Contents
Tuhan = Kau = Sah
PERTEMUAN DUA PEREMPUAN = KETIKA CINTA MEMANG TAK BISA DIPAKSA
Saat itu kamu mengajak Maryam untuk bertemu. Dengan isak tangis, kamu bercerita kepada Maryam kalau kamu merasa tidak pantas menjadi istriku. Kamu hanya merasa sebagai dosa untukku. Tiap hari dosa yang kamu kerjakan, harus aku tanggung sebagai suamimu. Kamu merasa gagal sebagai seorang istri shalihah yang doanya sangat diharapkan olehku.
Maryam mencoba menenangkanmu. Maryam menggeleng pelan. Maryam tahu betapa aku mencintaimu. Betapa aku penuh dengan perjuangan untuk akhirnya bisa mengucapkan ijab kabul di depan orangtuamu. Maryam pun bercerita kalau ia pernah mengobrol banyak denganku.
Ya, saat itu aku memang bercerita dengan Maryam. Sebenarnya aku melihat dirimu sama seperti aku melihat diriku saat aku belum mengenal agama dan Tuhan. Aku urakan. Bengis dan kasar. Minuman keras juga akrab dalam hidupku. Aku selama ini mengira ketenangan hidup dan kenyamanan hidup bisa didapat dari itu. Tapi akhirnya aku tersadar bahwa ketenangan dan kenyamanan hidup hanya bisa didapat saat kita menyerahkan semua dan sepenuhnya kepada Tuhan. Menangis semalaman kepada Tuhan jauh lebih menenangkan hati ketimbang menghabiskan semalaman dengan minuman keras. Mencoba bersabar dan mengalah jauh lebih mengasyikkan ketimbang berlaku bengis dan kasar terhadap orang lain.
Aku pun dengan semangat bercerita kepada Maryam tentang sosok Umar Bin Khattab yang dulunya sangat membenci Tuhan tapi kemudian saat masuk islam justru dia yang kemudian paling vokal dalam membela agama Allah. Umar Bin Khattab terkenal akan keberaniannya. Dan mungkin ini juga jalan Tuhan agar aku bisa mengajakmu agar bisa lebih dalam dan dekat untuk mengenal Tuhan.
Maryam nampak berkaca-kaca. Betapa beruntungnya kamu yang begitu dicintai olehku. Aku meminta maaf kepada Maryam jika aku membuat hatinya sakit kembali. Maryam menggeleng pelan. Maryam lebih sakit lagi jika aku tetap melanjutkan pernikahan dengannya tapi hatiku memang tidak untuknya.
Ya, aku dan Maryam memang pernah dekat. Ketika kamu menjauh dariku hanya karena kamu merasa dirimu telah ditolak oleh orangtuaku. Akhirnya aku mencoba menuruti kemauan orangtuaku. Aku dan Maryam saling dekat. Tapi jujur aku tidak pernah lepas dari bayangmu. Dan bahkan aku lebih sakit lagi ketika tahu hidupmu jauh lebih menyedihkan. Apakah hidupmu yang menyedihkan itu karena perpisahan kita?
Aku menjengukmu secara diam-diam di rumah sakit. Aku melihat dirimu yang lemah dan tak berdaya. Mataku berkaca-kaca. Perempuan kuat yang aku kenal harus terbaring lemah tak berdaya. Suatu hari aku mengajak Maryam untuk melihat kondisimu. Aku ceritakan semua kepada Maryam. Aku meminta Maryam untuk tidak melanjutkan pernikahan kita. Aku tahu tanpa kamu bicarakan, kamu terluka. Kamu menjauh dariku, tapi hatimu benar-benar tidak bisa jauh dariku. Sama. Aku pun begitu.
Maryam awalnya merasa kecewa dan sedih. Maryam merasa dipermainkan. Aku berusaha menjelaskan kepada Maryam. Aku lebih mempermainkan Maryam lagi ketika cincin sudah melingkar di jarinya tapi hatiku belum bisa untuk Maryam. Maryam akhirnya mencoba mengerti dan bersedia membantuku. Maryam akhirnya memutuskan untuk melanjutkan S2 ke Mesir dan menunda untuk menikah. Semua orang kaget. Tentu termasuk papa dan mamaku.
Aku berterima kasih kepada Maryam. Meski aku juga merasa berdosa karena kami sama-sama telah membohongi kedua orangtua kami. Tapi aku pikir ini jauh lebih baik. Daripada aku menjalani rumah tangga dengan Maryam tanpa cinta.
Kini aku berusaha untuk meyakinkan papa dan mamaku agar bisa menerimamu. Aku menjelaskan kepada papa dan mamaku kalau aku pun dulu sama dengan dirimu. Tapi dengan izin Allah aku dapat berubah. Sambil aku datang kembali kepadamu dan aku menjelaskan keadaan yang ada. Aku terpaksa berbohong kepadamu kalau Maryam pergi meninggalkanku. Aku pun berharap dapat menikahimu. Dan aku meyakinkan bahwa papa dan mamaku pasti akan menerimamu. Hingga sampai akhirnya kita kini dapat bersama.