Try new experience
with our app

INSTALL

Gadis Lantai 7 

6 - Rooftop


 

Rifki punya tempat tersembunyi di Rooftop. Tidak jauh dari pintu masuk menuju lantai enam ada sebuah tangki air yang dipayungi oleh atap asbes yang cukup lebar. Sebelumnya Rifki pernah melihat petugas keamanan mengecek rooftop dan memberitahu petugas kebersihan bahwa ada air menggenang.

Saat itu Rifki baru mengetahui bahwa ada tempat yang nyaman untuk duduk seorang diri, dan menikmati langit di atas SMA Rajawali. Tanpa ada gangguan, kecuali ada satpam yang menyuruh turun. Dan yang lebih memudahkan Rifki untuk lebih sering berada di Rooftop adalah, tempat ini pernah dijadikan tempat seorang siswi melompat ke bawah untuk mengakhiri hidupnya..

Rifki pernah mengintip ke bawah dari lantai Rooftop dan ternyata memang cukup mengerikan. Dan dia tak ingin mengintip lagi ke bawah setelah ballpointnya jatuh. Ketika dia mencarinya  di halaman depan, dia hanya menemukan tutupnya saja. Bagian yang lain sudah tercerai berai, entah ke mana.

“Akhirnya …”

Rifki melebarkan tangan dan menghirup udara sedalam-dalamnya. Di sini dia terbebas dari anak IPA-terutama Aldino. Cukup mengiris hati baginya, teringat bahwa ketika SMP dulu, dia dan Aldino bisa berdua ke mana-mana–bahkan pernah dirawat di Rumah Sakit bersama-sama karena jatuh dari pohon yang sama.

Rifki yakin, Aldino pasti ingin melakukan hal yang sama dengannya, berada di Rooftop ini dan mencoba berjalan di tepian–seperti yang pernah mereka lakukan dulu saat masih di SMP. Waktu itu SMP mereka berlantai dua, dan hal itu sudah cukup menghebohkan satu sekolah.

Bersama-sama melakukan hal yang melanggar aturan sekolah itu seru banget. 

Dan kali ini Rifki hanya bisa melakukannya sendiri. Berkomunikasi dengan Aldino selalu dilingkupi dengan emosi dan kemarahan, maka dia lebih memilih untuk menghindar dan tidak banyak memikirkan Aldino.

Malas dan capek.

Rifki mengeluarkan buku sketsanya. Hal yang sangat disukainya saat berada di Rooftop adalah menggambar. Dia suka membuat beberapa sketsa, baik itu gambar bangunan atau orang. Khusus untuk gambar orang, dia masih harus banyak belajar–karena tak pernah bisa sama dengan aslinya, bahkan meski dia sudah mencoba dengan melihat contoh gambar berupa foto.

Rifki mulai membuat sketsa. Entah kenapa, dia ingin menggambar wajah Mia. Setelah beberapa coretan, dia malah tertawa sendiri melihat wajah Mia menjadi sangat jelek di gambarnya.

“Maafkan aku, Mia …” ucapnya sembari terkekeh, lalu menghapus sketsa Mia. “Sepertinya akan lebih bagus kalau aku gambar kamu dari belakang saja.”

Rifki pun kembali menorehkan pensilnya, menggambar Mia tampak belakang. Rambut panjang Mia yang hitam pekat tampaknya mudah bagi Rifki untuk mensketsanya. “Tapi wajahmu jadi gak kelihatan, hehe.”

Rifki melirik jam tangan. Jam kosong pelajaran terakhir, sepertinya banyak teman sekelasnya hanya menunggu bel pulang berbunyi. Jadi dia punya lebih banyak waktu berada di Rooftop, sampai dengan ada satpam yang berkeliling untuk mengecek apakah ada anak Rajawali yang belum pulang.

Tanpa disadari Rifki, dia berada di Rooftop hingga matahari sudah condong ke barat, dan langit mulai mengoranye. Dia begitu asyik dengan sketsa tampang punggung Mia. Bahkan dia membuat beberapa sketsa.

“Bagaimana aku bisa lolos masuk IKJ bila hanya bisa menggambar punggungmu, Mia?” batin Rifki. Dia memang bercita-cita masuk Jurusan Kesenian saat kuliah nanti, dan saran dari beberapa kakak kelas yang sudah kuliah di sana–dia harus sering latihan membuat portofolio. Sejak bertemu Mia, Rifki jadi punya ide untuk melukis gadis manis itu. Satu-satunya wajah yang bisa dingatnya dengan jelas, karena beberapa kali mereka bisa bertatapan cukup lama.

“Mungkin aku akan memfotonya besok,” gumam Rifki. “Dia pasti kesal kalau aku gambar punggungnya saja. Tapi apa dia mau difoto? Bisa jadi tidak mau. Aku harus bersepakat dengannya biar dia mau, karena aku memerlukan fotonya untuk latihan menggambar.”

Tiba-tiba terdengar kecipak air. Seperti genangan air yang terinjak sepatu.

Rifki sontak bangkit dari duduknya, mengira ada orang lain yang berada di Rooftop. Dia melihat pintu menuju lantai enam tertutup. Berarti tidak ada orang di sini selain dirinya. Tapi bisa jadi orang yang melangkah di kubangan air itu sudah sebelumnya di sini.

Rifki meletakkan sketsanya, lalu  menuju ke genangan air. Genangan air itu ada di balik tangki air, agak ke tengah rooftop. Setiap hujan deras, Rifki selalu menemukan genangan itu, meski tidak banyak. Kali ini dia melihat genangan itu agak lebar dari biasanya.

Rifki mendekati genangan air itu dan melihat airnya tampak tenang, artinya suara langkah yang menginjak genangan itu bukan berasal dari sini. Namun Rifki yakin, suara genangan itu tadi berasal dari sini, suaranya begitu dekat.

Rifki mengedarkan pandangan, dan tidak mendapati siapapun di seantero Rooftop yang panjangnya sepanjang tiga ruangan kelas. Angin dingin berhembus, dan Rifki melihat matahari sore menyilaukan matanya. Langit cerah tanpa mendung, jadi dia bisa melihat pemandangan sekitar begitu jelas. Atap-atap bangunan tampak lebih rendah dari SMA Rajawali.

“Ternyata sudah sore, aku harus segera pulang,” batin Rifki.

Rifki lalu menunduk mengamati genangan air, dan melihat bayangan wajahnya di sana. Dia lalu berjongkok dan berkaca, merapikan rambutnya yang acak-acakan.

Tiba-tiba seraut wajah muncul dari sisi genangan di seberangnya. Wajah seorang gadis dalam posisi terbalik dan tersenyum seolah menyapanya. Wajah itu begitu manis, dengan rambut dikepang dua dan berkacamata.

Beberapa detik, Rifki tertegun mengamati wajah dalam genangan air itu. Wajah itu begitu mirip dengan Mia, hanya saja rambutnya tidak digerai seperti biasanya dan dia memakai kacamata dengan lensa bulat. Dan wajah itu tiba-tiba memunculkan ide di kepalanya untuk membuat sketsa Mia tanpa rambut panjangnya. Sepertinya akan lebih estetik. 

Rambut panjang Mia yang disketsanya tadi hanya menghasilkan blok warna hitam, Mia pasti tidak suka melihatnya.

Wajah dalam genangan air itu tersenyum-senyum padanya, dan membuat Rifki tersenyum juga. Beberapa lama, tiba-tiba Rifki menyadari bahwa di hadapannya tidak ada seorangpun yang berkaca di genangan air. Itu artinya, wajah di genangan itu …

Rifki sontak bangkit dari jongkoknya, dan menyadari hari sudah gelap. Dia tertegun sejenak. Padahal seingatnya baru saja dia jongkok dan bercermin di genangan air, tapi tiba-tiba haris sudah gelap dan di sekelilingnya tampak pendaran dari lampu-lampu bangunan lain. Di rooftop ini sendiri gelap gulita karena tidak ada lampu.

Rifki tidak menemukan bayangan gadis berkepang dua dan berkacamata itu lagi di genangan air.

“Sial,” gumamnya. “Apa hanya karena Mia ingin jadi pacarku, aku jadi membayangkan dia menjadi gadis lain?”

Rifki bergegas menyambar ranselnya dan menuju pintu rooftop. Dia tidak berharap lift belum dimatikan oleh satpam. Dan ternyata harapannya tidak terkabul. Lift sudah dimatikan dan itu artinya dia harus lewat tangga.

Rifki menuruni tangga dengan cepat. Dia masih terbayang wajah gadis di genangan air itu. Tampak lebih manis dari Mia, dan membuatnya tersenyum-senyum sendiri.