Contents
Dunia Lain Michelle
Bab 3. Menyelamatkan Rifky
Michelle masih mencoba untuk mencerna dengan baik informasi yang dirinya dapat dari Ayoga. Ini tentang jati dirinya yang sebenarnya. Bagaimana bisa dia berasal dari bangsa peri jika semua kenangan masa kecilnya saat menjadi Michelle di dunia nyata terekam jelas di memorinya?
"Memori itu sebenarnya memori saat kamu kecil di tempat ini. Tapi mungkin karena kamu tidak ingat masa lalu kamu, jadi kamu berpikir jika apa yang terjadi itu adalah kenangan di alam manusia." Penjelasan yang tidak bisa Michelle terima begitu saja. Rasanya otaknya tidak bisa menerima informasi itu begitu saja. Bahkan dalam mimpi pun Michelle tidak pernah berpikir jika dirinya bukanlah manusia.
"Kaum kita memang bisa beradaptasi dengan mudah di mana pun tempatnya. Jadi saat berada di alam manusia, kamu bisa langsung berbaur dengan mereka. Dan saat kamu kembali ke sini, kamu secara otomatis akan kembali seperti kamu yang sebenarnya."
Michelle mencoba merenungi kalimat itu. Dan sepertinya memang Ayoga tidak berbohong. Buktinya dia bisa langsung memahami bahasa asing yang Ayoga gunakan, dan bahkan dirinya juga bisa mengeluarkan bahasa aneh itu dari bibirnya. Secara logika, bagaimana dia bisa melakukannya jika memang dirinya tidak berasal dari tempat ini? Namun, untuk mempercayai sesuatu yang terdengar seperti fakta itu masih sangat sulit.
"Sudahlah, kamu pasti masih bingung." Ayoga berdiri dari tempatnya duduk lalu berjalan ke arah lemari kayu. Pemuda itu lalu mengambil sebuah gulungan kertas berwarna cokelat dan kembali duduk di depan Michelle.
"Yang paling penting untuk saat ini adalah menyelamatkan teman kamu terlebih dulu," ujarnya lagi sembari membuka gulungan kertas yang ternyata adalah peta.
"Kita harus memulai penyelamatan malam ini. Menjelang pagi, biasanya pengamanan di tempat Ratu Adora melemah. Kekuatan mereka akan maksimal, di saat malam hari pada saat bulan bersinar terang."
Michelle hanya mendengarkan tanpa menyela. Dia akan melakukan apa pun untuk menyelamatkan Rifki. Dan setelah itu, dia bisa memikirkan bagaimana caranya kabur dari tempat ini. Persetan dengan fakta siapa dirinya yang sebenarnya. Untuk saat ini, yang Michelle inginkan adalah bertemu Rifki, lalu mengajak pemuda itu untuk kabur dari tempat aneh ini.
Ayoga terus menginterupsikan apa saja yang harus mereka lakukan untuk bisa menyusup ke tempat di mana Rifki kini ditahan. Dan yang Michelle lakukan adalah memusatkan penuh fokusnya pada interuksi itu. Semoga saja semuanya berjalan lancar tanpa ada kendala yang berarti.
*
"Waktu kamu tidak banyak," ujar Ayoga sembari menyerahkan sebuah senjata semacam pisau kecil kepada Michelle. "Kamu bisa pakai kekuatan di kalung kamu untuk tidak terlihat. Hanya saja itu akan bekerja tidak lebih dari setengah jam. Kekuatan yang kamu miliki berkurang banyak setelah berada di alam manusia begitu lama."
Michelle mengerutkan kening, lalu mengeluarkan kalung dengan liontin batu safir berwarna biru. Dia pikir, kalung ini adalah pemberian orang tuanya. Jadi kalung ini?
"Kamu genggam liontinnya, maka kamu tidak akan terlihat."
Michelle mengangguk, meski sedikit tidak percaya dengan kekuatan kalung yang dia pikir hanya benda biasa itu, tetapi dia tidak memiliki pilihan lain.
"Aku akan menunggu di sini, jika sampai setengah jam kemudian kamu belum kembali aku akan segera mencari keberadaan kamu."
"Jadi, aku sendiri?" Michelle pikir Ayoga akan menemaninya.
Ayoga tersenyum maklum mendengar nada takut di suara yang Michelle keluarkan. "Hanya kamu yang memiliki kekuatan untuk menghilang. Kamu juga yang bisa membuka mantra tempat teman kamu terkurung. Jadi keberadaanku hanya akan menjadi hambatan."
Michelle mencoba memahami apa yang Ayoga katakan, dan tanpa berpikir lama dia segera melangkah pergi. Ada rasa takut, tetapi demi menyelamatkan Rifki dia harus mengesampingkan semua rasa takut itu.
*
Michelle sudah pasrah akan tertangkap saat di pintu masuk dia bertemu dengan segerombolan penjaga dengan penampilan serba hitam. Orang-orang ini benar-benar terlihat seperti sekelompok pemuja setan. Dandanan serba hitam itu cukup menyeramkan. Namun, gadis itu langsung merasa takjub saat para penjaga itu melewatinya begitu saja saat dirinya menggenggam liontin kalung yang dikenakannya. Ternyata Ayoga tidak berbohong, dan fakta jika dia—tidak, bukan saatnya memikirkan itu sekarang.
Michelle segera masuk semakin dalam ke sarang persembunyian yang terbentuk seperti gua ini. Berpatokan dengan peta yang Ayoga bawa, gadis itu menyusuri lorong gua menuju ke tempat di mana kemungkinan Rifki dikurung saat ini. Beberapa kali bertemu penjaga dan dia lolos dengan begitu mudahnya.
Setelah liku yang tidak menentu, akhirnya Michelle menemukan sebuah penjara yang begitu gelap. Di sana tidak ada penjaga, tetapi tempatnya sangat mengerikan.
"Rifki," bisiknya berusaha untuk mencari keberadaan pemuda itu. "Rif," ujarnya lagi sembari melongok ke belakang, takut ada yang mengikuti.
"Chell!"
Michelle mencoba mencari sumber suara itu, dan terlihatlah sosok bayangan Rifki yang kebetulan sekali mengenakan jaket berwarna abu-abu terang.
"Rif." Michelle segera mendekat, meski gelap dia tahu Rifki dalam kondisi baik.
"Kamu gimana bisa ke sini?" Rifki tentu saja heran karena tempat ini dijaga dengan begitu ketat.
"Ceritanya entar aja, kita mendingan keluar dulu." Michelle mencoba mencari gembok atau semacamnya, tetapi tidak menemukannya.
"Percuma, pintu penjara ini nggak pakai gembok. Tapi pakai mantra," ujar Rifki lemah. Dia sudah berusaha untuk keluar, tetapi tidak berhasil.
Michelle tampak berpikir, jika kalungnya memiliki kekuatan, apakah dia juga memiliki sihir? Mencoba peruntungan, Michelle berusaha untuk memfokuskan seluruh pikirannya, lalu mengarahkan telunjuknya ke arah kerangkeng besi di depannya. Berharap mantra itu akan patah dengan sendirinya. Namun, tidak ada yang terjadi.
"Kamu ngapain?" Rifki tentu saja bingung dengan kelakuan Michelle yang aneh.
"Coba buka pintunya." Michelle kali ini mengarahkan telapak tangannya, tetapi masih tidak berhasil. Bagaimana cara menggunakan mantranya?
Rifki malah tertawa geli melihat tingkah Michelle, tetapi langsung menahan suara saat sadar mereka masih berada di tempat yang tidak aman. "Kamu pikir kamu penyihir?"
"Udah diem." Michelle memejamkan mata, lalu memegang kerangkeng besi itu. Dan ajaib, pintunya langsung terbuka.
Rifki sampai menganga dengan apa yang dilihatnya. "Kamu?" ujarnya sangat terkejut.
Michelle tersenyum bangga, lalu segera menarik Rifki yang masih syok untuk kabur. Namun, sial, karena penjaga datang untuk berpatroli. Michelle pun kembali membawa Rifki masuk dan dirinya menggemgam liontin hingga tidak terlihat.
Rifiki semakin dibuat bingung saat para penjaga itu melewati tempat ini begitu saja. Padahal jelas-jelas ada Michelle di sampingnya.
"Udah jangan bengong, ayo kabur sekarang!" Michelle menarik tangan Rifki untuk kabur karena setengah jam yang mereka miliki sudah hampir habis.
"Chell, kamu itu sebenarnya siapa?"
"Aku peri," jawab Michelle asal sembari menarik tangan Rifki. Namun, pemuda itu malah mematung karena syok dengan jawaban yang Michelle berikan.