Contents
Gaun (Ikatan Cinta FF 2.0)
IC FF 19. Obsesi Nino
IC FF 19. Obsesi Nino
Saat berdiri menginjak-injak punggung Al, Reyna melihat ke arah sungai. Ia menjadi ingin ke sungai. Ia pun turun dari atas punggung Al dan lari ke arah sungai. Askara yang tidak tahu tujuan kakaknya ke mana lekas berlari menyusul.
“Hei, kalian tidak memijat lagi?! Padahal enak sekali capek-capek jadi hilang.”
“Keenakan!” celetuk Andin.
“Gimana kalau kamu yang pijatin?” ujar Al sembari mengangkat-angkat alisnya.
“Oke.” Andin berdiri lalu naik ke tubuh Al. Nino memilih menyusul Reyna daripada menyaksikan sejoli itu.
“Pijat woi! Memang kamu Reyna?” Andin nyengir lalu duduk kembali dan serius memijat Al. Akan tetapi, tidak lama kemudian, ia kembali jahil dengan mencubit-cubit bukan memijat.
“Auh auh! Auh auh!”
“Al, Andin! Kalian ini bagaimana sih? Reyna dan Askara ke sungai kok kalian lepas sendirian?” tegur Rosa. Al dan dan Andin baru menyadari ke mana larinya anak-anak. Keduanya lekas bangkit dan menyusul. Langkah keduanya sedikit berlari karena ada rasa khawatir.
Saat sampai di sungai, mereka menemukan Reyna sedang saling melempar air dengan Nino. Sementara itu, Askara tampak sendirian bermain air di dekat mereka. Askara mencoba menangkap ikan-ikan kecil. Askara kemudian terlihat tersungkur tercebur seluruh badannya karena mencoba menangkap ikan-ikan kecil itu.
“Askara!” seru Andin. Nino menoleh ke arah Askara. Nino lekas mengangkat Askara.
“Kamu baik-baik saja?” tanya Nino sembari mengecek Askara. “Oh, baik-baik saja. Kamu tenang saja, Ndin, sungainya dangkal dan tidak deras kok.”
“Terima kasih, Mas,” ucap Andin.
Kemudian, Nino kembali melemparkan air ke Reyna. Reyna pun demikian. Andin menjadi khawatir Reyna akan kembali menginginkan Nino sebagai papanya. Al pun cemburu melihat kedekatan ayah dan anak itu. Al lantas berpikir bagaimana caranya agar Reyna beralih ke dirinya. Al melihat tanah liat.
“Eh, tanah liat! Yuk, main tanah liat!” seru Aldebaran. Seruan Al berhasil mengalihkan perhatian Reyna dari Nino ke Al. Askara pun memperhatikan Al dan bergegas menghampiri Al. Al menggendongnya. Reyna cemburu melihat Askara digendong Al dan ia pun menjadi mendekat ke Al. Andin segera mengambil Askara dari tangan Al. Al kemudian berganti menggendong Reyna.
“Kita main tanah liat yuk! Reyna sudah pernah main belum tanah liat?”
“Main tanah liat? Tanah liat itu apa? Bagaimana mainnya?” tanya Reyna penasaran.
Al mendekat ke tanah liat. “Ini yang namanya tanah liat. Tanah liat bisa dibentuk-bentuk seperti malam.” Al menurunkan Reyna dan mengambil tanah liat. Al menunjukkan dengan membentuknya menjadi bebek. Al meletakkannya di tengah telapak tangannya.
“Wah, bebek!” Reyna lekas mengambilnya.
“Mau!” Askara menjulurkan tangannya. Al menjadi membuat satu lagi yang sama.
“Nih, untuk Jagoannya Papa!” Askara menerimanya dengan gembira.
“Aku!” Andin tidak mau kalah dengan menengadahkan telapak tangan kanannya sembari tetap menggendong Askara. Al membuat lagi, tapi kali ini ia bentuk kelinci.
“Wah, kelinci!” Andin berbinar dan tidak sabar segera menerima kelinci itu.
“Nih, sama seperti kamu, bulat!”
“Iiiih!” Andin menjadi manyun. Al mencolekkan tanah liat di wajah Andin. Andin nyengir. “Mas Al!”
“Ayo, bikin bentuk-bentuk yang lain yang baaanyak!” ajak Al.
Tadi Nino memunculkan diri karena tidak tahan dengan kebahagiaan keluarga itu di mana menurutnya seharusnya keluarganya. Seharusnya dirinyalah yang ada di posisi Al. Kini, ia kembali dipertontonkan hal itu. Namun, kali ini, rasa tidak tahannya, membuatnya pergi dari sisi mereka.
“Om Baik, mau ke mana? Ayo, main tanah liat!” ajak Reyna yang melihat langkah Nino menjauh dari sungai.
Nino tersenyum kepada Reyna. “Lain kali ya, Sayang?” Nino kembali melangkah pergi.
Saat itu Elsa melihat Nino. Elsa bergegas mendekat ke Nino. Akan tetapi, lagi, Nino seperti tidak mengenal dan melihat ada orang yang mendekat kepadanya.
“Nino!” sapa Elsa. Nino bergeming dan terus saja melangkah. Elsa heran dan membatin, “Kenapa sih? Apa aku berbuat salah lagi? Salah apa lagi? Perasaan belum lama ia terlihat peduli dan perhatian lagi sama aku. Kok berubah cepat tidak ada angin tidak ada hujan?” Elsa bergegas menyusul Nino. Bahkan ia berlari. Nino yang merasa di belakangnya ada yang mendekat mempercepat langkahnya. Kemudian, Nino pun berlari. Melihat Nino berlari, Elsa menjadi berhenti mengejar Nino. Elsa menatap punggung Nino dengan heran dan berkaca-kaca sampai Nino hilang dari jangkauan netranya.
❤️❤️❤️
Di dalam mobil, Nino lekas mengganti bajunya yang basah. “Apa yang harus aku lakukan untuk membuat Aldebaran Alfahri terlihat buruk di mata Andin?” benaknya sembari mengganti baju. “Apa pun caranya, aku harus bisa dekat dulu dengan Al. Kalau aku dekat dengan Al mendapatkan kepercayaan Al, maka dengan mudah rencanaku bisa berjalan. Saat aku mendapatkan caranya, tinggal eksekusinya saja.” Nino tersenyum miring dengan netra penuh siasat penuh ambisi mewujudkan obsesinya. “Reyna, Andin, kita akan menjadi satu keluarga utuh, bahagia selamanya,” ujarnya kemudian.
❤️❤️❤️
Malam tiba, keluarga Aldebaran makan malam bersama sembari menyalakan api unggun. Aneka menu BBQ tersedia. Masakan menggunakan kompor dari dua rumah mungil juga tersedia. Mereka bekerja sama dalam menyiapkan itu semua. Aldebaran dan Surya yang bagian menjaga anak-anak.
“Kurang lama sebenarnya kalau mau piknik seperti ini. Sebulan harusnya. Minimal sepekan,” kata Surya.
“Sayangnya tidak ada waktu luang sepanjang itu, Pa. Apalagi sekarang sedang sukses-suksesnya bisnis dan Andin menjadi BA Maharatu.”
“Iya, bersyukur bisa sempat dua malam tiga hari tinggal menyepi seperti ini. Begitu tenang. Jauh dari hiruk pikuk dan masalah rasanya.”
“Ya semoga segera ada waktu lagi, Pa.”
“Makan! Makan!” seru Kiki dan Mirna karena makanan yang di masak dari kompor di tiny house telah matang.
“BBQ juga siap!” seru Randy.
Mereka duduk beralas tikar. Menata bersama-sama makanan-makanan di tikar itu. Kemudian mereka mencuci tangan. Setelah itu, mereka berdoa bersama. Reyna yang memimpin doa. Askara mengikuti kakaknya dengan lantang. Lauk-pauknya yang begitu lezat dan suasana kekeluargaan yang begitu hangat sangat mendukung nafsu makan. Mereka makan dengan sangat lahap.
“Ingat berat badan!” celetuk Aldebaran tanpa menyebut nama siapa yang diperingatkan yang maksudnya ke arah Andin. Akan tetapi, Andin bisa merasakan itu untuk dirinya. Andin melirik kesal, tetapi ia bersabar. “Jadi BA itu harus jaga badan! Masak bulet?” Andin kasih bersabar. “Pulang dari piknik bisa-bisa BA nanti jadi singkatan Andin Bulet.”
“Itu AB!” celetuk Randy.
Andin kali ini geregetan. Ia mengambil sebiji cabai rawit utuh. Kemudian, ia masukkan ke tengah nasi. Ia campur baur dengan lauk-pauk dan sayur agar tidak kentara. Ia dengan tersenyum manis menyodorkan sesuap nasi itu menggunakan tangan ke arah bibir Al.
“Nah, begitu dong!” Al menerimanya dengan senang hati.
Nyam nyam nyam ....
“Hah hah hah!” desah Al hingga terengah-engah. Semuanya senyum-senyum geleng-geleng.
Melihat Al dan Andin, membuat Elsa teringat Nino. Tidak seperti yang lain, Elsa yang teringat sikap Nino kepadanya menjadi malas makan. Padahal baru saja ia makan dengan semangat sama seperti yang lainnya.
“Om Baik kok tidak ikut makan?” tanya Reyna.
“Mungkin pulang, tidak menginap seperti kita. Om Baik kan tidak bawa rumah seperti kita,” jawab Aldebaran.
“Kalau belum pulang? Dia sudah makan belum? Coba aku cek mungkin dia ada di dekat sini. Sekalian aku bawakan makanan untuknya,” kata Andin lalu ia mengambilkan sepiring makanan. Aldebaran merasa cemburu dan merasa telah salah mengatakan bulat kepada Andin.
Al lekas-lekas mencuci tangan. “Biar aku saja!” ujar Aldebaran sambil meraih makanan yang disiapkan Andin untuk Nino. Andin mengerti Al cemburu.
“Bilang saja cemburu,” celetuk Andin.
“Siapa yang cemburu? Aku yang cari karena biar kamu makan, biar Bulet Andin Maharatu.”
“Boleh aku saja?” tawar Elsa. Semua menjadi menoleh ke Elsa.
“Iya, kalau kamu mau.” Aldebaran memberikan piringnya ke Elsa. Elsa mencuci tangan, menerima piringnya, lalu bangkit, dan lekas pergi mencari keberadaan Nino.
❤️❤️❤️
Elsa menemukan Nino sedang bersandar di depan mobil. “Masih di sini? Apa menginap juga? Ini makanan untuk kamu.” Nino tidak pedulikan dan menganggap Elsa tidak ada. “Apa aku ada salah? Apa kesalahanku kali ini? Makanannya aku taruh sini. Mbak Andin tadi yang mengambilkan.” Elsa kemudian pergi dengan berkaca-kaca.
Setelah Elsa pergi, Nino membatin, “Apa? Andin yang mengambilkan? Apa itu artinya, masih ada harapan? Iya, tentu saja masih ada harapan. Harapan akan selalu ada. Apalagi ada Reyna di antara aku dan Andin.” Nino semakin yakin akan bisa meraih obsesinya itu. Ia menoleh ke arah belakang ke makanan yang diletakkan Elsa di atas kap mobil bagian depan yang sedang ia sandari. Ia segera menyantap makanan itu. Mengingat kata-kata Elsa yang mengambilkan adalah Andin, ia pun makan dengan sangat lahap.
“Aku pasti akan bisa memiliki keluargaku lagi, Reyna, Andin.” Setiap suap yang masuk ke mulutnya membuat keyakinannya bertambah dan semakin bertambah hingga menjadi sangat optimis untuk itu karena makanan itu dari Andin.
❤️❤️❤️
Sementara itu, Al makan dengan masih cemburu. Sedari tadi ia tidak diambilkan. Nino yang malah diambilkan. Sekalinya disuapi cabai yang masuk. Lahap Al menjadi rakus untuk melampiaskan rasa cemburunya.
“Yang ada kamu yang akan jadi bulet, Al!” celetuk Rosa. Semuanya menjadi tertawa.
“Ya biar kembar sama Andin, sama-sama bulet,” ujar Aldebaran. Semua semakin tergelak tawa.
Bersambung
Terima kasih
❤️❤️❤️
DelBlushOn Del BlushOn Del Blush On delblushon #delblushon :)