuran, pasti diikuti dengan kedua mata yang penuh selidik. Mata-mata dipasang di mana-mana. Sampai akhirnya anak-anak asrama memutuskan untuk menjemur CD mereka di dalam kamar. Biar kata keringnya lama, yang penting selamat. Alhasil kamar pun penuh dengan CD-CD yang berjejer di kawat jemuran darurat. Sampai-sampai ibu asrama shock berat begitu periksa kamar anak-anak. 


 

“What! Kenapa jemuran jadi pindah ke sini? Apa masih kurang jemuran yang ada di halaman belakang?” Anak-anak pun berlomba-lomba memberikan argumentasi, dari yang masuk akal sampai enggak. Hihihi. Aya-aya wae. Kalau dipikir-pikir tuh klepto mengapa sukanya mengambil barang privasi kayak CD, ya? Kenapa enggak mengambil barang yang familiar saja kayak sandal jepit, sepatu atau uang recehan pikirku. Kalau sudah begitu, anak-anak termasuk aku jadi sering bolak-balik ke Ramai Mall untuk beli CD yang baru, karena selalu kehabisan stok. Enaknya sehabis belanja di Ramai Mall, makan soto yang enak, murah, meriah tapi enggak bikin muntah. Apalagi kalau makannya pake sambel yang banyak sampai kepedasan. Seru aja rasanya meskipun habis itu sering ke toilet karena sakit perut. Terutama aku yang perutnya sensitif. Biasanya kalau sudah pada kepedesan sukanya spontan saling megang lengan. 


 

“Ngopo sih, pegang-pegang tangan gue. Emang mau menyeberang?” Kalau dulu sudah ada Youtube kayak sekarang, mungkin kami udah Dubsmas “Sambala, Sambala, Sambalado. Terasa pedas, terasa panas.”

Kita balik ke cerita anak asrama yang lain. Ada Donna yang agak centil bin manja mirip Lulu. Namun sangat suka diperhatikan. Telat sedikit saja dapat perhatian dari kita, Donna bisa tiba-tiba pingsan. Begitu dari jauh lihat kita ngumpul, Donna dengan semangatnya nunjukin gaya pingsannya yang tak jauh dari kita duduk.

 “Gue pingsan dulu ya beb. Ah” 


 

Kalau sudah begitu, kami panik menggotong Donna dan menyadarkannya. Beda dikit dengan Vita yang suka pingsan juga. Cuma Vita pingsannya hanya sebulan sekali karena dapat menstruasi. Selain Donna ada Riana yang anaknya lucu alias suka nge-joke yang bikin ketawa dan sukanya main tebak-tebakan sampai bikin ngikik.


 

“Kura-kura apa yang paling manis?”

“Nyerah,” jawab anak asrama 

“Kurasa gue .”

“Ge-errrr.” Sorak anak-anak

“Ras apa yang paling baik?”

“Ras Indonesia lah,” jawab gue semangat.

“Rasanya masih gue deh .”

“Dasar Riana.”

“Yang terakhir, mas apa yang lucu?”

“Mas Satiman tukang kebun sekolah.”

“Masa gue lagi ?! “


 

Anak-anak pun rame-rame ingin menjitak Riana. 

Jadi kalau sedang bete atau sedih, aku terhibur banget dekat Riana. Hanya saja kalau ada yang macam-macam sama Riana langsung deh ditonjok. Soalnya dia baper melebihi Esti, ampun dah. Pamong asrama yang ditakuti anak asrama saja enggak berani sama Riana. Makanya kalau pengen keluar dan harus minta izin pamong asrama, Riana yang selalu aku dorong untuk menghadap minta izin. Pokoknya jangan berani-beraninya sama Riana. Tapi Riana akhirnya jadi sahabat akrabku, bahkan sudah seperti saudara sendiri. Kalau soal kesetiaan sebagai seorang sahabat, Riana tak diragukan lagi. Contohnya bila ada temannya yang mengajak Riana pergi, Riana akan menolak bila secara bersamaan aku minta ditemenin pergi juga. 

Ibarat pohon yang selalu setia berdiri tanpa keinginan untuk berpindah tempat. Sebatang pohon akan tetap selamanya di tempat ia tumbuh. Sebagaimana Riana yang akan tetap setia mendampingiku sebagai seorang sahabat sejati, baik dalam suka dan duka. Untuk itulah aku akan selalu tetap setia menunggu Mr. Cool, sebelum jawaban ditolak langsung kudengar dari mulutnya. Begitu akrabnya, sampai-sampai Riana enggak hanya jadi teman dan saudara, tapi merangkap juga jadi bodyguard di asrama. Enaknya jadi enggak ada yang berani menyakitiku. Hihihihi. 


 

Repotnya Riana yang lebih baper dari Esti, harus sering aku pisahin sama anak asrama ketika lagi tonjok-tonjokan, salah satunya hanya gara-gara berebut setrika! Aku sih senang-senang saja. Apalagi kalau ada cowok yang dekati, sementara aku enggak suka. Riana yang maju menggertak, sampai tuh cowok ngibrit karena takut. Riana pun memilih jurusan sesuai karakternya yang tomboi yaitu di fakultas teknik sipil. Aku senang ikut ke kampusnya karena cowok semua. Sambil menemani Riana selesaikan urusan di kampusnya bisa sekalian cuci mata, deh. Tapi cowok-cowok jadi takut dekati cewek manis bin imut kayak aku karena belum apa-apa harus berhadapan dulu dengan Riana. 


 

Oh ya, dengan bapak ibunya Riana aku juga kenal akrab. Bahkan saat liburan aku suka ikut pulang ke rumahnya di Kalimantan. Yang bikin aku terharu, bapaknya Riana juga sayang banget padaku. Kerinduanku akan almarhum bapak jadi terobati. Ambil tissue.


 

Setelah enggak ada Esti, Rianalah yang jadi supporterku dengan cowok misterius dalam bus tersebut. Riana menyarankanku untuk coba berkirim surat lagi pada Mr. Cool. Mau dibalas atau enggak yang penting sudah usaha. 

“Coba saja Ir, mana tahu doski juga ngarepin surat dari Iir.”

Meskipun awalnya aku ragu, masa sih cewek dulu yang kirim surat? Gengsi, dong. Kecuali kalau melamar lebih dulu kayak Khadijah istri Rasulullah, yang pede melamar Nabi duluan. Lah aku? Mana pede? Lagian yang mau nikah cepat-cepat siapa. Justru karena itulah aku ragu mendekati Mr. Kulkas lagi. Apalagi setelah aku tahu hukumnya pacaran enggak baik dan bisa bahaya. Sebagaimana lagu Titik Puspa. ”Tapi awas jangan pergi berduaan, nenek bilang itu bisa berbahaya.”


 

“Mau nikah atau sekolah? Kalau mau sekolah jangan pacaran dulu. Selesaikan sekolahnya dulu baru nikah.“ Aku jadi ingat kata-kata bapaknya Esti, saat Esti ketahuan menjalin hubungan dengan anak Sospol. Hal itu membuat Esti memutuskan pacarnya saat itu juga meskipun berat, demi cita-citanya menjadi dokter.


 

Kalau Bang Wawan yang membiayai sekolahku tahu, pasti juga berkata hal yang sama. Benar kejadian deh. Aku kembali dirundung patah hati, setelah surat kedua enggak dibalas, tak ada lagi surat ketiga dan seterusnya dari Mr. Cool. Aku merasa dipermainkan oleh lelaki dingin tersebut. Tega-teganya doski menggantung harapan dan cinta pertamaku. Hiks, ambil tissue lagi. Aku pun mencoba introspeksi diri.


 

Apakah aku pernah menyakiti hatinya lewat-kata-kata di dalam surat? Tapi aku merasa tak pernah berbuat itu. Atau lelaki dingin-dingin empuk itu yang tak pernah menganggap serius hubungan kami. Jangan-jangan benar bahwa doski hanya menganggap aku adik saja, tak lebih! Sebab di setiap suratnya doski selalu memanggilku dengan sebutan ‘Adik’ dan kubalas panggil Abang, bukan saling memanggil mama papa atau ayah bunda kayak ABG sekarang yang lagi pacaran. Memang sudah suami istri? Hancur rasanya hatiku. 


 

Untuk mengobati luka hati, aku pun makin tekun belajar, apalagi ujian kenaikan kelas sudah di ambang mata. Sebentar lagi aku akan naik ke kelas tiga SMA. Aku harus fokus pada cita-citaku semula. Lebih keras lagi belajar untuk bisa lolos ke Universitas Negeri. Hingga tamat SMA, tak lagi kuketahui kabar berita dari lelaki yang pernah merebut hatiku itu. Aku pun bertekad untuk benar-benar menganggapnya tak pernah hadir di hati dan hidupku. Aku harus melupakannya!


 

Meskipun aku terus berharap dapat kiriman surat lagi dari Mr. Cool. Ada untungnya harapanku terbang terbawa angin karena lagi-lagi dikecewakan. Apa iya harus aku terus yang lebih dulu mengirim surat dan bertanya kabanya? Bagaimanapun, aku juga ingin tahu kabar si cowok kulkas itu. Huh! Jadi aku punya alasan untuk enggak mengingat doski lagi.