Contents
2YM Season Cincin Panah
54. Pantauan Mata Warga
54. Pantauan Mata Warga
2 Yang Mulia Season Cincin Panah.
Area pertokoan saat matahari baru terbit.
"Hamba dan para prajurit hamba telah meminta keterangan dari toko perhiasan yang menjadi korban. Setelah jalanan ramai, hamba akan melacak jejak mereka melalui pantauan warga, yang melihat mereka lari. Mereka beraksi siang hari di tengah kota yang ramai, jadi banyak warga yang memantau. Kita akan ikuti pantauan itu, tentunya sampai di tempat di mana warga, sudah tidak ada yang melihat mereka. Sampai di situ baru menyebar prajurit. Hamba yakin, tidak jauh dari batas pantauan warga, mereka akan kita temukan." Jenderal Prana memberikan keterangan pada Jenderal Sauqy, bagaimana cara ia akan menemukan para perampok itu.
"Jenderal Prana memang cerdas, sesuai dengan berita yang aku dengar!" Jenderal Sauqy mengakui kehebatan Jenderal Prana.
"Itu karena pengalaman, Jenderal!" terang Jenderal Prana dengan ketegasannya sebagai militer.
***
Kamar rumah sakit.
"Benarkah Yang Mulia akan memberikan ganti rugi Dinar dan emas?"
"Insya Allah akan aku berikan setelah sidang!" Sultan Singa berujar sungguh-sungguh bercampur kekesalan akan perangai buruk ibu itu.
"Hamba akan pegang janji Anda, Yang Mulia!" kata Rina dengan tegas menutut.
Sultan Singa memandang sejenak anak laki - laki itu, lalu pergi meninggalkan kamar itu.
"Ibu hampir saja mengatakan tentang ayah!" protes anak laki-laki bernama Rian itu.
"Memang kenapa?" tanya Rina.
"Ibu tahu, kenapa aku tertembak? Karena aku sengaja, karena ayahanda merampok lagi, dan hampir ditembak prajurit militer!" terang Rian dengan kesal akan kelakuan ayahandanya.
"Oh, jadi karena ayahmu? Kamu melindungi ayahmu?" tanya Rina untuk memastikan pernyataan putranya yang sudah jelas itu.
"Maka dari itu, ibu diamlah, jangan bicara macam - macam!" tegas Rian.
Mendengar keterangan putranya itu benak Rina menjadi berpikir dan menimang. "Jika begitu, aku harus membuat sidangnya segera berlangsung, sebelum mereka menemukan bukti apa pun!" Rina berbicara sendiri dalam hatinya dengan penuh emosi napsu akan Dinar dan Emas. Ia sangat tidak mau kehilangan kesempatan memiliki kedua hal itu dengan jumlah yang cukup lumayan, hingga tampak dalam binar matanya yang menonjol. "Putraku, aku pergi dahulu, ada yang harus ibu urus!" Rina bergegas pergi.
***
Sultan Singa berjalan menuju ke kamar taman.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Percuma juga tahu, jika tidak bisa membuktikan ke masyarakat umum kebenarannya. Semoga Jenderal Prana dan Jenderal Sauqy bisa menangkap para perampok itu dan membuktikan Zein tidak bersalah." Sultan Singa berjalan sambil berpikir dan berbicara dalam benak dan hatinya.
Sampai di kamar taman, Sultan melarang prajurit memberi tahukan kedatangannya. Sultan melihat Cendani masih tidur.
"Syukurlah ananda bisa tidur. Ananda pemikiranmu benar tentang anak itu. Sebaiknya hari ini ananda libur kerja saja. Biar nanti aku sampaikan pada Jenderal Kafi atau Jenderal Fais saat pertemuan pagi. Aku pergi dahulu, aku akan bersiap ke pertemuan pagi." Sultan Singa berkata dalam hatinya lalu berseru pamit dalam hatinya juga, dan kemudian bergegas ke kamarnya.
***
Sultan Singa sudah berpakaian rapi dengan simbol-simbolnya, tanpa meminta bantuan siapa pun. Sultan Singa lalu mengambil sepatunya.
"Aku juga akan meminta data diri Zein." Sultan Singa berbicara dalam hatinya sambil memakai sepatu.
Sultan Singa bergegas pergi.
***
Ruang kerja Sultan Singa.
"Sultan Badar Saifulah Husam tiba!" Prajurit penjaga pintu ruang kerja Sultan Singa berseru seperti biasa, setiap datang Yang Mulia itu, untuk memberi tahu kepada yang ada di dalam ruangan kerja Yang Mulia itu.
Semua menunduk saat Sultan Singa masuk. Seperti biasanya diawali dengan berdoa. Lalu Sultan Singa mengawali dengan Jenderal Fais.
"Jenderal Fais, maaf, jika untuk pagi ini, tidak ada yang membuatkan kopi untuk para jenderal, karena suatu kasus telah menyita kondisi tuan Putri, dan aku baru saja membuatnya tertidur." Sultan Singa menerangkan.
"Hamba mendengar dari para prajurit, dikarenakan ada anak laki-laki yang berlari ke arah tembakan."
"Iya, memang benar karena hal itu, Jenderal. Jenderal, aku juga minta tolong, setelah pertemuan ini, antarkan data diri Zein kepadaku! Temui aku di kamar taman, karena nanti aku akan ada di sana!"
"Baik, Yang Mulia!"
"Mari, kita mulai pertemuannya!"
Pertemuan berjalan seperti biasanya.
***
Rina menemui Tedysah, seseorang yang pandai berbicara.
"Ada perlu apa menemui ku?"
"Tuan Tedysah, putraku tertembak prajurit saat sedang bermain. Yang Mulia menjanjikan Dinar dan emas sebagai ganti ruginya, tetapi ia akan memberikannya setelah sidang. Aku minta tolong padamu, untuk membuat warga mendesak sultan menyegerakan sidang, agar aku segera mendapatkan ganti ruginya. Aku akan membagi Dinar dan emas itu kepada Anda, Tuan Tedysah, jika berhasil!"
"Tapi aku mau lima puluh persen!"
Rina terkejut tidak terima. "Tidak bisa begitu, Tuan Tedysah!"
"Jika tidak, carilah orang lain!"
Ibu Rina berpikir sejenak. "Daripada aku tidak mendapatkan sama sekali!" Rina berbicara dalam hatinya.
"Bagaimana? Cepat pergi jika tidak setuju!"
"Baiklah, Tuan, aku setuju!"
***
Kamar taman Cendani.
Cendani terbangun perlahan. Ia teringat pekerjaannya dan segera bangkit duduk.
"Pasti pertemuan sudah berlangsung," batin Cendani. "Sejak siang kemarin suamiku juga belum makan. Aku akan membawakan makanan dan menyusulnya, sekaligus ikut menyelidiki!" ujarnya kemudian dengan kesungguhan hati.
Cendani segera bangkit. Ia mandi lalu pergi ke dapur istana.
***
"Tuan Putri Cendani, apa Tuan Putri butuh sesuatu?" Farhan bertanya saat melihat Cendani ke dapur istana. Cendani ragu dan merasa tidak enak meminta.
"Katakan Tuan Putri, apa pun yang Tuan Putri butuhkan! Jika sampai Yang Mulia tahu hamba tidak bisa melayani Tuan Putri, nanti Yang Mulia bisa menghukum hamba!"
"Aku butuh sayur-sayuran, jamur, daging, susu, dan bahan-bahan mentah lainnya yang masih segar, juga kotak makanan!" ujar Cendani dengan emosi yang terburu-buru karena ia ingin segera ikut mengatasi masalah itu.
"Bahan-bahan mentah ada di sebelah sana! Ambil saja, apa pun yang Tuan Putri butuhkan, sebanyak yang Tuan Putri mau! Mari hamba bantu!"
Farhan menuju ke arah bahan-bahan mentah. Cendani mengikuti Farhan. Farhan mengambil keranjang.
"Apa yang harus hamba masukkan ke keranjang Tuan Putri?"
"Ayam, daging, jagung, wortel, jamur, oregano, bahan pastry atau jika kau punya kulit pastry!" Cendani sedang sangat terburu-buru sekali. Selain karena kasus itu, juga karena suaminya belum makan.
"Sebenarnya Tuan Putri ingin makan apa? Bagaimana jika hamba buatkan saja? Nanti Yang Mulia bisa marah pada hamba, dikiranya hamba sengaja membuat Tuan Putri membuat makanannya sendiri!” tanya Farhan lalu ia berseru karena khawatir dimarahi dan dipecat lagi oleh Sultan Singa karena kedapatan putri kesayangan Yang Mulia memasak sendiri.
"Aku ingin membuat sendiri Zuppa Toscana di wood oven stove mini, Farhan!” tegas Cendani gemas atas kata-kata Farhan bernada protes.
"Di kamar taman hanya akan menghasilkan sebuah, dua buah, Tuan Putri!" terang tegas Farhan.
"Aku hanya membuat untuk suamiku, Farhan!" balas tegas Cendani.
"Baik, Tuan Putri, tapi izinkan hamba membantu, agar Yang Mulia tidak marah kepada hamba!" tegas Farhan tidak mau didebat, tidak mau dilarang. Cendani terdiam, bukan tidak bisa menanggapi, hanya membiarkan. Farhan langsung mengambilkan semua bahan-bahannya dan alat-alatnya. Cendani tersenyum tipis melihat bantuan Farhan yang sangat cepat cekatan itu.
"Mari, kita buat di kamar taman, Tuan Putri!" ajak Farhan.
***
Kamar taman Cendani.
Farhan dan Cendani membuat Zuppa Toscana. Beberapa saat kemudian.
"Dua buah Zuppa Toscana sudah jadi, Tuan Putri!"
"Terima kasih Farhan. Ayo kita kemas aku mau segera pergi menemui suamiku!"
Farhan mengemasnya.
"Sementara Tuan Putri pergi hamba akan membuat lagi!
"Terserah, Farhan! Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam!"
Cendani pergi dari kamar taman. Cendani naik ke kereta menuju area pertokoan. Dari belakang Jenderal Yusya mengajak beberapa prajurit mengikutinya, tidak diam-diam, tetapi Cendani tidak tahu.
***
Beberapa saat kemudian Sultan Singa datang ke taman dan melarang prajurit memberi tahu kedatangannya.
"Yang Mulia, tuan Putri baru saja pergi, dan di dalam sedang ada Farhan." Prajurit penjaga taman melaporkan.
"Ke mana perginya putriku?"
"Ampun Yang Mulia, hamba tidak tahu."
Sultan Singa masuk, mencium aroma masakan dari arah belakang. Sultan Singa menuju ke belakang.
"Farhan, ke mana putriku?"
Farhan segera menghampiri dan menunduk.
"Mengantarkan Zuppa Toscana untuk suaminya, Yang Mulia."
"Jika dia pergi menemui suaminya berarti dia juga akan ikut pergi menyelidiki kasusnya!" Sultan Singa menjadi khawatir dan perkataannya menjadi bernada emosi sedikit.
"Yang Mulia, silahkan coba Zuppa Toscana!"
"Farhan, bagaimana aku bisa makan, jika tuan Putri membuatku khawatir?"
"Ini tuan Putri yang membuat, hamba hanya membantu!" terang Farhan dengan antusias.
Mendengar Cendani yang membuat, Sultan Singa mau memakannya.
"Baiklah akan aku makan sambil menunggu Jenderal Fais!" tegas Sultan Singa.
Sultan Singa membawa Zuppa ke dalam kamar. Selesai menyantapnya Jenderal Fais datang. Jenderal Fais langsung masuk ke kamar yang terbuka lebar, yang seakan tidak berpintu. Jenderal Fais menunduk sejenak.
"Yang Mulia, ini data - data tentang Zein!" lapor tegas jenderal senior itu.
Jenderal Fais memberikan sebuah berkas. Sultan Singa menerima dan membukanya.
"Dia sudah menikah?"
"Benar, Yang Mulia!"
"Itu artinya dia sudah tidak tinggal di camp?"
"Benar, Yang Mulia!"
"Apa dia sudah punya anak? Di sini tidak tercantum nama anak-anaknya."
"Belum, Yang Mulia. Menurut teman-teman prajurit, istrinya Zein sedang hamil anak pertama mereka. Kabarnya sudah menunggu kelahirannya."
***
Area pertokoan.
Cendani turun dari kereta sambil melihat ke kanan dan ke kiri, mencari-cari keberadaan suaminya.
"Tuan Putri sedang mencari Jenderal Sauqy?" tanya seorang wanita paruh baya.
"Benar, Bu!" seru Cendani dengan senang hati mendengar sapaan warga dengan pertanyaan.
"Tadi Jenderal Prana menginstruksikan kepada warga, untuk mengingat pantauan mereka, ke mana saja arah perampok berlari. Jenderal Sauqy bersama Jenderal Prana pergi ke sana, mengikuti jejak perampok, melalui pantauan warga."
"Terima kasih, Bu, untuk informasinya!" seru Cendani yang merasa sangat terbantu.
"Kusir, Anda sudah mendengar? Anda mengerti cara Jenderal Prana melacak melalui pantauan warga?"
"Hamba mengerti!" tegas kusir meyakinkan.
"Kita juga akan menggunakan pantauan warga untuk menemukan suamiku!" tegas Cendani.
"Baik, Tuan Putri!" tegas kusir.
"Assalamualaikum!" Cendani mengucapkan salam pada ibu paruh baya itu.
"Waalaikumsalam!"
Cendani naik ke kereta. Kusir memacu kuda dengan kecepatan sedang. Jenderal Yusya dan beberapa prajurit kembali mengikuti dari belakang.
***
Gerbang istana Rubi.
Warga dipimpin Tedysah berbondong-bondong datang ke istana.
"Prajurit, buka pintu gerbangnya, kami mau menemui sultan!"
"Siapa kalian dan mau apa?!"
"Aku Tedysah, kami hendak memastikan prajurit yang menembak anak kecil warga miskin sudah ditahan! Kami juga menginginkan sidangnya segera digelar! Kami memang warga biasa tapi kami juga harus diperlakukan adil! Untuk itu, izinkan kami masuk, jika tidak, berita ketidak adilan Sultan kepada warga miskin akan tersebar!" kata suruhan Rina itu dengan berpura-pura sangat emosional.
"Tunggu, kami akan sampaikan kedatangan kalian! Jika Sultan mengizinkan baru kalian bisa masuk!"
Seorang prajurit masuk ke dalam istana. Prajurit itu berlari mencari-cari Sultan.
"Kalian tahu di mana Sultan?" tanyanya pada temannya sesama prajurit.
"Cobalah ke kamar taman!"
"Terima kasih!"
***
Kamar taman Cendani.
"Tidak ada yang boleh masuk ke kamar taman tanpa seizin sultan!" cegah prajurit yang menjaga di depan taman.
"Ada hal penting!"
"Katakan biar aku sampaikan!"
"Di depan gerbang, warga berbondong - bondong datang, dipimpin seseorang bernama Tedysah, meminta bertemu sultan. Mereka menuntut agar prajurit yang menembak anak kecil ditahan dan segera digelar sidangnya!" terang prajurit gerbang dengan cemas. Prajurit taman terkejut.
"Akan aku sampaikan!" Prajurit taman sedikit berlari ke depan kamar.
Tanpa masuk ke lantai kamar prajurit langsung menunduk sejenak dan melaporkan. "Lapor, Yang Mulia, prajurit penjaga gerbang melaporkan, warga berbondong - bondong datang meminta bertemu dengan Anda, Yang Mulia. Mereka menuntut untuk menahan prajurit yang menembak anak kecil dan segera digelar sidangnya!"
"Pasti ini ulah Ibu Rina! Biarkan mereka masuk dan bawa mereka ke aula!"
Prajurit menunduk sejenak lalu pergi memberi tahu prajurit gerbang.
"Siapa Ibu Rina?" tanya Jenderal Fais.
"Ibu dari anak laki-laki yang menjadi korban. Ibu dan anak sama-sama berbohong saat berhadapan denganku. Ibu itu meminta ganti rugi Dinar dan emas atas yang menimpa putranya. Aku menjanjikannya akan memberikan setelah sidang. Aku yakin, dia sengaja membuat warga menuntut, agar sidang segera digelar, agar ia segera mendapatkan yang aku janjikan," terang Sultan Singa. "Jenderal Fais, aku minta sampaikan kepada Jenderal Sauqy dan Jenderal Prana untuk segera menemukan bukti jika Zein tidak bersalah!"
"Baik, Yang Mulia!" Jenderal Fais menunduk sejenak.
Sultan Singa bergegas menemui warga. Jenderal Fais juga pergi dari kamar taman.