Try new experience
with our app

INSTALL

Usai 

Chapter I

  Sore hari suasana cafe didekat taman yang dipenuhi anak-anak yang sedang berlarian, keluarga yang sedang berbincang, dan para pedagang yang sibuk menjajakan dagangannya. 

  Leviosa cewek yang berumur setengah abad itu sedang duduk dekat jendela cafe melihat keramaian taman. Leviosa tersenyum getir memalingkan padangannya dari taman dan mengeluarkan laptop dan handphone serta beberapa berkas dari tasnya dengan sedikit kasar dan ditaruhnya di atas meja. Dia memutar bola mata mencari pelayan untuk memesan sebuah minuman. Tak lama Pelayan menghampiri leviosa

“Ini mba menunya, silahkan mau pesan apa?” sapa pelayan itu dengan ramah.

  Tanpa menjawab, leviosa membolak-balikan buku menu berkali-kali dengan ekspresi lelah. Pelayan terus berdiri menunggu leviosa yang belum juga menentukan pilihannya.

“Silahkan mba, mau pesan apa?” tanya pelayan itu dengan suara yang lebih keras tapi tetap tersenyum

“Iced coffee 1, thanks!” jawab Leviosa singkat dengan wajah datarnya.

Pelayan mencatat pesanan Leviosa dan membungkukan badannya dan kemudian pergi meninggalkan Leviosa yang kini sudah sibuk dengan laptopnya.

  “Muka gue udah kayak zombie, rambut gue udah kaya singa, badan gue udah bau kambing,apalagi nasib kamar gue yang mungkin udah kayak kandang. Gimana romansa gue mau keurus, ngurusin idup gue aja sulit.” Gerutu Leviosa yang panjangnya lebih dari rel kereta api.

  Leviosa menghela napas panjang membalikan pandangan dari loptopnya dan melihat kearah jendela ditempatnya duduk yang langsung mengarah pada taman, dilihatnya sepasang kekasih yang sedang duduk mesra di taman.

“Aaah pasti seneng banget jadi wanita itu, punya pundak buat bersandar.” Gumam Leviosa sambil mengiba

Leviosa kembali membalikan pandangannya pada laptop dan tumpukan kertas yang sudah berserakan diatas meja.

“sedangkan gue, gue, gue!” Gerutu Leviosa tambah kencang sembari melihat langit dengan matahari yang akan tenggelam Leviosa mulai luluh dan menikmati senja.

“tapi senja nya indah banget sih. Perpaduan senja sama tawa, kayaknya mereka bahagia banget dan romansa ini memang bukan buat gue..”

Ocehannya terus berlanjut sambil melihat tumpukan kertas dan laptopnya. “kalo di cerita telenovela atau novel-novel berbau romansa, seharusnya langit mendung dengan gerimis getir mengikutinya,terus guepun bakal bilang “lihatlah,langit pun ikut menangis untukku..”

Leviosa terus berdialog dengan dirinya membuat seisi caffe melihatnya dengan tatapan aneh tapi seakan tidak peduli, Leviosa terus meracau sampai tiba-tiba pelayan sudah berada didekat Leviosa dengan minuman yang dipesannya, dia pun bertanya sambil memberikan minuman dengan ramah kepada Leviosa.

“menangiskenapa mba?” tanyanya

Leviosa menatap dingin pelayan, kemudian pelayan itu menundukan kepala dan pergi. Leviosa menikmati minumannya sambil fokus kembali melihat laptop. Tiba-tiba ada suara langkah kaki berjalan mendekati meja leviosa dan lelaki itu adalah Aska menepuk pundak leviosa dari arah belakang dan menyapanya dengan suara lembut.

“le-vi-osa?” tanyanya memastikan apakah Leviosa adalah orang yang dikenalnya selama ini.