Contents
Gaun (Ikatan Cinta FF 2.0)
IC FF 24. Undangan
IC FF 24. Undangan
Andin membuka sejenak sebuah undangan dari Nino. Sekilas ia membaca ulang untuk memastikan waktu dan tempat. Kemudian, ia memasukkan undangan itu ke dalam tasnya.
“Jangan pakai baju terlalu bagus dan jangan dandan menor-menor! Aku tidak mau kalau sampai ada yang lirik-lirik kamu!”
Andin membatin, “Bilang aja cemburu.”
Aldebaran membatin, “Apalagi Nino, jangan sampai, aku tidak rela.”
Aldebaran ke lemari pakaian. Ia memilihkan baju untuk Andin. Ia memilih gamis untuk Andin.
“Pakai ini saja!”
“Mas, memangnya mau pengajian?”
“Tidak perlu pakai kerudungnya.”
“Kalau tidak itu, pakai ini.” Aldebaran kali ini mengambilkan baju kantoran.
“Mas, mau pesta bukan kerja!”
“Lagian acaranya orang-orang bisnis bukan kawinan. Pokoknya yang itu tadi atau ini, titik!” Andin menghitung dengan jari dan akhirnya jatuhnya ke baju kantoran. Akan tetapi, ia masih pikir-pikir karena ia merasa nanti di sana banyak cewek cantik-cantik. Ia khawatir Al akan digoda dan terpikat sementara dirinya berpenampilan tidak menggoda.
“Tidak, tidak bisa aku berpenampilan sederhana seperti ini. Aku harus menjadi sangat menarik. Biar saja Mas Al jadi cemburu daripada sibuk melihat wanita-wanita cantik nantinya,” benak Andin.
“Masih mikir?” tanya Al yang melihat Andin tidak kunjung memakai bajunya. Al akhirnya memakaikan baju kantoran itu ke Andin.
“Mas aku mau pilih baju sendiri!” protes Andin karena ia masih belum cocok dengan baju itu. Aldebaran tidak peduli, pokoknya Andin tidak boleh mencolok menarik perhatian siapa pun. Ia terus saja memasangkan baju itu ke badan Andin. Andin pasrah dipakaikan baju itu oleh Al.
“Udah, udah rapi,” kata Aldebaran setelah memastikan baju kantoran itu terpasang dengan apik di badan Andin.
“Terima kasih, Mas. Mau dibantu juga pakai bajunya?”
“Tidak perlu, kamu langsung dandan saja.” Aldebaran memilih setelan yang paling bagus. Ia tidak mau kalah dari pria lain terutama Nino. Ia harus menawan agar Andin tidak terpikat kepada yang lain.
Andin tidak habis akal. Meskipun memakai pakaian sederhana, ia masih bisa mengimbangi kekurangan itu dengan makeup bold. Ia lekas bermakeup. Ia mengenakan lipstik merah. Aldebaran terbelalak saat melihatnya begitu memukau. Ia lekas mengambil tisu dan mengusapkan ke bibir Andin.
“Hapus!”
“Mas, apa-apaan sih?”
“Pakai lip glos saja!” Aldebaran mencari lip glos Andin. Ia mengambilnya dan menerapkan ke bibir Andin. Empat mata menjadi bertemu tatap. Hati keduanya menjadi berdebar. Keduanya menjadi salah tingkah.
Aldebaran segera sadar dan melanjutkan mengurangi makeup bold Andin. Ia mengambil bedak tabur putih dan menutupi blush on tebal di kedua pipi Andin. Andin jadi menjadi ikan buntal. Al mengecup kedua pipi Andin yang menggembung itu. Pipi itu menjadi kempis dan merona alami. Deg deg deg, jantung Andin berdebar tidak karuan.
“Aku dengar jantung kamu.” Andin melampiaskan rasa itu dengan mengambil bedak putih dari tangan Al. Kemudian, ia ambil banyak-banyak lalu ia usapkan ke wajah Al.
“Hei!”
“Hahahahaha ... hahahahahahahaha!” Andin terbahak puas. Baju bagus Al yang sudah rapi Al kenakan menjadi ikut putih semua.
“Ck! Aku sudah pakai baju bagus-bagus dan rapi,” decak Al. Ia pun harus mengganti baju dengan yang di bawah itu karena yang dikenakannya adalah yang ter dari baju-bajunya yang lainnya meskipun yang lain juga sangat bagus.
“Baguslah ganti! Bajunya terlalu bagus. Aku tidak boleh mencolok, Mas Al juga tidak boleh!” ujar Andin lirih-lirih.
Akan tetapi, Al tetap saja keren setelah berganti yang standar kekerenannya di bawah itu. Andin menggigit bibirnya. Ia khawatir Al dikerubutin cewek-cewek cantik nantinya.
Al telah mengenakan sepatunya. “Ayo, lekas berangkat!” ajak Al sembari menawarkan tangannya. Andin tersenyum lalu meraih tasnya, mengenakan heelnya, baru meraih tangan Al.
Sembari melangkah ke luar kamar Andin membatin, “Pokoknya aku harus nempel terus ke Mas Al. Tidak boleh membiarkan Mas Al di dekatin cewek-cewek cantik satu pun.” Andin mengubah gandengan tangan menjadi memeluk lengan Al. Al menoleh ke Andin karena hal itu.
“Takut hilang?” celetuk Al. “Ini masih di rumah,” imbuh Al.
“Takut jatuh, pakai heel soalnya,” ujar Andin menanggapinya.
Mama Rosa mendengarnya. “Paling takut Al diambil cewek lain,” celetuknya sembari mengembangkan senyum. Al menjadi menoleh ke Andin. Andin menjadi bertemu tatap dengan Al. Andin menjadi malu karena ketahuan hingga lagi-lagi membuat pipinya merona alami. Al menjadi memberikan kecupan di pipi Andin. Senyum Rosa menjadi semakin lebar melihat hal itu. Sementara Andin terkejut dan semakin merona.
“Tidak usah malu kalau mesra-mesraan di depan Mama, Andin. Mama malah seneng melihatnya.”
Andin tersenyum lebar ke Rosa. “Kami berangkat dulu, Ma.” Andin meraih tangan kanan Rosa dan mencium punggung tangan Rosa. Aldebaran melakukan hal yang sama.
“Hati-hati di jalan. Bawa mobilnya pelan saja. Jangan pulang terlalu malam. Kasihan anak-anak. Meskipun ada kami, tetap kalian yang mereka mau.”
“Iya, Ma,” jawab Andin.
“Iya, Ma,” jawab Al juga. Berangkatlah Andin dan Aldebaran ke sebuah hotel yang salah satu ruangannya di sewa Nino untuk acara pesta.
❤️❤️❤️
“Hai!”
“Ini, Pak Aldebaran, ya? Apa kabar, Pak?”
“Halo, Pak Aldebaran!
“Apa kabar, Pak Aldebaran?”
Sesampainya di ruangan pesta, beberapa perempuan cantik menyapa Aldebaran. Begitu banyak wanita cantik yang tidak dikenal Al menyapa Al. Andin merasa terganggu dengan sapaan mereka ke suaminya. Apalagi mereka begitu cantik. Udah begitu mereka mengenakan baju-baju seksi yang keterlaluan.
Andin membatin, “Tuh kan, udah gitu seksi-seksi.”
“Pak Al!”
“Halo, Pak Al!”
“Senang bertemu Anda, Pak Al!”
Wanita-wanita cantik terus saja menyapa Aldebaran. Itu semua karena Nino. Nino sengaja membayar model-model cantik untuk menyapa Aldebaran. Meskipun hanya sapaan, Nino yakin, itu akan cukup berdampak pada hubungan Andin dan Aldebaran.
Andin yang khawatir Aldebaran akan terpikat, memeluk erat-erat lengan Al. Al bisa merasakan ketakutan Andin. Ia melihat ke Andin sembari memberikan senyuman. Andin mengangkat kedua alisnya.
“Lain kali aku akan pakai yang lebih seksi dari mereka. Aku juga akan borong semua lipstik warna merah menyala,” ujar Andin berbisik kepada Aldebaran. Aldebaran terkekeh mendengarnya.
“Ini, Pak Aldebaran? Wah, beruntungnya bisa bertemu Anda, Pak!”
Salah seorang model, tiba-tiba mendatangi Aldebaran dengan meraih lengan Aldebaran yang menganggur. Ia memeluk lengan Al itu seperti Andin memeluk. Selain memeluk, wanita itu menarik Aldebaran dengan kuat sehingga Aldebaran tertarik mengikuti langkahnya. Andin otomatis langkahnya menjadi ikut tarikan itu.
“Eeeh, mau ke mana? Mau di bawa ke mana?” tanya Aldebaran. Sementara itu Andin menahan marahnya.
“Ikut saja, Pak! Saya mau kenalkan Bapak ke rekan-rekan bisnis saya!” ujar model itu dengan sangat antusias.
“Oke, tapi tidak perlu pegang-pegang lengan suami saya!” Andin membolakan kedua bola matanya. Ia pun membuat tangan wanita itu lepas dari lengan Aldebaran. Kemudian, ia sedikit mendorong wanita itu agar berjarak dari Aldebaran. Kemudian, Andin memeluk lengan Al yang baru saja dipeluk wanita itu. “Hanya saya yang boleh peluk lengan suami saya!”
“Hai, Pak Al!” Model lainnya lagi tiba-tiba datang dan berlaku sama. Ia memeluk lengan Aldebaran yang dilepaskan oleh Andin.
“Eeeh, lepas lepas! Kamu tidak berhak pegang-pegang suami saya!” Andin melepaskan lengan Al lalu melepaskan tangan wanita itu dari lengan Al. “Jauh-jauh dari suami saya!”
Lengan Al yang dilepaskan Andin, kembali dipeluk oleh model yang sebelumnya. “Lepas!” tegas Aldebaran dengan mata tajam ke model itu. Model itu gemetar dan melepaskan pelukannya ke lengan Al lalu pergi.
Nino dari jauh memperhatikan sembari tersenyum. “Ini baru awal. Aku harus membuat Andin kecewa kepada Al agar Andin meninggalkan Al. Aku harus bisa mendekat ke Al untuk itu. Bisnis fashion ini adalah caranya aku untuk bisa dekat dengan Aldebaran Alfahri.” Nino menghilangkan senyumnya. Kemudian, ia melangkah mendekat ke arah Aldebaran dan Andin. Saat sudah dekat, ia kembali mengembangkan senyumannya dengan begitu lebar.
“Halo, apa kabar kalian berdua?” Nino menjulurkan tangannya ke Aldebaran. Akan tetapi, ia sengaja tidak bersalaman dengan Andin agar Aldebaran percaya jika ia tidak mengincar Andin.
“Alhamdulillah, kami baik,” jawab Aldebaran.
“Reyna, Askara tidak rewelkan kalian tinggal ke sini?” tanyanya dengan menatap ke Andin.
“Mereka anak-anak baik dan cerdas. Mereka bisa mengerti kami tinggalkan sejenak. Ada Mama Rosa, Mirna, dan Kiki bersama mereka,” jawab Andin.
“Selamat ya, kami turut senang atas kesuksesan bisnis baru kamu ini,” ucap Aldebaran tulus.
“Terima kasih. Terima kasih juga sudah bersedia meluangkan waktu untuk hadir. Ayo ayo, kalian nikmati hidangannya!” Nino mengarahkan tangganya ke arah area prasmanan. Aldebaran dan Andin melangkah ke arah itu. Nino membersamai langkah mereka.
“Em ... Al, aku sebenarnya terpikir bagaimana kalau kita bekerja sama. Kita bisnis bersama.”
“Sepertinya ide bagus itu.” Al berpikir prospek bisnis baru Nino bagus sehingga otak bisnisnya main ke sana, tidak terpikirkan ada udang di balik batu.
“Jika begitu sembari makan, ayo kita bicarakan!” ujar Nino antusias. Al merasa itu ide bagus. Ia pun mengangguk antusias.
Bersambung
Terima kasih
❤️❤️❤️
DelBlushOn Del BlushOn Del Blush On delblushon #delblushon :)