Contents
Seberapa Pantas (TAMAT)
4. Senja di Kota Kembang
Senja yang indah ditatap Rahma dari balkon kamar kosannya di Jalan Kanayakan Dago. Rambutnya meriap diterpa angin. Langit senja Kota Bandung memang lebih indah dari langit Kota Jakarta. Masih lebih tampak alami, merah bagai hamparan permadani emas.
Wajah Rahma yang putih tampak kemerahan tersiram sinar senja. Di tangannya tampak sebuah majalah. Sementara, bibirnya tidak berhenti membaca puisi yang ada dalam majalah itu.
Sudah 5 edisi setiap bulannya, majalah remaja langganannya memang selalu memuat puisi-puisi cinta yang sangat indah. Dan yang paling membuat Rahma keheranan adalah selalu ada namanya pada puisi-puisi itu. Apakah puisi ini sengaja ditulis untuk dirinya? Ataukah ada ‘Rahma’ lain? Ia tidak tahu. Namun, anehnya lagi hatinya selalu merasa bahwa puisi-puisi itu ditujukan untuk dirinya.
“Tapi, siapa yang menulis puisi ini? Masa aku harus menanyakan pada redaksinya langsung. Oh, tidak! Nanti, aku dikira kegeeran lagi,” gumamnya dalam hati.
Senja meredup. Azan magrib berkumandang. Rahma masuk kamar dan langsung menuju kamar mandi. Kebiasaannya mandi setelah magrib memang belum bisa ia tinggalkan. Ketika ia masih tinggal di Jakarta, ibunya pasti ceramah dadakan jika mengetahui Rahma mandi pas waktu magrib. Ibunya yang asli Sunda, sangat teguh memegang kata ’Pamali’ secara turun-menurun.
Usai mandi, Rahma pun salat. Kemudian, segera turun dari kamarnya ketika mendengar bunyi mangkok dipukul pertanda penjual bakso langganannya memanggil. Rahma memang jarang sekali makan nasi semenjak ia ngekos. Hanya sesekali saja. Sambil menikmati semangkok bakso, ia pun mendengarkan Radio AR FM. Tian, temannya sedang siaran.
Semangkok bakso pun habis dilahapnya. Kemudian, ia segera mengganti bajunya. Setengah delapan, ia harus sudah ada di Radio AR FM untuk memandu program baru di radio itu dan kebetulan ia ditunjuk oleh Mbak Putri untuk menjadi pemandu program baru yang diberi nama ‘AR Curhat’. Jadi, kini ia ada dua jadwal siaran. Pagi dan malam. Namun, jika ke depannya ia merasa tidak bisa mengatur waktu, ia telah mengambil keputusan untuk hanya siaran malam hari saja, karena kuliahnya pun tidak boleh terganggu.
Tian masih siaran ketika Rahma tiba di Radio AR FM. Sambil menunggu Tian selesai siaran, ia duduk di sofa lobi ditemani Pak Zaenal, satpam yang bertugas malam ini. Mbak Putri sudah pulang sejak sore. Hanya tinggal beberapa kru saja yang terlihat di antara Tian dan Gadis. Mereka termasuk penyiar senior di Radio AR FM.
Ternyata, di AR FM malam hari lebih tentram dan nyaman. Pantas saja, banyak yang ingin siaran malam. Selama 6 bulan menjadi penyiar, baru kali ini Rahma berada di AR FM pada malam hari. Karena kemarin, sebelum adanya program ’AR Curhat’ biasanya AR FM menyiarkan tembang-tembang Sunda. Namun, kini setelah ada program ‘AR Curhat’, program tembang Sunda yang dipandu oleh Kang Bahar, dipindah jamnya menjadi pukul 9 malam. Setelah tembang Sunda, biasanya AR FM menyiarkan program wayang golek semalam suntuk hampir setiap malam. Setelah azan subuh, ada Ustaz Idrus dengan program Diskusi Islami.
Meski Rahma adalah penyiar paling baru di AR FM, tapi kemampuannya dapat dikatakan setara dengan para penyiar senior. Sehingga, Rahma disukai oleh seluruh kru. Bahkan, karena usianya juga paling muda, ada beberapa orang yang memanggilnya dengan sebutan si Bungsu. Rahma juga disukai karena kebaikan dan kesopanannya serta sedikit manja.
“Kalau lagi tugas malam, biasanya tidur di mana, Pak?” tanya Rahma kepada Pak Zaenal yang terlihat serius menonton acara debat di salah satu stasiun televisi.
“Bapak mah tidak pernah tidur atuh, Neng. Kalau Bapak tidur, berarti Bapak makan gaji buta dong!” jawab Pak Zaenal.
“Wah, si Bapak hebat, ya, disiplin! Anggota DPR saja kalah disiplinnya sama Bapak!”
“Maksud, Neng Rahma?”
“Lihat saja kalau mereka sedang rapat, Pak! Paling anggota dewan itu tidur di kursi kebesaran mereka. Kalau tidak tidur, paling main handphone. Update status kali, Pak. Hehehe.”
“Benar, Neng. Bapak juga gemes kalau lihat mereka. Tapi, mau bagaimana lagi, kita hanya rakyat kecil, mengkritik pun tidak pernah mereka dengar. Iya, kan, Neng?”
“Setuju, Pak!”
“Eh, kok tumben Neng Rahma ada di sini malam-malam?”
“Loh, Bapak belum tahu, ya, kalau ada program baru?”
“Program apa, Neng? Program Keluarga Berencana?”
“Yee, Bapak! Memangnya Posyandu. Namanya, ‘AR Curhat’, Bapak! Nanti, kalau Bapak mau curhat, tinggal telepon saja.”
“Kebetulan, Neng. Sudah lama Bapak teh mau curhat. Tapi, bingung harus curhat sama siapa?”
“Memangnya Bapak sedang ada masalah?”
“Ya, namanya rumah tangga atuh, Neng. Masalah mah selalu ada.”
“Bapak curhat saja sama Neng. Siapa tahu Neng bisa bantu.”
“Malu atuh Neng, Bapak curhat sama Neng. Nanti dikira orang lain mah Bapak sedang PDKT sama Neng Rahma.” Pak Zaenal tersenyum
“Aih.... si Bapak ternyata gaul juga, tahu PDKT.”
“Tahu atuh Neng, PDKT itu kan Penyanyi Dangdut Kurang Tinggi,” jawab Pak Zaenal sambil nyengir.
Rahma spontan tertawa mendengar arti kata PDKT menurut Pak Zaenal.
”Bapak ini bisa saja. Rahma kerja dulu, ya, Pak! Tian sudah selesai kayaknya tuh!” sambung Rahma.
“Ok, Neng geulis!”
Rahma pun masuk ke dalam ruang siaran, segera duduk di depan mikrofon dan memasang headset di telinganya. Sebelum ia memulai acara, terlebih dahulu ia memutar lagu pelan-pelan saja dari file yang sudah disediakan. Setelah selesai lagu itu, barulah Rahma mulai memperdengarkan suara seksi dan merdunya kepada pendengar.
“Assalamu’alaikum Kawula Muda AR FM. Malam ini, ada program baru nih di satu kosong enam koma delapan AR FM yaitu AR Curhat bareng saya, Rahma si Bungsu nan cantik jelitanya AR FM. Malam ini, kita bakal putarkan lagu-lagu request Kawula Muda semua. Dan yang lebih mengasyikkan lagi, Kawula Muda di sini bisa curhat loh. Tentang apa saja, dan Neng Rahma si Bungsu nan cantik jelita ini bakalan kasih solusi dan pencerahan. Sudah seperti Mamah Dedeh saja nih, hehehe. Nah, untuk yang akan curhat bisa telepon ke nomor 022 2033445 atau bisa melalu twitter @ar_curhat. Sambil menunggu telepon yang masuk, kita dengarkan dulu sebuah lagu dari Ada Band, ya! Ok, selamat mendengarkan!”
Angga yang sedang rebahan di tempat tidur terlonjak ketika mendengar suara Rahma. Langsung ia meraih radio tape yang ada di meja dan meletakkannya di samping bantal. Kemudian, meraih handphone-nya. Namun, ia lupa lagi ketika akan memasukan nomor telepon yang tadi disebut oleh Rahma sang Penyiar tercinta.
“Ah, sial!” gerutunya. “Padahal, ini kesempatan besar buatku agar bisa langsung berbicara dengan calon kekasihku,” sambungnya.
Senyum simpul mekar di bibirnya. Terkadang, ia pun malu terhadap dirinya sendiri karena begitu mencintai dan merindukan orang yang pasti tidak memikirkannya. Namun, ia tidak putus asa. Angga segera mengambil kertas dan pulpen untuk mencatat nomor telepon yang akan disebutkan Rahma lagi.
Ketika sang Penyiar pujaannya kembali menyebutkan nomor telepon, seketika itu juga Angga menuliskannya di kertas dan langsung mencoba untuk menelepon dengan handphone-nya. Namun... “Nomor yang Anda hubungi sedang sibuk, cobalah beberapa saat lagi!”
“Ah, operator sialan!” gerutunya lagi.
Di radio terdengar seorang penelepon cewek sedang ngobrol dengan Rahma. Penelepon itu curhat tentang pacarnya yang akhir-akhir ini cuek. Lantas Rahma memberikan saran untuk penelepon itu. Setelah itu, Rahma kembali memutar lagu request dari penelepon tadi. Angga pun segera menekan nomor di handphone-nya. Dan kali ini tersambung. Namun ternyata, bukan Rahma yang mengangkatnya. Angga diminta oleh operator yang bernama Jay untuk menunggu hingga selesai lagu. Setelah selesai lagu, barulah Rahma menyapanya.
“Malam, AR Curhat! Siapa nih?” suara Rahma membuat jantung Angga berhenti berdetak hampir 10 detik.
“Halooo ...” sang Penyiar menyapanya lagi.
“Ma... malam AR Curhat, sa saya Samson di rumah,” jawab Angga memalsukan namanya.
“Kok, gugup sih? Jangan-jangan karena suara Rahma yang seksi dan merdu ini telah menggetarkan kalbumu, ya!” seru Rahma disertai tertawa kecil.
“Iya, eh, ti tidak!” Angga garuk-garuk kepala. Untung saja ini hanya di telepon. Karena jika langsung berhadapan, tentu Rahma akan menertawakan tingkah Angga yang mendadak kikuk.
Angga menarik napas dalam beberapa kali untuk menenangkan hatinya yang tiba-tiba mengamuk menahan rasa entah apa. Sementara, Rahma semakin tersenyum lebar mendengar jawaban dari Angga. Baru kali ini ada penelepon yang secara tidak langsung menyatakan bahwa suaranya seksi dan merdu.
“Ok, ok, sekarang silakan ungkapkan apa yang mau Samson ungkapkan? Mau nembak cewek atau hanya sekedar mengungkapkan isi hati? Rahma akan mencoba memberikan solusi terbaik. Silakan!” seru Rahma.
Angga yang sudah agak tenang segera menjawab.
“Saya hanya ingin bertanya, apa mungkin kita jatuh cinta kepada seseorang yang belum kita kenal? Atau, apa mungkin jatuh cinta hanya karena mendengar suaranya saja? Sebab, perasaan itu sungguh mengganggu saya. Apa ini beneran cinta ataukah hanya kekaguman?”
Rahma terdiam sejenak. Tiba-tiba ada yang masuk menyelinap ke dalam hatinya, entah apa.
“Kalau menurut Rahma sih bisa saja cinta. Namun, lebih besar kemungkinan itu hanya sebuah kekaguman.”
”Menurut Mbak Rahma, cinta itu apa sih? Dan apa bedanya antara cinta dan kagum?”
“Hmm… apa, ya? Hingga detik ini, Rahma memang belum tahu apa arti cinta yang sesungguhnya. Kembali kepada masing-masing individu mendefinisikannya. Namun, Rahma mungkin bisa segera menentukan bahwa itu cinta ketika hati kita yang terdalam mengatakannya.”
“Berarti saya benar-benar cinta dong, Mbak? Karena hati saya yang paling sepi selalu mengatakan bahwa saya mencintainya.”
“Ya, kalau itu keyakinan Samson, tidak akan ada yang mampu mengubahnya. Tapi, kalau boleh Rahma tahu, siapa sih wanita yang sangat beruntung itu?”
“Rahasia dong, Mbak. Tapi, saya janji mengatakannya nanti setelah saya bisa menjadikan wanita pujaan saya itu calon istri.”
“Ok, deh! Rahma tunggu kabar selanjutnya. Eh, mau diputarkan lagu apa nih?”
“Lagu apa saja deh, yang penting Mbak Rahma suka. Karena apa yang Mbak suka, pasti saya berusaha menyukainya,” jawab Angga semakin berani.
Namun, sebelum Rahma sempat menjawab kembali, sambungan tiba-tiba terputus. Ternyata pulsa Angga habis.
“Sialan!” gerutunya sambil membanting handphone-nya ke tempat tidur.
Sementara Rahma di sana melanjutkan siarannya.
“Ok, Kawula Muda AR curhat, karena obrolan terputus, maka kita langsung saja dengarkan lagu favorit Rahma, ya! Tapi, siapa, ya, wanita yang dimaksud penelepon tadi? Rahma kali, ya! PD amat, Hihihi,” seru Rahma.
Tidak lama, terdengarlah lagu berjudul ‘Salam Rindu’ milik grup band Tipe-X. Angga tersenyum sendiri mendengar lagu itu yang seolah mewakili perasaan hatinya. Rencana sudah matang untuk melamar kerja ke AR FM besok.
“Semoga saja, aku bisa diterima bekerja di sana. Apa saja, tukang rumput pun jadi. Asal tiap hari aku bisa melihat calon kekasihku itu. Rahma Sayang, besok kita ketemu, ya!” desahnya. Kemudian tersenyum, memeluk guling erat.
Beberapa menit kemudian Angga pun sudah terlelap.
***