Contents
Gaun (Ikatan Cinta FF 2.0)
IC FF 18. Tiny House
IC FF 18. Tiny House
Keluarga besar Aldebaran sedang duduk-duduk santai di ruang keluarga. Mirna dan Kiki menambahkan kehangatan keluarga itu dengan membawakan beberapa cangkir susu hangat yang dicampur sedikit kopi bubuk dan beberapa piring aneka kudapan basah.
“Silakan! Silakan!” seru Mirna. Semua dengan senang hati menerimanya. Reyna dan Askara paling antusias dengan aneka kudapan basah. Kedua tangan mereka sampai penuh. Semua yang dewasa sampai senyum-senyum melihat tingkah anak-anak itu.
“Alhamdulillah, setelah peristiwa naas yang menimpa Andin, sekarang keluarga kita berbahagia lagi,” ucap Mama Rosa yang bahagia Andin sukses menjadi BA Maharatu yang sekaligus berhasil menumbuhkan semangat bagi perempuan-perempuan yang mengalami peristiwa naas seperti kecelakaan atau peristiwa buruk yang lainnya.
“Untuk itu, Papa punya hadiah! Sebentar lagi hadiahnya datang!” Aldebaran sangat antusias sekali.
“Hadiah apa sih? Heboh banget,” celetuk Andin heran bercampur penasaran. “Paling juga perhiasan, bunga, cokelat. Kalau buat anak-anak mungkin mainan,” imbuhnya menebak-nebak.
Tamu dari luar negeri ditemani Rendy datang. “Pak, rumahnya sudah datang.”
“Terima kasih, Mr!” seru Al sangat berterima kasih dan senang sekali.
“You are welcome.”
“Ayo, kita lihat sama-sama kejutannya!” ajak Al kepada keluarganya. Mereka lalu ke luar dari dalam rumah.
Mereka melihat kejutan itu. Akan tetapi, semua tidak mengerti benda sangat besar apa yang ada di hadapan mereka. Mereka menatap benda itu dan menatap Al bergantian berulang kali dengan penuh tanya.
“Bentuknya kayak rumah,” celetuk Mama Rosa.
“Rumah kok ada rodanya, Mas?” heran Andin.
“Tiny house. Aku beli dari luar negeri,” terang Aldebaran.
“Apa itu tiny house?” tanya Reyna.
“Rumah, Sayang.” Reyna masih tanda tanya.
Andin pernah tahu, tetapi tidak pernah melihat dan ia menjadi penasaran. “Ayo, kita lihat ke dalam!” ajaknya antusias kepada Reyna. Keduanya bergegas melihat lebih dekat. Semua pun ikut melihat bergantian. Mereka masuk ke dalamnya dengan takjub. Berbinar hingga tidak bisa berkata-kata. Sungguh lengkap dan canggih perabotannya. Mungil, tapi begitu menarik. Mereka ke luar lagi dan melihat dari luar.
“Kita akan liburan, jalan-jalan, camping membawa rumah ini, tinggal di dalam tiny house ini,” ujar Al. Saat Al mengatakan hal itu ada Nino datang. Nino melihat kebahagiaan mereka.
“Yeah yeah yeah!” Reyna bersorak sembari melompat-lompat kegirangan.
“Yeah yeah yeah!” Adik Reyna ikut-ikutan bersorak dan melompat-lompat.
“Suka tidak, Sayang?” tanya Al pada Andin.
Andin menggigit bibirnya. Ia tidak bisa memungkiri Al memang sosok suami sekaligus ayah yang selalu luar biasa untuk keluarga. Ia tersenyum sangat lebar.
“Mahal ya?”
“Keluarga lebih mahal. Tidak ada harta yang bisa membelinya. Ini tidak ada apa-apanya dibandingkan kalian,” ujar Aldebaran. Andin menjadi lupa diri tanpa malu-malu menghambur ke Al, memeluk Al. Meraih punggung tangan Al dan menciumnya. Memeluk Al lagi. Kemudian mencubit segemas-gemasnya pipi Al.
“Aaaauh! Sakit! Kalau tidak suka bilang, tidak mencubit!”
“Sangat sangat sangat suka, Mas!” ungkap Andin sembari semakin gemas dengan Al.
“Aaaaukh!” Semuanya menjadi senyum-senyum dan geleng-geleng. Sementara Nino menatap dengan getir.
Nino urung menemui Reyna. Ia melangkah pergi. Sembari sesekali menengok ke belakang melihat kebahagiaan mereka. Saat sudah jauh dan naik ke mobilnya ia berkata, “Andin dan Reyna milikku! Tunggu saja, Al! Aku pasti akan mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku!” Kemudian, ia melajukan mobilnya untuk pergi dari tempat itu.
Sembari menyetir ia terbesit rencana untuk mengikuti mereka saat berlibur. Namun, ia tidak mau ketahuan jika sedang mengikuti. Ia ingin semuanya terlihat natural, tidak sengaja berada di tempat yang sama. Untuk itu, ia menghubungi orang bayarannya untuk mengawasi dan mencari tahu kapan saat itu tiba, saat di mana Aldebaran sekeluarga bersenang-senang dengan rumah kecil beroda itu.
Saat Nino mengendarai mobilnya. Ia melihat rumah seperti yang terparkir di halaman rumah Aldebaran. Rumah kecil beroda, dengan bentuk berbeda. Rumah itu tampak mengarah ke rumah Aldebaran.
“Dua? Ya silakan Al kamu senang sekarang. Andin dan Reyna milikku. Aku akan segera mengambil mereka yang menjadi hakku. Reyna pasti akan lebih senang bersama keluarga asli, keluarga utuh, bukan dengan papa tiri.”
Rumah kecil datang lagi. Semua menjadi berhenti bersenang-senang dan menatap ke Aldebaran dengan tanda tanya. “Aku beli dua. Keluarga kita besar. Mana cukup satu. Yang satu Aku, Andin, Reyna, dan Askara yang tempati. Satunya lagi, Mama, Kiki dan Mirna. Yang lain kalau mau ikut camping saja di mobil atau tenda,” terang Al. Semuanya kembali bergembira. Reyna dan Askara semakin bersorak girang.
“Jangan lupa bawa obat nyamuk. Kita bakalan digigit nyamuk,” pesan Rendy kepada sesama pegawai pria.
“Pakai yang lotion saja biar aman,” saran Kiki.
❤️❤️❤️
Hari itu tiba. Rombongan Aldebaran menggunakan dua pickup berkursi empat dengan bak panjang untuk menarik dua tiny house. Mereka juga membawa 2 mobil untuk mengangkut keluarga. Orang tua Andin dan Elsa juga diajak dengan naik mobil yang lain lagi di mana nantinya akan menjadi tempat berteduh mereka selain membawa tenda. Di sebuah hutan yang dekat dengan sungai yang masih jernih dan ada air terjun mereka menata semua itu. Sungguh menghilangkan kejenuhan mereka dari tinggal di keramaian kota. Kehangatan keluarga pun semakin terasa. Sungguh hal yang sangat berarti dan berkesan. Kadang berkumpul bercengkrama. Kadang bersama dengan aktivitas sendiri-sendiri menikmati yang tersedia dari liburan itu.
Andin dan Aldebaran mendapatkan kesempatan memandangi alam sekaligus keluarganya dengan berduaan duduk di batu sungai. Sementara itu, anak-anak bermain berlarian kadang di halaman, kadang keluar masuk ke dalam dua rumah tiny house di kawal mama Rosa dan Rendy. Orang tua Andin duduk santai beralas tikar menikmati alam. Elsa berjalan-jalan di sekitar menikmati alam. Kiki dan Mirna asyik memasak dengan alat yang ada di tiny house. Sementara para pegawai pria yang lain asyik menikmati makanan yang disuguhkan oleh Kiki dan Mirna.
Tanpa mereka sadari, Nino mengikuti mereka sejak berangkat. Di sisi lain dari wilayah itu, Nino tinggal di mobilnya. Ia pun membawa perlengkapan secukupnya untuknya tinggal seperti itu. Aktivitasnya hanyalah mengintip mereka.
“Masya Allah, sungguh nikmat sekali. Tinggal menyepi, berkumpul dengan keluarga seperti ini,” ucap Aldebaran.
“Terima kasih, Mas, hiruk pikuk masalah serasa lepas,” ucap Andin.
“Aku yang terima kasih, semua ini karena kamu.”
“Langkah apa yang harus aku lakukan untuk bisa mencapai tujuanku?” batin Nino sembari melihat Al dan Andin yang berduaan. “Andin begitu bangga dengan Al. Andin begitu percaya dengan Al. Betapa baiknya Al di mata Andin,” lirih Nino sembari berpikir caranya. Nino lalu tersenyum menyeringai mengerti apa yang harus ia lakukan. Ia harus hancurkan semua itu pada diri Al. Itulah yang akan membuat hilang respect Andin pada Al. Kemudian, Andin akan bisa berpaling dari Al. “Tapi ... bagaimana caranya? Bagaimana caranya menghancurkan semua itu pada diri Al?” tanyanya lirih bermonolog.
“Nino?” Elsa dari jauh melihatnya dan mendekat. Saat hampir sudah dekat, Nino yang juga melihat Elsa tidak memedulikannya. Bagai tidak kenal. Bahkan seakan tidak melihat ada orang yang sedang melangkah mendekat. Nino beranjak pergi sebelum Elsa berhasil menghampirinya.
“Kenapa sih?” heran Elsa karena sebelumnya Nino masih perhatian kepadanya. Sangat perhatian malah. Elsa berkaca-kaca karena bisa merasakan kalau Nino tidak peduli dengannya dan bahkan seperti tidak pernah saling kenal. Kehadiran Nino tidak ia beritahukan kepada siapa pun karena ia pikir pikir Reyna yang mengajaknya dan semua sudah tahu hanya dirinya saja yang baru tahu.
Nino mencari spot lain untuk bisa memperhatikan mereka dari jauh. Kali ini, tampak Aldebaran berbaring di alas tikar dengan tengkurap. Sementara itu, Reyna dan Askara berebut menginjak-injak tubuh Al. Atas bawah atas bawah. Sementara itu, sesekali Andin memegangi agar kedua anak itu tidak terjatuh. Raut Andin tampak sumringah bahagia. Senyumannya terus terkembang lebar. Sesekali terdengar suara tawa karena tingkah anak-anaknya bersama Al.
“Reyna, kenapa kamu tidak terus berjuang untuk keluarga utuh kita? Oke, tidak apa-apa, biar aku yang berjuang untuk itu, Reyna. Tunggulah, keluarga kita akan utuh lagi.”
Nino tidak tahan melihat kebersamaan mereka. Oleh karena itu, ia pun memunculkan diri di hadapan mereka. Semua mata menjadi mengarah ke Nino.
“Om Ganteng!” Reyna berbinar lalu berlari menghambur ke Nino. Askara juga ikutan lari menghampiri Nino. Al merasa terganggu kesenangannya diinjak-injak Bocil-Bocil. Al segera bangkit duduk.
“Om Ganteng juga mau dong diinjak-injak sama kamu,” ujar Nino sembari meraih Reyna untuk digendongnya.
“Kok di sini?” tanya Al bernada protes.
“Aku yang harusnya tanya. Kalian yang kenapa bisa ada di sini? Kalau aku suntuk dan sudah lama ingin ke sini untuk menghilangkan penatku. Ini tempat favoritku. Beberapa kali aku sudah ke sini. Aku selalu ke sini kalau sudah penat.”
“Aku tidak pernah tahu,” celetuk Andin.
“Bukan sudah lama. Baru-baru ini.”
“Katanya sering ke sini.”
“Iya sering. Meskipun baru-baru ini, tapi aku sudah berkali-kali datang ke sini.”
“Askara, Reyna, sini! Ayo injak-injak punggung Papa lagi!” ajak Andin. Askara segera berlari menghampiri.
“Om Ganteng turunkan Reyna!” Nino menurunkan Reyna. Reyna berlari menghampiri Al dan Andin. Al kembali tengkurap. Reyna dan Askara kembali antusias menginjak-injak punggung Aldebaran. Nino merasa dikacangin.
“Suatu hari nanti, keluargaku akan kembali kepadaku, Aldebaran Alfahri,”
Bersambung
Terima kasih
❤️❤️❤️
DelBlushOn Del BlushOn Del Blush On delblushon #delblushon :)