Contents
Pelangi Setelah Hujan
Prolog
PROLOG
"Aku ingin punya cucu. Apa itu salah?"
Kinanti terdiam menatap ujung jari kaki. Sesekali dia mengusap sudut matanya yang mulai mengalirkan bulir-bulir kesedihan.
“Mama bisa mengerti perasaanmu. Namun, kamu juga harus memaklumi impian mama menimang cucu. Aku rindu suara tangisan dan tawa bocah di rumah ini. Harapanku hanya pada Angga karena dia satu-satunya penerus Keluarga Himawan.”
“Ma, aku mencintai Mas Angga." Suara memelas bersama pecahnya isakan terdengar dari seorang Perempuan muda menahan pilu di dada.
Perempuan yang sedari tadi berdiri di hadapannya hanya menatap, lalu berbalik menjauh meninggalkan Kinanti yang menenggelamkan wajah dalam balutan air mata kesedihan. Rentetan kata yang terlontar barusan seakan mengempaskan tubuhnya ke jurang terdalam. Dia menahan sakit di sini. Bilik relungnya terluka. Hanya tangisan yang mampu dia cetuskan dari rangkaian luka yang tertoreh.
Memilih pergi atau tetap di sini bersama Angga?
Kinanti menatap pigura yang menghias ruang tengah rumah mewah itu. Gambar kebahagiaan saat di pelaminan ada di sana. Bahkan saat Angga menggendong ke kamar pengantin menyambar pikirannya.
Akankah itu terganti? Adakah wanita lain akan berdiri di sisi Angga dalam pigura itu? Apakah malam-malam Angga berikutnya akan berpeluh bersama wanita lain?
Bulir-bulir air mata Kinanti makin menderas. Namun, tak ada aksara yang mampu menceritakan perihnya.
Semuanya beku di palung terdalam batinnya.