Contents
Pelangi Setelah Hujan
AKU INGIN CUCU
-Mama Mertua
Orang memanggilku Bu Broto, tepatnya Broto Himawan. Ya itulah nama yang tersemat setelah menjadi Nyonya Broto. Memiliki anak semata wayang bernama Angga.
Sepi juga nggak ada Angga dan Kinanti. Mana nggak ada yang bisa aku marah-marahin lagi.
Dasar menantu nggak punya malu. Sudah pengangguran eh anak juga nggak punya. Kesel tahu tunggu cucu. Coba kalau ada cucu pasti sudah aku pamerkan pada teman-teman arisan. Nah ini apa? Hanya aku yang belum punya.
“Mbok? Makanan sudah siap belum? Saya mau makan.”
Terlihat Mbok Minah tergopoh-gopoh menemuiku.
“Sudah, Bu. Semua ada di meja makan.”
Aku melipat majalah yang baru saja kubaca. Beranjak dari ruang tengah menuju meja makan. Sudah ada pepes pindang dan sayur bayar kesukaanku. Juga bakwan jagung beserta sambal tomat.
“Huek.”
Aku memutahkan makanan yang baru masuk satu suap. Rasanya begitu aneh. Beda dengan yang aku makan setiap hari. “Mbok, kenapa masakannya hambar? Ini pepes juga kenapa pedas banget!”
“Maaf, Bu, saya nggak tahu seleranya jenengan.”( kamu)
“Loh bukannya setiap hari Simbok yang masak?”
“Bukan, Bu, yang masak setiap hari Mbak Kinanti. Saya hanya bantu menyiapkan keperluan saja.”
Aku hampir tersedak mendengar kata Kinanti, segera aku raih gelas di depanku. Meneguk air putih. Kaget, ternyata selama ini Kinanti yang masak? Kenapa baru aku tahu, padahal sudah lima tahun dia di sini.
“Ya sudah, coba kamu tanya resep sama Kinanti saja. Supaya bisa masak seperti dia.”
Aku segera menyudahi makan. Menuju kamar, rasa lapar menjadi kenyang mendengar nama Kinanti. Ah kenapa harus dia. Bukankah aku membencinya. Ponsel yang berada di nakas samping tempat tidur aku ambil. Mencari kontak Elsya. Segera kutelepon Elsya. Tidak menunggu kutekan tombol hijau nada sambung. Selang sepuluh detik telepon tersambung.
“Halo, Elsya.”
“Iya, calon ibu mertua.”
“Ke sini dong! Tante kesepian ini. Kita bicara masalah pernikahan kamu dan Angga.”
“Siap meluncur, Tan!”
Senyumku merekah. Ini dia calon mantu idaman yang akan segera memberikan cucu. Terserah Angga mau apa tidak, yang penting dia secepatnya tinggali Kinanti dan menikah dengan Elsya.
Setengah jam kemudian, Elsya datang. Dia melangkah bak peragawati mendekatiku. Dengan sapaan khas, dia menyapaku.
“Tante ... apa kabar?”
Kami saling cium pipi kanan, pipi kiri. Badan Elsya yang Seksi pasti akan membuat Angga bergairah.
Kami mengobrol panjang lebar, tertawa bareng dan merencanakan sesuatu. Ternyata ide Elsya cemerlang. Aku dengan seksama mendengarkan semua arahan dia.
“Berarti aku harus pura-pura sakit?”
“Iya dong, Tante. Bukankah Mas Angga sayang banget sama Tante, jadi apapun yang diinginkan pasti dia kabulkan. Termasuk menikahi aku, Tan. Sudah nggak sabar jadi istrinya Mas Angga yang romantis banget.”
“Tenang saja, pasti nanti aku bantu.”
“Beneran?”
“Bener dong!”
“Wah kalau begitu mari kita rayakan dong. Bagaimana kalau kita shopping?”
“Ide cemerlang, sudah lama juga nggak ke Mall.”
Kami berdua bersiap untuk ngemall bersama. Elsya memang calon menantu yang baik. Tidak seperti Kinanti yang sok bijak. Andai mau menemani dia pasti cerewet. Harus berhemat lah, jangan terlalu boros lah, kasihan Mas Angga dan bla-bla.
Bukankah Angga anakku? Harusnya semua uang dia milikku. Punya istri kok seleranya rendahan. Baju-bajunya juga nggak bermerek. Bukannya dia istri seorang pejabat BUMN. Tampilan kok sederhana banget. Kerudungan lagi. Angga memang salah pilih.
Puas berbelanja, kami akhirnya mampir ke Banaran Coffee. Menikmati alam dan juga rasa coffee yang nikmat. Tidak seperti kinanti, yang nggak pernah mau jalan-jalan ataupun makan di resto. Nyesel aku, kenapa dulu Angga aku nikahkan sama Kinanti.
“Tan, yuk kita swafoto. Cis!”
Aku sungguh bahagia, Elsya memang bisa mengimbangi aku. Ya, Elsya lah yang tepat jadi istri pejabat. Selalu modis tampilannya. Ah sudah tidak sabar rasanya menyuruh Angga menceraikan Kinanti. Kalau Kinanti nggak mau dicerai, dia harus menerima konsekuensinya. Berbagi suami.
Kami sudah sampai rumah. Rasanya capek, tapi bahagia. Elsya pamit pulang setelah mengantarku sampai dalam rumah. Malam ini, rasa kangen makin menderu. Sudah dua pekan tidak bertemu Angga. Segera kuambil ponsel mengetik pesan kepadanya.
‘Angga, Kapan kamu datang? Mama kangen.’
Centang dua, terkirim.
Angga akan segera membacanya. Apabila besok Sabtu dia ke Salatiga. Berarti dia anak berbakti. Eh, iya, aku harus menghubungi Elsya. Kesempatan baik buatnya untuk mendekati Angga. Urusan Kinanti itu bagianku. Kucari kontak Elsya dan menulis pesan untuknya.
‘Elsya sayang, besok Sabtu, Angga pulang ke sini. Kamu datang, ya’
Pesan terkirim, langsung centang biru.
‘Siap dong, Tan. Mau ketemu calon suami.’
‘Gadis pintar’
Kuakhiri kirim pesan dengan Elsya. Namun, aku masih saja memegang ponsel. Ku lanjutkan membuka instagram. Siapa tahu ada model-model baju terkini di instagram. Begini-begini aku masih modis. Rumah besar ini juga makin sepi. Setelah Angga pindah rumah.
***
Hari Sabtu telah tiba. Sabtu ini seharusnya Angga pulang. Untuk menyambut kedatangannya sudah aku persiapkan semua makanan kesukaan Angga. Rasa kangen ini pasti akan segera terobati. Semoga menantuku nggak ikut serta.