Contents
2YM Season Cincin Panah
56. Ball Gown
56. Ball Gown
2 Yang Mulia Season Cincin Panah.
Semua telah keluar dari aula, kecuali Sultan Singa, Jenderal Sauqy, dan Cendani. Sultan melihat bercak darah di lantai.
"Kenapa bisa ada darah di lantai?" tanya Sultan Singa.
"Mungkin dari perampok yang terluka atau yang terkena panah," kata Jenderal Sauqy.
Cendani melihat jejak darah itu mengarah kepadanya. Cendani segera menyembunyikan tangannya ke belakang badannya.
"Apa yang akan Yang Mulia lakukan pada anak laki - laki itu?" tanya Jenderal Sauqy.
"Akan aku pikirkan nanti, yang pasti dia tidak boleh terlantar, kekurangan, dan harus mendapat pendidikan, terutama pendidikan moral, dan agama yang baik," jawab Sultan Singa. "Sudah saatnya ashar, mari kita ke masjid!"
Kedua Yang Mulia berjalan terlebih dahulu, Cendani berjalan paling belakang, dan sedikit menjaga jarak.
***
Tempat wudhu masjid istana.
"Aku tidak punya kotak obat. Kalau ke rumah sakit istana, orang rumah sakit istana bisa lapor. Mereka berdua akan mengekangku dan aku tidak akan boleh ini, boleh itu. Aku kan masih punya Dinar dari Ratu Lia waktu itu. Aku bisa pergi ke rumah sakit umum dan sekaligus membeli kotak obat," pikir Cendani sambil mencuci darah di tangannya lalu lanjut berwudhu.
***
Selesai sholat ashar.
"Aku harus ke luar sebelum mereka ke luar," batin Cendani sambil segera melepas mukenah masjid dan menaruhnya begitu saja di karpet, tanpa melipat dan menatanya di rak.
Cendani terburu-buru ke luar dari masjid. Ia pergi ke kamar taman untuk mengambil Dinar. Setelah itu bergegas ke gerbang istana. Jenderal Yusya dan Yunan juga masih berada di dalam masjid, sehingga Cendani berhasil lolos dari pengawasan siapa pun. Ia ke luar dari istana tanpa naik kereta istana dan memilih naik kereta umum.
***
Sementara itu di masjid istana, Jenderal Sauqy dan Sultan Singa menunggu Cendani ke luar dari masjid. Akan tetapi Cendani tidak muncul-muncul.
"Biar aku periksa ke dalam!" kata Jenderal Sauqy.
Jenderal Sauqy memeriksa, tapi sudah tidak ada siapa pun kecuali pelayan, yang sedang membereskan mukenah Cendani.
"Pelayan, apa kau melihat tuan Putri Cendani?"
"Tidak, Jenderal!" seru pelayan karena jarak mereka. Pelayan di dalam masjid sedangkan Jenderal Sauqy di pintu masuk masjid sedikit masuk ke dalam. Jenderal Sauqy keluar setelah mendapatkan jawaban itu.
Pelayan merasa aneh dengan mukenahnya. Ada darah tapi bukan di potongan bawahannya, melainkan di potongan atasan mukenah.
"Inikan mukenah kalau tidak salah ..., dan tadi tuan Putri Cendani sholat di titik ini. Jadi ini mukenah yang dipakainya. Kenapa ada darah dan darahnya di bagian ini? Kalau darah perempuan kan harusnya di bagian bawah. Sebaiknya aku melapor, takutnya ada apa-apa!" Pelayan bergegas mengejar Jenderal Sauqy.
"Sudah tidak ada, Yang Mulia!" seru Jenderal Sauqy dari jauh sembari melangkah mendekat ke undakan masjid.
"Mungkin sudah kembali ke kamar taman. Segeralah periksa ke sana!"
Jenderal Sauqy segera mengenakan alas kakinya, menunduk sejenak, dan bergegas pergi.
Pelayan datang tapi Jenderal Sauqy sudah berjalan menjauh sangat cepat. Sultan Singa melihat pelayan itu.
"Ada apa?" tanya Sultan Singa.
Pelayan menunduk sejenak. "Begini Yang Mulia, ini mukenah yang tadi digunakan oleh tuan Putri Cendani. Akan tetapi hamba merasa ada yang aneh. Ada darah, tapi bukan di potongan bawahannya melainkan di potongan atasannya."
Pelayan menunjukkan mukenahnya. Sultan berpikir. Sultan teringat darah yang mengotori lantai aula. Sultan juga menyadari saat itu Cendani menyembunyikan tangannya. Sultan terkejut dan menjadi khawatir.
"Terima kasih!" Sultan Singa bergegas pergi.
***
Kota.
Sampailah Cendani di depan rumah sakit umum. Saat hendak masuk ke rumah sakit, seorang pria yang usianya sebaya Sultan Singa, menyita perhatiannya dan membuatnya urung masuk ke dalam rumah sakit. Ia mengikuti pria itu.
"Bapak itu seperti sedih dan sedang bingung?" batin Cendani.
Bapak itu terus melangkah dengan sedih dan bingung. Cendani mengikutinya.
***
Istana Rubi.
Sultan Singa menghampiri rumah sakit istana, tapi tidak ada Cendani. Sultan Singa lalu bergegas ke kamar taman, dan ia bertemu Jenderal Sauqy sebelum masuk ke taman.
"Istri hamba tidak ada di kamarnya, Yang Mulia!" tegas Jenderal Sauqy melaporkan.
"Darah di lantai aula, darah Cendani!" kata Sultan Singa dengan emosi cemas.
"Apa?!" Jenderal Sauqy terkejut.
***
Kota.
Hingga jauh berjalan bapak itu akhirnya berhenti dan melihat ke arah butik. Cendani sangat hafal dengan butik itu. Bapak itu terus memperhatikan butik itu dari kejauhan.
"Apa yang dipikirkan bapak itu, kenapa ia memandangi terus butik langganan para ratu dan bangsawan itu?" batin Cendani bertanya-tanya.
***
Istana Rubi.
Prajurit-prajurit telah di sebar ke seluruh penjuru istana untuk mencari Cendani.
Suara adzan mahgrib pun terdengar.
"Setelah mahgrib hamba akan menyebar prajurit ke luar istana, Yang Mulia!" ujar Jenderal Sauqy mulai emosi karena cemas.
"Lakukan, cari ananda sampai dapat!" tegas Sultan Singa yang juga emosi karena cemas.
***
Kota.
"Aku tidak boleh melewatkan mahgrib. Jika memang Yang Maha masih menghendaki aku mengikutinya, aku tidak akan kehilangan jejaknya. Sebaiknya sekarang aku mencari masjid!"
Cendani menemukan masjid dan sholat berjamaah dengan warga. Setelah itu ia mencari bapak itu, tapi ia tidak menemukannya. Cendani tidak menyerah dan tetap mencari. Hingga suara adzan isya terdengar ia belum menemukannya.
"Mungkin Yang Kuasa tidak mengizinkan. Baiklah sebaiknya sekarang aku ke masjid lagi."
Seusai Isya, Cendani melihat sebentar ke arah butik dan sekitarnya, tapi tidak tampak bapak itu. Saat ia berjalan, tampak di sebuah gang sempit antara toko, bapak itu terlihat duduk dan tampak membayangkan sesuatu.
Flashback
Di malam yang larut. Di sebuah gubuk di desa.
"Aku ingin ball gown seperti para ratu!"
"Ayah tidak sanggup membelinya, Ananda!"
"Ananda tidak mau pulang, jika belum memiliki ball gown!"
Terdengar suara kereta melintas. Menghiasi ketidak nyaman suasana keluarga kecil itu. Lalu suara kereta menghilang tinggal suara ringkikan kuda.
Sang putri ke luar dari rumah. Sang ayah berpikir sejenak, bersamaan itu terdengar suara kereta melaju. Sang ayah lalu pergi mengejar, tapi sang putri sudah tidak tampak.
"Ananda, kamu di mana? Ke arah mana ia pergi? Kenapa cepat sekali perginya?"
Flashback.
Bapak itu tersentak oleh lamunanya dan menangis.
"Ke mana kamu pergi, putriku? Akan aku lakukan apa pun untukmu, asal kamu mau pulang kembali ke rumah ayahanda," batin Bapak itu sambil menutupi wajahnya dan menangis.
"Sebenarnya apa yang terjadi dengannya?" batin Cendani.
Saat memperhatikan bapak itu, Sebuah tangan menariknya dan membawanya ke dalam pelukan. Cendani sangat terkejut.
"Jenderal!"
Jenderal Sauqy yang penuh rasa khawatir dan amarah yang tertahan, melampiaskannya dengan berulang kali menyapu lembut bibir Cendani. Menyadari suaminya marah Cendani segera berlutut dan menyentuh kaki suaminya.
"Ampun, Jenderal!"
"Bangunlah!"
"Ampun, Jenderal!" Cendani tidak mau bangun.
"Bangunlah!" bentak Jenderal Sauqy.
Cendani bangun dengan rasa takut. Ia menunduk, tidak berani menatap suaminya. Jenderal Sauqy menarik dagu Cendani hingga mereka bertatapan. Cendani menatap dengan takut.
"Beri aku penjelasan!"
"Hamba hanya ingin ke luar sebentar."
"Untuk apa?!"
"Hamba hendak ke rumah sakit."
"Di istana ada, kenapa ke luar?!"
"Hamba tidak ingin kedua Yang Mulia mengetahui luka hamba."
Karena takutnya Cendani sampai menitihkan air mata.
"Luka? Apa yang luka?!"
Cendani menunjukkan telapak tangan kanannya.
"Jadi benar, darah di lantai aula darah mu, Sayang?"
Cendani mengangguk.
"Ceritakan! Bagaimana ini bisa terluka?"
"Hamba tadi reflek menangkis pedang yang menyerang hamba."
"Apa saat mencari perampok tadi pagi?"
Cendani mengangguk.
"Tapi kenapa kamu ada di tempat ini bukan di rumah sakit?"
"Ada hal lain yang menarik hamba ke tempat ini."
"Ya sudah, apa pun hal itu nanti saja, yang terpenting obati dulu lukamu! Kita ke rumah sakit istana saja! Yang Mulia sangat mencemaskan mu!"
"Tapi aku sedang mengintai seseorang, Jenderal!"
"Siapa? Lupakan dahulu, dirimu lebih penting! Menurutlah, Sayang!"
Cendani menurut lalu bersama Jenderal Sauqy naik ke kereta istana.
"Kusir, jalan!" seru Jenderal Sauqy.
Kuda melaju sedang.
Tatapan Cendani tampak menerawang jauh.
"Apa yang sedang kamu pikirkan, Sayang?"
Cendani tersenyum dan menggeleng. Jenderal Sauqy menarik dagu Cendani dan menatap mata Cendani.
"Siapa yang kau intai?"
Cendani menggeleng.
"Katakan, aku mohon!"
"Hamba tidak tahu, hamba hanya melihat bapak itu kebingungan dan sedih, lalu menuju ke tempat tadi, dan memandangi terus butik langganan para ratu."
"Kau mau kembali ke sana?"
Cendani menggeleng.
"Kusir, putar kereta kembali ke tempat yang tadi!"
Kereta berputar.
"Hamba tidak meminta kembali!"
"Aku tidak mau istri ku menjadi sedih dan memikirkan bapak siapa itu! Aku ingin istriku tersenyum, bukan hanya di bibir tapi juga di hati!"
Malam sudah larut dan kota telah sepi. Jenderal memilih kembali ke tempat Cendani berada sebelumnya, demi senyuman Cendani.
Pegawai butik langganan ratu sedang berbenah dan hendak menutup toko. Seorang pria masuk dan mengambil salah satu ball gown yang digantung, lalu berlari kencang. Bertepatan itu kereta istana sampai dan parkir di depan butik.
"Pencuri! Ada pencuri!" teriak pegawai butik.
Cendani dan Jenderal Sauqy terkejut. Jenderal Sauqy segera turun dan berlari mengejar. Tidak ada orang lain yang mengejar, karena memang sudah tidak ada warga yang berjalan-jalan di kota. Semua toko dan aneka usaha lainnya juga sudah tutup. Cendani turun dan menghampiri pegawai toko.
"Tuan Putri, gaun kami ada yang mencuri, saat kami berbenah hendak menutup toko!" keluh emosi salah seorang pegawai.
"Tenanglah, suamiku sedang mengejarnya! Insya Allah, suamiku dapat menangkap pencurinya."
Tidak lama kemudian, Jenderal Sauqy kembali dengan menyeret pencuri dan mengembalikan gaun ke pegawai butik.
"Terima kasih, Jenderal!" ucap seorang pegawai butik.
"Untung ada Jenderal dan Tuan Putri!" seru gembira pegawai lainnya.
Cendani terkejut melihat siapa pencurinya. Seorang bapak yang sedari tadi ia ikuti.
"Suamiku!" seru Cendani sambil menatap Jenderal dan mengangguk.
"Maksudnya yang tadi ...?!" Jenderal Sauqy mengerti maksud istrinya. "Baiklah, kami pergi dahulu! Akan kami bawa pencurinya ke kantor pertahanan keamanan. Besok setelah jam pertemuan sultan dengan para menteri, masalah kecil ini akan aku sidang sendiri. Jenderal senior yang akan menjadi hakimnya. Kalian datanglah menjadi saksi! Jangan terlambat!"
"Baik, Jenderal!" jawab serempak pegawai butik.
"Ayo, masuk ke kereta!"
Pencuri masuk ke dalam kereta. Cendani dan Jenderal Sauqy juga masuk.
"Kusir, jalan!" perintah Jenderal Sauqy.
Kereta kuda istana melaju dengan kecepatan sedang.
Bapak itu duduk di bangku seberang dengan ketakutan dan menunduk malu. Jenderal Sauqy dan Cendani duduk berjajar berdua. Jenderal Sauqy memeluk erat istrinya sambil sesekali mengecup lembut kening dan wajah istrinya.
Sesampainya di istana, Sultan Singa sudah menunggu dengan cemas di depan gerbang istana, sambil mondar-mandir. Kereta istana menjadi berhenti di depan gerbang.
"Kenapa berhenti?" tanya Jenderal Sauqy.
"Yang Mulia di tengah gerbang istana!" jawab kusir berseru agar Jenderal Sauqy yang ada di dalam kereta mendengar suaranya.
Jenderal Sauqy dan Cendani menengok lewat jendela. Melihat kereta datang, Sultan Singa berhenti mondar-mandir dan menepi.
"Prajurit, buka gerbang!" perintah Sultan Singa. "Kusir jalan, cepat masuk!" perintahnya kemudian.
Prajurit segera membuka gerbang dan kusir segera memacu kereta masuk ke dalam istana.
Setelah kereta di dalam halaman istana, Cendani dan Jenderal Sauqy turun dari kereta.
"Bagian tubuh mana yang luka?!" tanya Sultan Singa dengan cemas.
Cendani dengan ragu menunjukkan telapak tangannya.
"Luka separah ini?! Cepat pergi ke rumah sakit dan obati!" perintah Sultan Singa dengan sangat tidak suka melihat Cendani terluka.
"Kami juga sedang membawa pencuri, Yang Mulia!" kata Jenderal Sauqy dengan nada tidak suka dengan pencuri. Mimiknya pun ikut menampakkan ketidaksukaannya itu.
"Pencuri?"
"Dia ada di dalam kereta, Yang Mulia!" terang Jenderal Sauqy tetap dengan tidak suka dengan pencuri itu.
"Yang Mulia Sauqy, urus istrimu segera ke rumah sakit, biar aku urus pencurinya! Akan aku bawa sendiri, ke ruang interogasi kantor pertahanan keamanan!" Sultan Singa juga berekspresi tidak senang mendengar ada pencuri.
"Baiklah, Yang Mulia!" tegas Jenderal Sauqy.
Jenderal Sauqy dan Cendani menunduk sejenak, lalu bergegas ke rumah sakit istana.
"Aku mengerti, ananda tidak mau menunjukkan luka ananda karena takut dikekang, tapi jika begini, aku justru akan semakin mengekang ananda!" ujar Sultan Singa saat kedua suami istri itu telah berlalu, sehingga tidak di dengar keduanya.
Sultan Singa membuka pintu kereta lebar-lebar. Tampak pria seusianya sedang menunduk ketakutan dan malu.
"Turun!" perintah Sultan Singa.
Pria itu turun. Sultan mengangkat wajahnya dan menatap. Tampak mata pria itu berkaca-kaca. Sultan melepaskan wajahnya.
"Ikuti aku berjalan baik-baik atau aku seret kasar?!"
Pria itu menghormat sejenak karena mengenali yang bersamanya adalah Sultan Singa.
"Hamba ikut Yang Mulia.”
"Bagus, ayo, ikuti aku ke ruang interogasi!"
Lalu di dalam ruang interogasi...