Contents
Amorf Part 3: Annoying Boy
Part 3
“Nat! NATASHA!” teriak Aira dari jendela kamarnya sambil melempar kerikil kecil ke jendela Natasha. Jendela kamar Nat tampak tertutup tirai. Apa Nat tidak ada di rumah? Aira tak sabar. Ia melempar kerikil lagi. “Nat, woy!”
Akhirnya tirai merah jambu itu tersibak, Nat muncul di balik jendela dengan wajah masih mengantuk, tampak baru bangun tidur. “Heh, berisik banget, sih, ganggu orang lagi bobo cantik aja!” omel Nat kesal sambil garuk-garuk kepalanya. “Ada apa, sih, lo manggil-manggil gue?” teriak Nat.
“Curhat!” jawab Aira.
“HA? Curhat apa?”
“Gue punya kabar baik, Nat.” kata Aira bersemangat.
Nat terdiam. Astaga, entah apa kabar baik yang akan Aira sampaikan padanya, tapi perasaan Nat sudah tidak enak. Sepertinya, ia benar-benar tak siap mendengarnya. Mungkinkah kabar baik yang Aira sampaikan akan menjadi kabar buruk untuknya? Untuk beberapa detik, Nat merasa dadanya agak sesak. Rasanya seperti akan kehilangan sesuatu yang ia sayangi, yang ia sayangi begitu lama.
Di seberang, Aira tidak sadar dengan perubahan raut wajah Nat yang berubah muram. Aira, dengan senyum kesukaan Nat, berbicara sesuatu… sesuatu yang sesungguhnya sangat tidak disukai Nat: “Gue jadian sama Rea!”
KREK! Nat mendengar hatinya retak, entah itu hanya bayangannya saja atau memang benar hatinya tengah retak. Rasanya seperti sedikit napasnya hilang entah ke mana. Rasanya seperti lupa caranya tersenyum. Ya, Tuhan, seburuk inikah rasanya mendengar Aira menyukai perempuan lain? Nat benar-benar bingung, sedih, dia tidak tahu harus bagaimana. “Lo… lo seneng?” hanya pertanyaan itulah yang kemudian keluar dari bibirnya yang tipis.
“Iyalah, Nat. Dan yang lebih bikin gue seneng lagi apa coba?”
STOP, RA! STOP! Ujar Nat dalam hati. Ia tak mau mendengar lebih jauh lagi.
“Yang nembak, tuh, Rea. Bukan gue. Udah gitu, tadi dia nyium pipi gue lagi!” kata Aira heboh sambil menunjuk pipinya sendiri, ia kemudian mesem-mesem sendiri—benar-benar tampak bahagia.
“Agresif banget sih tuh cewek. Jijik. Udah, ah. Gue ngantuk,” ucap Nat ketus lalu menutup daun jendelanya. SREK! Nat kemudian menutup tirainya.
Aira terbengong-bengong mendengar reaksi Nat. Ia kira, Nat akan ikut senang dan minta PJ alias Pajak Jadian. Tapi kenyataannya, Nat malah marah dan ketus seperti itu. Kenapa, ya?
Aira menggelengkan kepalanya saat melihat lampu Nat dimatikan. Aira berkali-kali mencoba menghubungi Nat lagi tapi Nat tidak mengangkat teleponnya.
Aira bingung. Ia kemudian menelepon Rocha yang cukup dekat dengannya karena sewaktu kelas satu dan kelas dua mereka sekelas. “Natasha kenapa ya? Pas gue cerita tentang Rea, dia ngambek gitu. Padahal kemaren fine-fine aja. Dia cerita ke elo gak?” tanya Aira dengan nada heran ketika Rocha bertanya dalam rangka apa Aira meneleponnya.
Rocha di seberang telepon bingung. Jadi ini penyebab Nat akhir-akhir ini tampak sering melamun dan sedih. Rocha tak habis pikir, kenapa Aira begitu gak peka menyadari kalau Nat itu menyayanginya? Sepintas aja udah ketahuan bahwa Nat menyimpan rasa yang besar pada Aira. Sebesar apa pun usaha Nat untuk menutupinya, toh tetap saja Rocha tahu, Nat menyayangi Aira lebih dari apa pun. “Mungkin dia gak rela kehilangan elo,” kata Rocha hati-hati.
“Tapi gue gak ninggalin dia. Sekalipun gue jadian sama Rea,” sahut Aira tak percaya. “Gue sayang Natasha, Cha, gue gak akan gantiin Nat dengan siapa pun. Lo tau itu.”
“Gini aja. Lo cariin dia gebetan. Jadi, dia lupa sama lo. Mmh… I mean, bikin dia sibuk sama gebetannya itu dan jadi gak kesepian tanpa lo,” ujar Rocha mencoba mencari solusi.
“Cariin dia gebetan? Siapa?” tanya Aira kemudian.
“Siapaa yaa…?” Rocha berpikir. “Yes! Gue tau. Kenapa gak Ibet aja?” usul Rocha bersemangat.
Aira terkesiap. “Gue mau nyomblangin Natasha sama siapa aja. Kecuali IBET!!” ujar Aira tegas lalu menutup telepon.
Rocha mengernyitkan dahi. Kok jadi si Aira yang sewot sih?